1.1 Latar Belakang
Combutio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi di Indonesia dan Negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal dll). Di Indonesia angka kejadian luka bakar cukup tinggi, lebih dari 250 jiwa pertahun meninggal akibat luka bakar. Dikarenakan jumlah anak-anak dan lansia cukup tinggi di Indonesia serta ketidakberdayaan anak-anak dan lansia untuk menghindari terjadinya kebakaran, selain itu laki-laki cenderung sering mengalami luka bakar dibanding wanita (Rohman Azzam, 2008).
Pasien cedera luka bakar dianggap sebagai pasien trauma multiple, karena efek fisiologik dari luka bakar pada system organ. Selain itu, pada ceddera luka bakar, pasien sering mengalami cedera traumatik. Terdapat kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolik dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat. Biasanya terjadi pada pasiean dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang banyak. Sehingga penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus, disebabkan luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air, serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan pathogenesis tinggi atau terinfeksi (Pamela S. Kidd, 2010).
Tujuan penatalaksanaan luka bakar di Unit Gawat Darurat adalah menghentikan proses luka bakar, mempertahankan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi (ABC), mempertahankan jaringan yang ada, serta mencegah infeksi. Oleh sebab itu pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud asidosis metabolik luka bakar?
2. Apa penyebab dari asidosis metabolic luka bakar?
3. Bagaimana patofisiologi mengenai asidosis luka bakar?
4. Bagaimana penangangan medis dan tindakan keperawatan mengenai asidosid metabolic luka bakar?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain :
1. Mahasiswa/i mampu mengkolaborasikan berbagai aspek dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan klien.
2. Mahasiswa/i mampu menjamin kualitas asuhan holistic secara kontinu dan konsisten.
3. Mahasiswa/i mampu menggunakan proses keperawatan dalam penyelesaian masalah klien.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Clevo & Margareth, 2012).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau ekspose dengan sumber panas (thermal), kimia elektrik dan radiasi. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya. (Andra & Yessie, 2013).
Kegawatdaruratan yang dapat muncul pada penderita luka bakar salah satunya adalah asidosis metabolic dimana terjadi ketidakseimbangan asam basa yang disebabkan oleh perfusi jaringan yang tidak adekuat, adanya peningkatan produksi asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikabornat serum. Kondisi ini akhirnya menyebabkan asidemia atau keasaman darah, dimana pH arteri turun hingga dibawah 7,35. Biasanya terjadi pada pasien dengan luka bakar yang cukup luas, karena kehilangan cairan yang banyak. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat mempengaruhi system saraf pusat dan menyebabkan koma (Pamela S. Kidd, 2010).
2.2 Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
· Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
· Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
2.3 Anatomi dan Fisiologi
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi, panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
1. Lapisan epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b. Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e. Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2. Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
c. Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau hypodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
4. Kelenjar kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
2.4 Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy sumber panas ke tubuh, dapat dikelompokan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi diwajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalannapas dengan gejala sesak napas, takipne, stidor, suara parau dan dahak berwarna gelap. Dapat juga terjadi keracunan gas CO (karbon monoksida) sangat kuat yang terikat dengan hemoglobin sehingga tidak mampu mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual dan muntah (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).
Kulit dengan luka bakar akan mengalami keruksan epidermis, dermis maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas atau penyebabnya. Dalamnya luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dlam sel mengakibatkan kebocoran cairan intrakapiler ke intrasisial sehingga terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan intrasisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel, dengan demikian mengakibatkan berkurangnya caitan intravaskuler. Diikuti penurunan curah jantung, maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal menurun yang akhirnya menyebabkan asidosis metabolic, aliran darah gastrointestinal menurun akibatnya resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancar yang jika tidak segera diatasi menyebabkan nekrosis.
Cedera panas menghasilakan efek local dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luasnya lebih dari 20%, dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin berkurang (Corwin, 2000).
Respon sistemik lainnya adalah anemia yang disebabkan oleh penghancuran sel darah merah secara langsung oleh panas, hemolysis sel darah merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak. Penurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka panjang dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah.
Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolic pada luka bakar adalah hipermetebolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin, dimana terjadi peningkatan temperature dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolic yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan. Sehingga test diagnostic yang dapat dilakukan pada pasien luka bakar yaitu pemeriksaan darah lengkap yang menunjukan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan dan AGD sebagai dasar penting untuk kecurigaan inhalasi, penurunan PaO2 atau PaCO2.
2.5 Klasifikasi Luka Bakar
1. Luka bakar ringan/ minor
a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
3. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
2.6 Penatalaksanaan
1. Pre Hospital
Seorag yang sedang terbakar akan merasa panik, dan akan berlari untuk mencari air. Hal ini akan sebaliknya memperbesar kobaran api karena tertiup oleh angina. Oleh karena itu, segeralah hentikan (stop), jatuhkan (drop), dan gylingkan (roll) orang itu agar api segera padam. Bila memilii karung basah, segera gunakan air atau bahan kain basah untuk memadamkan apinya. Sedangkan untuk kasus luka bakar karena bahan kimia atau benda dingin, segera basuh dan jauhkan bahan kimia dan benda dingin. Matikan sumber listrik dan bawa orang yang mengalami luka bakar dengan menggunakan selimut basah pada daerah luka bakar. Jangan membawa orang dengan luka bakar dalam keadaan terbuka karena dapat menyebabkan evaporasi cairan tubuh yang terekspose udara luar dan menyebabkan dehidrasi. Orang dengan luka bakar biasanya diberikan obat-obatan penahan rasa sakit jenis analgetik : Antalgin, aspirin, asame mefenamat sampai penggunaan morfin oleh tenaga medis.
2. Hospital
a. Resusitasi A, B, C
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus dicek airway, breathing dan circulationnya terlebih dahulu
· Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi,maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah : riwayat rerkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
· Breathing – eschar yang melingkari dada dapat menghambat gerakan dada untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan pernapasan, misalnya pneumothorax, dan fraktur costae.
· Circulation – luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas.
b. Resusitasi Cairan
Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu :
1) Cairan Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah:
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
· Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Larutan Koloid
· 2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1), (2), (3), diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh.
2) Cara Baxter
Merupakan cairan lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
Baxter = % luka bakar X BB (kg) X 4cc
Hari pertama diberikan elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama. Terapi cairan lebih diindikasikan pada luka bakar derajat II dan III dengan luas >25% atau pasien tidak dapat minim, tetapi cairan dapat dibentuk bila masukkan oral dapat menggunakan parenteral.
3) Infus, kateter, CVP, oksigen, kultur luka
4) Monitor urine dan CVP
5) Topical dan tutup luka
· Cuci luka dengan salvon : Nacl 0,9% (1:30)+ buang jaringan nekrotik
· Tulle
· Silver sulfa diazin tebal
· Tutup kassa tebal
· Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor
6) Obat-obatan
· Antibiotik : tidak diberikan bila pasien dating < 6 jam sejak kejadian.
· Bila perlu berikan antibiotic sesuai dengan pola kuman dan sesuai kultur.
· Analgetik : kuat (morfin, petidine)
· Antasida : kalau perlu
3. Tindakan Keperawatan
a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500 – 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup
c. Antibiotik topikal diganti satukali dalam satu hari, didahului hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2-3 kali sehari.
d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan sendi
e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa dicapai secepatnya dengan :
· Perawatan luka bakar yang lain
· Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat II atau III dalam
· Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan menambalnya secepat mungkin.
f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai dalam posisi baik.
g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang akan menggangu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses maturasi. Sebaiknya dipasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai dan anjuran untuk mengurangi edema dengan evaluasi daerah yang bersangkutan.
h. Antibiotic sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminglikosida yang efektif terhadap paseudomonas.
i. Suplementasi vitamin yang dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg.
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Eskaratomi dilakukan jika pada luka bakar derajat II yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan penjepitam dari eskar. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu membuat irisan memanjang yang membuka eskar sampai penjepitan bebas.
Debirdemen diusahakan sendi mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. (Arif, 2000)
Tags
Artikel Keperawatan