ASUHAN KEPERAWATAN SINUSITIS




I.         Pengertian 
Sinus merupakan suatu organ atau ruangan berisi udara dengan dinding yang terdiri dari membran mukosa. Menurut Budisanto, (2009) sinusitis adalah suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal.
Mansjoer, (1999), Sinusitis adalah radang sinus paranasal. Bila terjadi pada beberapa sinus disebut multisinusitis, yang paling sering terkena adalah sinus maksila kemudian etmoid, frontal dan sphenoid. Sedangkan menurut Charlene J, (2001) menjelaskan sinusitis adalah sebagai inflamasi/peradangan pada satu atau lebih dari sinus paranasal.
Jadi dapat disimpulkan sinusitis adalah suatu penyakit atau kelainan yang menyerang sinus paranasal.

II.      Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur. Menurut (Glukman, 1999), kuman penyebab sinusitis akut tersering adalah streptococcus pneumoniae dan hemophilus influenza yang ditemukan pada 70 % kasus. Dapat pula disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut, infeksi gigi molar (M1, M2, M3) atas, serta premolar (P1, P2) berenang, menyelam, trauma, dan barotrauma. Faktor predisposisi obstruksi mekanik seperti deviasi septum, benda asing dalam hidung, tumor, atau polip, juga rinitis alergi, rinitis kronik, polusi lingkungan, udara dingin dan kering.

III.   Anatomi dan Fisiologi
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
1.    Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6-8 ml,sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal mkasila, dinding medialnya ialah dinding dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase hanya  tergantung dari gerak silia, lagi pula dreanase juga harus melalui infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
2.    Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm. sinus fronta biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Taidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus fronta mudah menjalar ke daerah ini.Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
3.      Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan focus bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantar konka media dan dinding dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral ( lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak diposterior dari lamina basalis.
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid darirongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
4.      Sinus Sfenoid  
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indensitasi pada dinding sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior didaerah pons.
5.      Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.
6.      Sistem Mukosiliar
 Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lendir diatasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eusthacius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung diresesus sfenoetmoedalis, dialirkan ke nasofaring di posterior-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis di dapati secret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada secret di rongga hidung.

IV.   Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu. Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih  dari 3 bulan. Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan (20%).Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.

V.      Manifestasi Klinis
Berdasarkan manifestasi klinis menurut Adams (1997 hal 241) sinusitis dapat dibagi dua yaitu :
a.     Sinusitis Akut
1.    Sinus Maksilaris : Gejalanya berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, dan sering kali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk juga terkadang berbau busuk.
2.    Sinusitis etmoidalis : Gejalanya berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan diatas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung.
3.    Sinusitis Frontalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang khas berlokasi diatas alis dan biasa pada pagi hari dan memburuk pada tengah hari kemudian perlahan-lahan sampai menjelang malam.
4.    Sinusitis Sfenoidalis : Gejalanya berupa nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium.
b.      Sinusitis Kronik.
Gejala sinusitis kronik tidak jelas. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip dengan gejala sinusitis akut namun diluar masa itu gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang sering kali mukopurulen.

VI.   Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah untuk mengontrol infeksi, memulihkan kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Antibiotik pilihan untuk kondisi ini adalah amoksisilin dan ampisilin. Alternatif bagi pasien yang alergi terhadap penisilin adalah trimeptoprim/sulfametoksazol (kekuatan ganda). Dekongestan oral atau topikal dapat saja diberikan. Irigasi juga efektif untuk membuka sumbatan saluran, sehingga memungkinkan drainase rabas purulen. Dekongestan oral yang umum adalah drixoral (Smeltzer, 2001).
Sinusitis akut dapat sembuh spontan atau dapat sembuh hanya dengan pemberian obat. Sinusitis akut perlu dilakukan operasi jika penderita sakit berat atau telah terjadi komplikasi atau terjadi akibat kelainan anatomi. Sinusitis kronik perlu dilakukan operasi disamping dengan pemberian obat. Prinsip penanganan sinusitis adalah disamping penanganan sinusitisnya juga harus dilakukan penanganan terhadap penyebabnya. Cara operasi paling mutakhir terhadap sinusitis adalah dengan metode FESS (Functional Endoscopic Sius Surgery) atau BSEF (Bedah Sinus Endoskopik Fungsional) (Budisantoso, 2009).



















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Tn. N datang ke RS dengan keluhan selalu/pilek apabila sebelumnya beliau kedinginan. Nyeri di hidung seperti ada yang menekan, nyeri tenggorokan, merasa hidung berbau busuk dan sering pusing apabila nyeri dihidung menyerang. Biasanya nyeri dirasakan pada saat menelan dan menunduk. Sebelumnya Tn. N memiliki penyakit THT.

Tanggal masuk            : 7 April 2014
Jam                              : 09.00 WIB
Tgl pengkajian            : 7 April 2014
Jam                              : 11.00 WIB
Ruang / kamar             : -
Diagnosa medis           : Sinusitis akut

I.     Pengkajian
1.    Identitas klien dan penanggung jawab
Identitas klien
Nama               : Tn. N
Umur               : 49 tahun
Agama             : Islam
Jenis kelamin   : Laki-laki
Alamat            : -
Suku / bangsa  : Sunda
Pekerjaan         : Wiraswasta
Status              : Menikah


Identitas penanggung jawab
Nama              : Ny. A
Umur              : 45 tahun
Agama            : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat            : -
Suku / bangsa : Sunda
Pekerjaan        : PNS
Status              : Menikah
Hub dgn klien : Istri dari Tn. N






2.    Keluhan Utama
Tn. N datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan.
3.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. N dengan keluhan nyeri kepala dan tenggorokan. Nyeri sudah dirasakan sejak 7 hari yang lalu disertai pilek yang sering kambuh dan ingus yang kental di hidung. Nyeri dirasakan semakin hebat jika pasien menelan makanan dan menundukkan kepala. Mengalami penurunan berat badan sebanyak 1 kg dari berat badan sebelumnya. Tn. N mengaku pernah mempunyai riwayat penyakit THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan di diagnosa menderita sinusitis.
4.    Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Tn. N mengaku pernah mempunyai riwayat THT. 
5.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita sinusitis.
6.    Keadaan Lingkungan
Tn. N bertempat tinggal di lingkungan yang kurang bersih, ventilasi rumah kurang (tidak adekuat).
7.    Pemeriksaan fisik
a.    Keadaan umum  : Compos mentis, keseluruhannya terlihat baik, namun nyeri pada bagian hidung.
b.    Palpasi               : Nyeri tekan pada sinus
c.    Inspeksi             : Mukosa merah dan bengkak
8.    Tanda-tanda vital
a.    Suhu                  : 38ºC
b.    Nadi                   : 84 /menit
c.    Tekanan Darah  : 120/80 mmHg
d.    RR                     : 25 /menit
e.    BB                     : 62 kg
f.     Tinggi badan     : 170 cm


7.    Pemeriksaan Persistem
a.    B1 (breathing)   : Tidak teratur, sesak, suara nafas ronkhi berhubugan dengan adanya secret kental pada hidung
b.    B2 (blood)         : Normal
c.    B3 (brain)          : Pasien composmentis
d.    B4 (bladder)      : Normal
e.    B5 (bowel)         : Nafsu makan menurun, porsi makan menurun  dan BB  turun
f.     B6 (bone)        : Kelemahan otot dan malaise
8.    Pola fungsi kesehatan
a.    Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya Tn. N menkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping.
b.    Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan Tn. N berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c.    Pola istirahat dan tidur : selama di rumah sakit klien merasa tidak dapat istirahat karena Tn. N sering pilek
d.    Pola Persepsi dan konsep diri : Tn. N sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri menurun
e.    Pola sensorik : daya penciuman Tn. N  terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
9.      Pemeriksaan fisik
1)      Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
2)      Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinoskopi (mukosa merah dan  bengkak).
10.  Pemeriksaan diagnostik
a.    Pemeriksaan transilumasi (untuk sinus maksila dan sinus frontal)
Untuk mengetahui daerah gelap yang tampak pada daerah infraorbita, berarti antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
b.     Pemeriksaan radiologi
Adanya kelainan di sinus para nasal.
c.    Sinoskopi
Adanya sekret dan jaringan granulasi.
d.    Pemeriksaan CT Scan
Adanya meatus medinus dan meatus superior.

VII.          Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah
1.
DS :
Pasien mengeluh nyeri kepala.
DO :
Pasien tampak gelisah, didapati skala nyeri 8, RR= 25 x/ menit.

Inflamasi pada sinus frontal

Peradangan

Nyeri pada kepala
Nyeri
2.
DS :
Pasien mengeluh sesak nafas.
DO :
Ada retraksi dinding dada, penggunaan pernafasan cuping hidung, suara nafas ronkhi, RR=25 x/menit.

Inflamasi pada sinus frontal

Produksi secret meningkat

Akumulasi secret

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Ronkhi

Sesak nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif




3
DS :
Pasien mengeluh tidak bisa tidur dengan nyenyak.
DO :
Gelisah, lemas, mata cowong, tidur kurang dari 6-8 jam perhari.
Inflamasi

Rasa tidak nyaman karena hidung tersumbat (buntu)

Tidur tidak nyenyak
Gangguan istirahat; tidur berhubungan dengan hidung tersumbat (buntu)






VIII.       Rencana Keperawatan
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1
Nyeri: kepala, tenggorokan berhubungan dengan peradangan pada hidung.

Nyeri yang dirasakan klien berkurang atau menghilang dalam waktu 1x24 jam.

KH :
1.     Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau menghilang.
2.     RR=16-20 x/menit, Nadi=60-100x/menit, ekspresi wajah klien tidak menyeringai lagi.
3.     Skala nyeri 2


Kolaborasi:
·      Berikan obat analgesic.



Mandiri:
·      Ajarkan teknik distraksi atau pengalihan nyeri dan teknik relaksasi.


·      Observasi tanda-tanda vital, keluhan klien serta skala nyeri

·      Obat analgesic dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri.

·      Teknik distraksi diharapkan bisa menurunkan skala nyeri setelah pengobatan dengan obat analgesic.
·      Observasi dilakukan
untuk memastikan bahwa nyeri berkurang yang ditandai dengan RR dalam skala normal.
2
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret yang mengental.

Jalan nafas kembali efektif dalam waktu 10-15 menit.

KH :
1.     Klien tidak lagi menggunakan pernafasan cuping hidung
2.     Tidak adanya suara nafas tambahan
3.     Ronkhi (-)
4.     RR= 16-20 x/menit
5.     Tidak adanya retraksi dinding dada

Kolaborasi:
·      Berikan nebulizing.






·      Foto thoraks dada serta melakukan clapping atau vibrasi.


·      Lakukan suctioning (pada px. yang mengalami penurunan kesadaran dan tidak mampu melakukan batuk efektif).

Mandiri:
·      Ajarkan batuk efektif (pada px. yang tidak mengalami penurunan kesadaran dan mampu melakukan batuk efektif).

·      Observasi tanda tanda vital


·      Nebulizing dapat mengencerkan secret dan berperan sebagai bronkodilator untuk melebarkan jalan nafas.
·      Mengetahui letak secret dan mengakumulasi secret di supsternal sehingga mudah untuk di drainase.
·      Mengeluarkan secret dari paru.







·      Mengeluarkan secret dari jalan nafas khusunya pada pasien yang tidak mengalami penurunan gangguan kesadaran dan bisa melakukan batuk efektif.
·      Untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien.
3
Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung tersumbat.

Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.

KH :
1.    Klien dapat tidur 6-8 jam perhari
2.    Tidak gelisah
3.    Mata tidak cowong
4.    Klien tidak lemas

Kolaborasi:
·       Berikan obat tidur

Mandiri:
·       Kaji kebutuhan tidur klien.




·       Ciptakan suasana yang nyaman.

·      Agar klien dapat tidur.

·      Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan ; istirahat klien.
·      Klien dapat tidur dengan tenang.



·        
·       

IX.             Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
NO
DX
TANGGAL
/WAKTU
IMPLEMENTASI
EVALUASI
PARAF
1






1
7 April 2014 / 15.00 WIB
1.     Mengkaji tingkat nyeri pada klien
2.     Melatih nafas dalam
3.     Menjelaskan akibat dan sebab nyeri tersebut
4.     Mengkaji tanda – tanda vital.
5.     Mengajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi
6.     Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat.
S : klien mengatakan nyeri berkurang
O : klien terlihat nyaman dan tenang
-          TD : 140/80 mmHg
-          T : 36
-          N : 80 x/m
-          RR : 17 x/m
A : masalah teratasi
P : intervensi dilanjutkan
I : tindakan dilanjutkan
E : nyeri pada luka klien berkurang dan masalah teratasi



2







2
8 April 2014/ 08.00 WIB
1.    Mengkaji tingkat penumpukan secret yang menganggu
1.    Memberikan rasa aman dan nyaman
2.     Mengatur posisi klien
3.     Melakukan pemeriksaan tanda- tanda vital
4.     Mengajarkan nafas dalam dan batuk efektif
5.     Melakukan tindakan sunction
6.     Kolaborasi  dengan tim medis

S : klien mengatakan pola nafasnya normal
O : klien terlihat nyaman dan tenang
-          TD : 140/80 mmHg
-          T : 36
-          N : 80 x/m
-          RR : 17 x/m
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
I : tindakan dihentikan
E :  pola nafas klien normal dan masalah teratasi

3



3














1.    Mengkaji pola tidur klien setiap hari
2.     Memberikan konsep dasar manusia rasa aman dan nyaman pada pola istirahat dan tidur.
3.    Memeriksa tanda – tanda vital.
4.     Kolaborasi dengan tim medis saat pemberian obat
S : klien mengatakan tidur dengan nyaman
O : klien terlihat tenang saat istirahat dan tidur
TD : 140/80 mmHg
T : 36
N : 80 x/m
RR : 17 x/m
P : intervensi dihentikan
I : tindakan dihentikan
E : masalah teratasi dan kualitas tidur klien sesuai dengan kebutuhan













BAB 4
PENUTUP


I.         Simpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus International tahun 1995 membagi sinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan disebabkan oleh streptococcus pneumonia  (30-50%) dan kronik yang lebih disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.

II.      Saran
Banyak komplikasi yang terjadi pada penderita sinusitis, yakni menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, juga dapat menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. Namun komplikasi ini dapat menurun dengan pemberian antibiotic dan dekongestan sejak dini (awal terjangkitnya sinusitis) untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, dan perubahan menjadi kronik.










DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. Asuhan Keperawatan Sinusitis. http://ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_ sinusitis.html, diakses tanggal 22 November 2010
Anonim2. Askep Sinusitis. http://putrisayangbunda.blog.com/2010/02/10/askep-sinusitis/, diakses tanggal 22 November 2010
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
Higler, AB. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC
Soepardi, EA. 2007. Buku Ajar Ilmu Kersehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Gaya Baru



DOWNLOAD FILE :



Post a Comment

Previous Post Next Post