LAPORAN PENDAHULUAN : HERPES GENITALIS




1.1               Latar Belakang
Sama seperti halnya dengan kulit ditempat lain, kulit pada vulva yang mudah terkena gesekan atau luka dapat mengalami infeksi oleh kuman patogen kulit. Bisul dapat timbul pada kulit vulva, terutama apabila standar higiene rendah. Kadang-kadang dapat terjadi ulkus multipel, terutama pada wanita berekonomi rendah, dan disebabkan oleh infeksi stafilococcus. Ulkus ini dangkal  berdasar keabuan dan mengeluarkan discharge dengan edema disekitarnya. Vulva terasa sangat nyeri bila ditekan. Meskipun sebagian discharge vagina ( mukus ) adalah fisiologis dan hampir selalu ada, jika jumlahnya menjadi banyak atau abnormal (berdarah atau membasahi pakaian), mengiritasi, atau dengan bau yang mengganggu dianggap patologis. Discharge  patologis seringkali disertai iritasi vulva. Umumnya keadaan  patologis disebabkan oleh infeksi vagina atau serviks. Penyebab lain dapat berupa tumor uterus, stimulasi psikis atau estrogenik, trauma,  benda asing ( tampon yang tertinggal ), pencucian vagina secara  berlebihan ( terutama dengan obat iritan ), dan atrofi vulvovagina ( hipoestrogennisme ).
Tak kurang dari 25% dari populasi wanita pernah mengalami herpes genitalis. Namun, 90% diantaranya terlambat didiagnosis. Meski penyakit ini tidak mematikan, orbiditas dan dampaknya terhadap kualitas hidup sangat besar. Selain tanda dan gejala yang tidak khas. Penyakit ini memiliki angka rekurensi yang sangat tinggi. Oleh karenanya, pemilihan terapi yang tepat mutlak diperlukan.

1.2               Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan :
Anatomi dan fisiologi Genitalia Wanita
Etiologi Herpes Genitalis
Epidemiologi Herpes Genitalis
Gejala dan Tanda Herpes Genitalis
Diagnosa Herpes Genitalis
Diagnosis Banding Herpes Genitalis
Pengobatan Herpes Genitalis
Prognosa Herpes Genitalis
Pencegahan Herpes Genitalis

1.3               Manfaat
Makalah Ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai  pihak. Pihak-pihak tersebut diantaranya adalah sebagai berikut, yaitu: (1) bagi pembaca, bermanfaat untuk menambah pengalaman membaca mengenai Herpes Genitalis dan (2) bagi penulis untuk menambah dan memperdalam wawasan khususnya tentang Herpes Genitalis.


 















BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1     Definisi Herpes Genitalis
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa  pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung  baik primer maupun rekurens. Herpes genitalis, atau herpes simpleks virus tipe dua disebarkan melalui kontak langsung pada kulit dengan individu lain yang terinfeksi dengan penyakit tersebut. Ini adalah salah satu cara ditularkannya penyakit herpes genitalis dari satu orang ke orang lain. Virus herpes simpleks tipe dua ini hidup di dalam molekul kecil yang ada pada kulit dan selaput lendir. Untuk menginfeksi individu lain, virus herpes simplex masuk melalui lecet kecil yang ada pada kulit dan terkadang melalui selaput lendir yang terletak di mulut atau daerah genital dari individu yang terinfeksi penyakit herpes genitalis.

2.2     Anatomi dan Fisiologi Genitalia wanita
Genitalia wanita secara anatomi terdiri dari genitalia eksterna wanita dan genitalia interna wanita.
1.         Anatomi Genitalia wanita Eksterna
Genitalia eksterna wanita atau vulva terdiri dari mons pubis, labia mayora, clitoris, vestibulum dan kelenjar-kelenjarnya, meatus uretra, dan introitus vagina. Mons veneris adalah tonjolan bulat dan  jaringan lemak diatas simfisis pubis. Labia mayora adalah dua buah lipatan kulit lebar yang membentuk batas lateral vulva. Kedua labiya mayora bertemu dibagian anterior di mons veneris untuk membentuk komisura anterior. Labia minora adalah dua lipatan kulit yang sempit dan berpigmen yang terletak antara labiya mayora dan menutupi vestibulum, yang merupakan daerah antara kedua labia minora. Di anterior kedua labium membentuk prepusium klitoris. Klitoris, seanalog dengan penis, terdiri dari jaringan erektil dan banyak mengandung ujung saraf. Klitoris meiliki satu glans dan dua korpora kavernosa. Meatus uretra eksternal terletak dibagian anterior vestibulum dibawah klitoris. Kelenjar Bartholin atau kelenjar vulvovaginal berukuran sebesar kacang polong terletak  posterolateral dari ofisium vagina, menghasilkan cairan encer  berfungsi sebagai lubrikan vagina. Dibagian inferior labia minora bersatu pada komisura  posterior untuk membentuk fourchette. Perineum adalah daerah antara fourchette dan anus. Himen adalah lipatan jaringan berbentuk  bulat yang sebagian menutupi introitus vagina. Introitus vagina adalah batas antara genitalia eksterna dan terletak dibagian bawah vestibulum.
2.         Anatomi Genitalia interna wanita
Genitalia interna wanita, terdiri dari vagina yang merupakan saluran berdinding otot, yang berjalan keatas dan agak kebelakang, tegak lurus dengan uterus.vagina terletak antara kandung kemih dibagian enterior dan rektum diposterior. Dinding vagina terdiri dari rugae, atau lipatan transversal. Bagian bawah serviks menojol kedalam bagian atas vagina dan membaginya menjadi empat forniks. Forniks anterior dangkal dan tepat posterior dari kandung kemih. Forniks posterior dalam dan tepat anterior dari kantong rektovaginal, yang disebut sebagai cul-de-sac ( kantong ) douglas.
Visera pellvis terletak tepat diatas kantong ini. Tuba fallopii dan ovarium mungkin dapat dipalpasi di forniks lateral. Suplai arteri untuk vagia berasal dari arteri iliaka interna, uterina dan hemoroidalis media. Cairan limfe sepertiga bawah vagina mengalir kedalam nodus inguinal. Cairan limfe dua pertiga atas memasuki nodus hipogastrik dan sakral. Uterus adalah suatu organ berongga dan berotot dengan rongga kecil dibagian tengahnya, bagian atas disebut fundus.rongga uterus berbentuk segitiga dengan dibatasi oleh orifisium servikal interna dibagian bawah dan tempat masuknya tuba fallopii dibagian atas. Uterus bergerak bebas dan terletak dibagian tengah rongga pelvis. Uterus disokong oleh ligamentum latum dan uterosakral dan juga oleh lantai pelvis.peritonium menutupi fundus dibagian anterior kebawah sampai setinggi orifisium servikal internal. Dibagian posterior, perineum menutupi uterus sampai kekantong douglas. Fungsi uterus adalah dalam proses melahirkan anak. Serviks adalah bagian uterus di dalam vagina. Kanal servikal terdapat di antara orifisium servikal eksterna sampai orifisium interna, dan melanjutkan diri kedalam rongga fundus. Dengan bertambahnya kadar estrogen, orifisium servikal eksterna mulai berdilatasi dan sekresi mukus serviks menjadi jernih dan encer. suplai darah ke uterus berasal dari arteri uterina dan ovarium. Cairan limfe fundus masuk ke dalam nodus lumbal. Tuba fallopii atau oviduct, memasuki fundus pada aspek superiornya. Tuba ini adalah pipa otot kecil yang terentang keluar kedalam ligamentum latum kearah dinding pelvis. Ujung lain dari tuba ini terbuka kedalam rongga peritoneum didekat ovarium.ujung-ujung ini dekelilingi oleh tonjolan berbentuk jumbai disebut Fimbriae. Fungsi utama tuba fallopii adalah sebagai saluran sel telur dari ovarium sisi yang sama ke uterus, perjalanan sel telur memakan waktu beberapa hari. Ovarium adalah stuktur berbentuk buah almon dengan  panjang 3-4 cm melekat pada ligamentum latum. Fungsi utama ovarium adalah oogenesis dan produksi hormon. Ovarium tuba fallopii dan ligamentum penyokongnya disebut adneksa.
3.         Fisiologi Reproduksi genitalia wanita
Fisiologi Reproduksi wanita ditandai oleh siklus kompleks. Pelepasan ovum bersifat intermitten dan sekresi hormon-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklik yang lebar. Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon seks ini juga mengalami perubahan siklik, dengan yang paling jelasa adalah siklus haid bulan. Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovariu saat ovulasi. Jika  pembuahan tidak terjadi maka siklus berulang, jika pembuahan terjadi maka siklus berhenti sementara sistem pada wanita tersebut  beradaptasi untuk memelihara dan melindungi makhluk hidup yang  baru terbentuk sampai ia berkembang menjadi individu yang mampu hiup diluar lingkungan ibu. Ovarium, sebagai organ primer reproduksi wanita, melakukan fungsi ganda menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon seks wanita, estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini bekerja sama untuk mendorong fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Estrogen pada wanita mengatur banyak fungsi serupa yang dilakukan oleh testosteron pada pria, misalnya pematangan dan  pemeliharaan keseluruhuan sistem reproduksi wanita dan membentuk karakteristik seks sekunder wanita.
Secara umum, kerja estrogen penting dalam proses-proses prakonsepsi. Estrogen penting dalam pematangan dan pembesaran ovum, pembentukan karakteristik fisik menarik secara seksual bagi pria, dan transpor sperma dari vagina ke tuba uterina. Selain itu, estrogen ikut berperan dalam perkembangan payudara dalam antisipasi menyusui. Steroid ovarium lainnya, progesteron penting dalam mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk memelihara mudigah/janin serta  berperan dalam kemampuan payudara untuk menghasilkan susu. Seperti pada pria, kemampuan reproduksi dimulai saar  pubertas pada wanita, tetapi tidak seperti pada pria, yang memiliki  potensi reproduksi seumur hidupnya, potensi reproduksi wanita terhenti selama usia pertengahan saat menopouse. Dalam keadaan tidak hamil, fungsi reproduksi wanita dikontrol oleh sistem kontrol umpan balik negatif yang kompleks dan siklik antara hipotalamus (GnRH), hipofisis anterior (FSH dan LH), dan ovarium (estrogen,progesteron, dan inhibin). Selama kehamila, hormon-hormon plasenta menjadi faktor pengontrol utama. Ovarium melakukan fungsi ganda dan saling terkait berupa oogenesis (menghasilkan ovum) dan sekresi estrogen,progesteron. Terdapat dua unit endokrin ovarium yang secara berurutan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut ; folikel dan korpus luteum.

2.3     Etiologi Herpes Genitalis
VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang Merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karaktersitik pertumbuhan pada media kultur, antigenic maker, dan lokasi klinis (tempat predileksi). Floward dan Cushing adalah yang  pertama kali mengemukakan bahwa ada hubungan antara herpes virus hominis dengan sistem saraf. Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes simpleks :
1.    Virus simpleks tipe I (HSV I).
Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut herpes simpleks saja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpes febrilis. Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui udara sebagian kecil melalui kontak langsung. Lesi umunya dijumpai pada tubuh bagian atas. Termasuk mata dan rongga mulut, selain itu, dapat juga dijumpai didaerah genitalia, yang penularannya lewat orogenital (oral sex)
2.    Virus simpleks tipe II (HSV II).
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual. Tetapi dapat  juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter/dokter gigi dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh dibawah pusar, terutama daerah genitalia lesi eksternal-genital dapat  pula terjadi akibat hubungan seksual orogenital.

2.4     Epidemiologi Herpes Genitalis
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (V.H.S). tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi V.H.S II biasanya terjadi pada dekade II dan III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

2.5     Gejala dan Tanda
Infeksi HVS ini berlangsung dalam 3 tingkat :
1.   Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang keatas terutama didaerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak. Inokulasi kulit pada perawat, dokter gigi, atau pada orang yang mengigit jari. Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat  prediksi didaerah pinggang ke bawah, terutama bagian genital, juga dapat menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus. Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual seperti orogenital, sehingga herpes yang terdapat di daerah genital kadang-kadang disebabkan oleh virus HVS tipe I sedangkan di daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise, dan anoreksia, dan dapat ditemukan Epembengkakan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang  berkelompok diatas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan  jernih kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sehinga memberi gambaran yang tidak jelas. Umunya didapati pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi serviks.
2.    Fase laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejeala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis.
3.   Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dala keadaan tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme  pacu itu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang.
Gejala klinis timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala  prodomal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada/tempat yang sama (loco) atau temat lain/tempat disekitarnya (nonloco). Serangan pertama herpes genitalis merupakan serangan  paling berat. Kejadian ini terjadi setelah kontak seksual dengan orang yang telah sembuh dari herpes genitalis. Permukaan dalam labia mayora adalah bagian paling mungkin terinfeksi. Setelah rasa gatal dan rasa terbakar yang berlangsung singkat, timbul kumpulan  benjolan yang terasa pedih, yang kemudian menjadi vesikel setelah 24 jam. Vesikel cepat mengalami ulserasi membentuk ulkus multiple yang dangkal dan terasa pedih. Jaringan disekitarnya menjadi edematus dan dapat timbul infeksi sekunder, yang justru memperberat edema dan nyeri. Pada beberapa kasus lesi seperti ini menyebabkan rasa nyeri dan kesulitan miksi. Setelah 5 hari, ulkus menjadi krusta dan sembuh perlahan-lahan , penyembuhan terjadi setelah 7-12 hari setelah muncul vesikel. Dalam masa ini dan setelah 7 hari sembuh, virus dilepaskan dari daerah yang terinfeksi. Virus  juga masuk kedalam sarung mielin saraf sensorik yang mensarafi daerah yang terinfeksi, naik dan tinggal di radiks ganlion dorsalis. Virus ini kemungkinan bersifat dornan selama kehidupan seseorang atau terjadi reaktivasi dan turun kembali lewat sepanjang saraf sehingga timbul serangan herpes yang baru.
Serangan kedua dan berikutnya kurang berat tetapi menyebabkan rasa tidak nyaman yang mengganggu dan meganggu hubungan seksual. Rekurensi sekali terjadi pada 30 % wanita yang terkena, dan antara 2-5 % dapat mengalami serangan rekurens, kadang-kadang lebih dari 6 kali setahun. Kekerapan rekurens semakin berkurang dengan berlalunya waktu dan mungkin berhenti sama sekali. Pada kebanyakan kasus, penyebab rekurensi tidak diketahui, tetapi lebih sering terjadi pada fase luteal siklus menstruasi, jika wanita mempunyai infeksi penyakit seksual wanita lainnya, atau jka mengalami stres emosional.

2.6     Herpes genitalis pada kehamilan
Herpes genitalis pada kehamilan perlu mendapat perhatian yang serius, karena melalui plasenta virus dapat masuk kesirkulaasi fetal dan membahaykan bagi janin karena dapat menimbulkan kerusakan atau kematian. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%, separuh yang hidup, menderita cacat neurologik dan kecacatan mata. Kelainan pada bayi dapat berupa ensefalitis, keratokonjungtivitis atau hepatitis. Disamping itu dapat pula timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus secara secsio. Caesaria bila pada kasus melahirkan seorang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dia

2.7     Diagnosa Herpes genitalis
Adanya banyak ulkus menegakkan diagnosis sementara herpes genitalis, yang harus dikonfirmasi dengan menusuk vesikel untuk mendapatkan cairan vesikel atau dengan menggosok vesikel dengan ujung kapas lidi (setelah mengoleskan lignokain 20%  beberapa menit sebelumnya) untuk mendapatkan sel epitel dan mengirimkannya dalam medium transpor virus untuk dibiakkan.
2.8     Diagnosis Banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo vesiko bulosa. Pada daerah genitalia harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, dan ulkus mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit venerum.

2.9     Pengobatan Herpes Genitalis
Sampai saat ini belum ada terapi yang memberikan  penyembuhan radikal, artinya tidak ada pengobatan yang dapat mencegah episode rekurens secara tuntas. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat yang topikal berupa salap/krim yang mengandung  preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-p) dengan cara aplikasi, yang sering dengan interval beberapa jam. Preparat asiklovir (zovirax) yang dipakai secara topikal nampaknya memberikan masa depan yang cerah. Asiklovir ini cara kerjanya menganggu replikasi DNA virus. Klinis hanya bermanfaat jika keadaan sedang aktif. Jika timbul ulserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral dengan preparat asiklovir tampaknya memberikan hasil yang baik.

2.10 Prognosa Herpes Genitalis
Prognosis cukup baik, bila semua lesi diobati dengan tekun dan menyeluruh.

2.11 Pencegahan Herpes Genitalis
1.      Penggunaan kondom saat melakukan hubungan seksual.
Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual dapat menjadi pencegahan herpes genitalis yang paling sederhana dan mudah. Hal ini karena herpes genitalis ditularkan melalui alat kelamin.
Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan kondom secara konsisten memiliki risiko 30% lebih rendah tertular penyakit herpes genitalis dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Karena virus herpes simplex tipe 2 ini tidak dapat menembus kondom yang terbuat dari bahan lateks.
Namun, kondom tidak bisa 100% efektif dalam pencegahan herpes genitalis, karena kondom tidak menutupi semua daerah kulit individu yang terinfeksi dan individu yang tidak terinfeksi. Penelitian menemukan bahwa kulit di sekitar skrotum individu yang terinfeksi seperti kulit pada anus, bokong atau paha atas juga dapat menularkan penyakit herpes genitalis. Sedangkan kondom tidak menutupi daerah tersebut.
2.      Melindungi diri dari kontak kulit secara langsung
Salah satu contohnya adalah dengan mengenakan pakaian atau pakaian dalam seperti yanag digunakan seorang petinju. Sehingga dapat membantu untuk melindungi daerah yang rentan terjadinya kontak kulit namun masih memungkinkan akses terjadinya hubungan seksual yang melalui lubang kecil pada pakaian dalam. Jenis pencegahan herpes genitalis ini bisa lebih efektif dalam membantu mencegah penularan infeksi, tetapi tentu saja tidak 100% dapat diandalkan.
3.      Gunakan dental dam
Selain menggunakan kondom, sebagai pencegahan terjadinya kontak kulit dengan penderita herpes genitalis, ada juga kondom dalam bentuk lain yang biasa disebut dental dam. Dental dam digunakan di mulut agar tidak terjadi kontak kulit antara penderita herpes genitalis ke mulut individu lain yang tidak terinfeksi.
4.      Gunakan obat antivirus
Beberapa obat antivirus bisa menjadi pencegah herpes genitalis menulari seseorang. Penggunaan obat antivirus ini dibarengi dengan menggunakan kondom dan dental dam secara bersama-sama. Hal ini dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya penularan virus herpes simplex tipe 2 dari satu individu yang terinfeksi penyakit herpes genitalis kepada individu lain yang tidak terinfeksi. Penggunaan kondom telah terbukti mengurangi risiko penularan sekitar 50%, namun hal ini ternyata lebih efektif dalam mencegah penularan penyakit herpes genitalis dari laki-laki kepada wanita, dibandingkan dari wanita kepada laki-laki.
 

 
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
1.         Identitas
Nama                        : Ny. A
Usia                           : 26 tahun
Jenis Kelamin           : Perempuan
Suku/Bangsa             :Jawa/Indonesia
Agama                      : Hindu
Pekerjaan                  : Ibu Rumah Tangga
Alamat                      : Jl. Mangga Sleman Jogjakarta
Tanggal MRS           : 5 Oktober 2014
Diagnosa Medis        : Herpes Genetalia
Keluhan Utama         : Gatal dan nyeri pada kemaluan
2.      Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. A mengeluh adanya rasa tidak nyaman dan adanya lepuhan yang bergerombol dan  dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluannya. Sebelumnya Ny. A mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. A mengeluh nyeri di daerah kemaluannya apalagi saat BAK.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini, pasien juga tidak memiliki alergi. Jika merasa gatal biasanya diolesi minyak kayu putih bisa hilang dengan sendirinya.
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pernah terkena herpes simpleks sebelumnya, tapi herpes menyerang daerah bibir dan sekitarnya. Dua minggu yang lalu penyakitnya kambuh tapi sekarang sudah sembuh.
5.      Pemeriksaan Fisik
a.    Pemeriksaan TTV
Tekanan Darah       : 110/80 mmHg,
Nadi                        : 74 kali/menit,
RR                          : 23 kali/menit,
Suhu                       : 38,3 0 C
b.    Pemeriksaan B1 – B6
1.      B1 ( Breathing )
Paru – paru
Inspeksi        : Simetris, statis, dinamis
Palpasi          : Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi          : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi     : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
2.      B2 ( Blood )
Jantung
Inspeksi        : Simetris, statis, dinamis
Palpasi          : Teraba normal
Perkusi          : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi       : Normal (S1 S2 tunggal)
3) B3 ( Brain )
Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
4) B4 ( Bladder )
Disuria, BAK 5x sehari, adanya lepuhan yang bergerombol dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair pada daerah kemaluan.
5) B5 ( Bowel )
Nafsu makan agak menurun, tetapi porsi makanan tetap habis.
Inspeksi                 : Datar
Palpasi                   : Supel, tidak ada massa
Perkusi                  : Timpani
Auskultasi             : Bising usus ( + )
6) B6 ( Bone )
Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas maupun bawah. Kulit lembab, bersih, turgor baik, tidak terdapat pitting edema, warna kulit sawo matang, tidak ada hiperpigmentasi.
6. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan jika ada keluarga yang sakit maka segera dibawa tempat pelayanan kesehatan terdekat baik itu poliklinik maupun dokter.
b.  Pola Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan dengan porsi sedang 3 x sehari ditambah makanan ringan serta minum 4 gelas/ hari. Namun saat sakit nafsu makan pasien berkurang, tetapi tidak sampai kehilangan nafsu makan. Di rumah sakit pasien masih dapat menghabiskan porsi makannya.
c. Pola Eliminasi
Untuk BAK pasien mengalami gangguan selama sakitnya, walaupun pasien tetap kencing dengan frekuensi seperti biasanya, tetapi pasien merasa nyeri saat berkemih.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit pasien tidak ada keluhan dengan kebiasaan tidurnya yaitu 6- 8 jam/ hari. Ketika sakit pasien kadang mengeluh kesulitan untuk tidur karena merasakan nyeri dan gatal pada daerah genetalia.
e.  Pola Persepsi Dan Kognitif
Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera pasien masih berfungsi dalam batas normal.
f.  Pola Aktivitas
Pasien mampu beraktivitas seperti biasanya, tapi agak mengurangi aktivitasnya karena pasien merasakan nyeri saat berjalan.
g.  Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri
Pasien kurang tahu kondisi penyakitnya saat ini tetapi akan berusaha menerima segala kondisinya saat ini. Pasien tidak merasa malu dan rendah diri dengan kondisinya saat ini.
h. Pola Peran Dan Hubungan
Pasien tidak mengalami masalah dalam hubungan sosialnya. Pasien merupakan ibu rumah tangga.
i. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Pasien berjenis kelamin perempuan, sudah menikah dan mempunyai seorang anak. Selama sakit pola seksualitas terganggu.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Pasien merasa yakin bahwa suatu saat penyakitnya akan sembuh, tetapi harus memerlukan suatu usaha dan tak lupa untuk terus berdoa.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan/ Agama
Pasien masih menjalankan ibadah rutin.

B.     Diagnosa
1.      Nyeri akut b.d agent cedera biologis
2.      Hipertermi berhubungan dengan penyakit
3.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan agen biologis
4.      Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh

C.    Intervensi
No
Dx
Kriteria Hasil
Intervensi
1
Nyeri akut b.d agent cedera biologis

Dalam waktu 1x24 jam nyeri klie berkurang.
Kriteria Hasil:
-Klien mengungkapkan nyeri hilang / berkurang.
-Menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara benar .
-Klien menyampaikan bahwa orang lain memvalidasi adanya nyeri.

1. Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri. 
2. Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri.
3. Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responsnya terhadapnyeri; akui adanya nyeri, dengarkan dan perhatikan klien saatmengungkapkan nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya.
4. Kaji adanya kesalahan konsep pada keluarga tentang nyeri atautindakannya.
5. Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebabrasa nyeri.
6. Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi, relaksasi,imajinasi dan ajarkan tehnik / metode yang dipilih.
7. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien
8. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesik
9. Pantau TTV
10. Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa nyeri.

2
Hipertermi berhubungan dengan penyakit

Dalam 1x24 jam suhu badan klien normal.
Kriteria Hasil
-Suhu tubuh dalam rentang normal
-Nadi dan RR dalam rentang normal

1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor nadi dan RR
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
5. Tingkatkan sirkulasi udara

3
Gangguan pola tidur berhubungan dengan agen biologis

Dalam 2x24 jam tidur klien berkualitas.
Kriteria hasil
- Perasaan fisik dan psikologis yang nyaman
- Banyaknya nyeri yang dilaporkan berkurang
- Jumlah jam tidur tidak terganggu
- Tidak ada masalah dengan pola dan kualitas istirahat
- Perasaan segar setelah tidur atau istirahat.

1.      atur posisi yang nyaman sesuai kebutuhan klien
2.      ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
3.      managemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
4.      kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian antinyeri
4
Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh

Dalam 2x24 jam klien percaya diri terhadap fungsi seksual.
Kriteria hasil
- Pemulihan seksual: menunjukkan pemulihan seksual
- Pengendalian penyakit menular sek (PMS)
- Mengungkapkan kenyamanan seksual.

1. Pantau disfungsi seksual(peningkatan kualitas keintiman)
2. Konseling seksual
3. Berikan informasi untuk meningkatkan fungsi seksual
4. Diskusikan efek penyakit terhadap seksualitas
























BAB IV
PENUTUPAN

       I.            Kesimpulan
Eritrasma adalah suatu peradangan superfisialis ringan yang terlokalisasi pada kulit dan menahun, yang disebabkan oleh bakteri yang erat kaitannya dengan bakteria Coryneform aerobic, yang biasanya diketahui sebagai minutissimum.
Peyakit ini bersifat universal, namun lebih banyak terlihat di daerah tropik. Eritrasma sering terjadi pada penderita Diebetes melitus. Untuk diagnosis, gambaran klinik yang khas dengan  pemeriksaan lampu Wood yang positif serta pemeriksaan gram. Lama pengobatan bervariasi 1 hingga 2 minggu, fusidin topical dan tetrasiklin dapat pula diberikan. Faktor higiene penting untuk  pencegahan.


















DAFTAR PUSTAKA

FKUI. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius.
Rassner. (1995). Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC.
Wikipedia, (2010). Herpes Zoster. Http://id.wikipedia.com.
Harahap, Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta.
Djuanda, Adhi. (1999) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI. Jakarta
Smeitzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth. EGC. Jakarta







Post a Comment

Previous Post Next Post