Hidrosefalus
adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hidrosefalus
merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya cairan serebro
spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal
(Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus
merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada
system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi
oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan
meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang –
ruang tempat mengalirnya liquor (Mualim, 2010)
Ruangan
CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari system
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan ruang
subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di
sebelah lateral ventrikel IV.
Aliran
CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke
ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke
ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.
III.
Etiologi
Hidrosefalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam system ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subaraknoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya. Tempat
yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi, foramen
Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Teoritis pembentukan
CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang normal akan meyebabkan
terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi, misalnya
terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada adenomata pleksus
koroidalis. Berkurangnya absorpsi CSS pernah dilaporkan dalam kepustakaan pada
obstruksi kronis aliran vena otak pada trombosius sinus longitudinalis. Contoh
lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah operasi koreksi daripada spina
bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk absorpsi.
Penyebab penyumbatan aliran CSS
yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
A.
Kelainan bawaan
(Kongenital)
Disebabkan
gangguan perkembangan janin dalam rahim (misalnya Malformasi aqrnold-Chiari
atau infeksi intrauterine
1.
Stenosis
akuaduktus Sylvii
merupakan penyebab
yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak (60% - 90%). Akuaduktus dapat
merupakan saluran buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa.
Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat
pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
2.
Spina bifida dan
kranium bifida
Hidrosefalus pada
kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat
tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan sereblum letaknya lebih
rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau
total.
3.
Sindrom
Dandy-Walker
Merupakan atresia
kongenital foramen Luschka dan Magendie dengan akibat hidrosefalus obstruktif
dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian
besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior.
4.
Kista arakroid
Dapat terjadi
kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5.
Anomali pembuluh
darah
Dalam kepustakaan
dilaporkan terjadinya hidosefalus akibat areurisma-arterio-vena yang mengenai
arteria serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus akibat
obstruksi akuaduktus.
B.
Infeksi
Akibat infeksi
dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan
subaraknoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi
bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di akuaduktus
Sylvii atau sisterna basalis. Lebih banyak hidrosefalus terdapat pasca
meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitisnya. Secara patologis terlihat penebalan
jaringan piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Pada
meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah
basal sekitar sisterna kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada
meningitis purulenta lokasinya lebih besar.
C.
Neoplasma
Hidrosefalus oleh
obstruksi mekanis yang dapat terjadi disetiap tempat aliran CSS. Pengobatan
dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak mungkin
dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS
melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari sereblum, sedangkan penyumbatan bagian depan ventrikel
III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
D.
Perdarahan
Telah banyak
dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjadi akibat orgisasi dari darah itu sendiri.
IV.
Tanda & Gejala
Manifestasi klinis
Hidrosefalus dibagi menjadi 2 yaitu :
A.
Hidrosefalus
dibawah usia 2 tahun
1.
Sebelum usia 2
tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
2.
Ubun-ubun besar
melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
3.
Dahi nampak
melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan pelebaran vena-vena
kulit kepala.
4.
Tulang tengkorak
tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot sign yakni bunyi seperti
pot kembang yang retak pada perkusi.
5.
Perubahan pada
mata.
§ Bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan
penipisan tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris
seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam
§ Strabismus divergens
§ Nystagmus
§ Refleks pupil lambat
§ Atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada
chiasma optikum
§ Papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih
terbuka.
B.
Hydrochepalus pada
anak diatas usia 2 tahun.
Yang lebih menonjol
disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra kranial oleh karena pada
usia ini ubun-ubun sudah tertutup.
V.
Komplikasi
A.
Infeksi dapat
menyebabkan meningitis (peradangan pada selaput otak), peritonitis (peradangan
pada selaput rongga perut), dan peradangan sepanjang selang Penggunaan antibiotik dapat meminimalkan
risiko terjadinya infeksi dan terkadang diperlukan tindakan pencabutan selang
shunt.
B.
Perdarahan
subdural(lokasi yang berada di bawah lapisan pelindung otak duramater)
Perdarahan subdural terjadi karena robekan pada pembuluh darah balik (vena).
Risiko komplikasi ini dapat diturunkan dengan penggunaan shunt yang baik.
C.
Obstruksi atau
penyumbatan selang shunt
Yang terjadi
pada selang shunt mengakibatkan gejala yang terus menerus ada atau timbulnya
kembali gejala yang sudah mereda. Sekitar sepertiga kasus hidrosefalus dengan
pemasangan shunt memerlukan penggantian dalam waktu 1 tahun. Sebagian besar
kasus (80%) memerlukan revisi dalam 10 tahun.
D.
Keadaan tekanan
rendah(low pressure)
Bila cairan yang
dialirkan terlalu berlebihan, maka dapat menjadi keadaan dengan tekanan rendah.
Gejaala yang timbul berupa sakit kepala dan muntah saat duduk atau berdiri.
Gejala ini dapat membaik dengan asupan cairan yang tinggi dan perubahan posisi
tubuh secara perlahan
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP
shunt adalah infeksi dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik
atau perpindahan didalam ventrikel dari bahan–bahan khusus (jaringan /eksudat)
atau ujung distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP
shunt sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK
yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk. Komplikasi yang
sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi umumnya akibat dari infeksi
pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu meliputi septik, Endokarditis
bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis, dan ventrikulitis.
Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural hematoma yang di
sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan intrakranial dan ukurannya.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses abdominal, perforasi
organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat pemasangan), fistula
hernia, dan ilius.
VI.
Patofisiologi
Jika
terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid,
ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan
merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan
tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang
bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray
matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses
yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak
kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan
massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang
dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga /
keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel lateral
dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan
dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker
akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV.
Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami
pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara
disproporsional.
Pada
orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi
masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan
sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal
sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkankematian.
Pada
pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada
didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.
VII.
Pemeriksaan Penunjang
A.
Pemeriksaan fisik:
1.
Pengukuran lingkaran
kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat pembesaran kepala
yang progresif atau lebih dari normal
2.
Transiluminasi
B.
Pemeriksaan darah :
Tidak ada
pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
C.
Pemeriksaan cairan
serebrospinal:
Analisa cairan
serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau meningitis untuk
mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada infeksi sisa
D.
Pemeriksaan
radiologi:
1.
X-foto kepala:
tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
2.
USG kepala:
dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
3.
CT Scan kepala:
untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi
struktur-struktur intraserebral lainnya
VIII.
Penatalaksanaan Medis
Pada
sebagian penderita pembesaran kepala berhenti sendiri (arrested hydrocephalus),
mungkin oleh rekanalisasi ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS
yang berkurang (Laurence, 1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100%,
kecuali bila penyebabnya ialah tumor yang masih dapat diangkat. Tujuan pengobatan
adalah untuk mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek
hidrosefalus atau gangguan perkembangan. Ada 3 prinsip pengobatan hidrosefalus :
A.
Mengurangi
produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi
(pembedahan) atau koagulasi, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan.Obat
azetasolamid (Diamox) dikatakan mempunyai khasiat inhibisi pembentukan CSS
B.
Memperbaiki
hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan
ventrikel dengan subaraknoid. Misalnya ventrikulosisternostomi Torkildsen pada
stenosis akuaduktus. Pada anak hasilnya kurang memuaskan, karena sudah ada
insufisiensi fungsi absorpsi
C.
Pengeluaran CSS ke
dalam organ ekstrakranial.
1.
Drainase
ventrikulo-peritoneal
2.
Drainase lombo-peritoneal
3.
Drainase
ventrikulo-pleural
4.
Drainase
ventrikulo-ureterostomi
5.
Drainase ke dalam
antrum mastoid
6.
Cara yang kini
dianggap terbaik yakni mengalirkan CSS ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (‘Holter valve’) yang memungkinkan pengaliran
CSS ke satu arah. Keburukan cara ini ialah bahwa kateter harus diganti sesuai
dengan pertumbuhan anak. Hasilnya belum memuaskan, karena masih sering terjadi
infeksi sekunder dari sepsis.
IX.
Konsep Asuhan Keperawatan
A.
Anamnesa
1.
Riwayat penyakit /
keluhan utama
Muntah, gelisah
nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil,
kontriksi penglihatan perifer.
2.
Riwayat
Perkembangan
·
Kelahiran :
prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
·
Kekejangan : Mulut
dan perubahan tingkah laku.
·
Apakah pernah
terjatuh dengan kepala terbentur.
·
Keluhan sakit
perut.
B.
Pemeriksaan Fisik
1.
Inspeksi :
·
Anak dapat melihat
keatas atau tidak.
·
Pembesaran kepala.
·
Dahi menonjol dan
mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas.
2.
Palpasi
·
Ukur lingkar
kepala : Kepala semakin membesar.
·
Fontanela :
Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras
dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
3.
Pemeriksaan Mata
·
Akomodasi.
·
Gerakan bola mata.
·
Luas lapang pandang
·
Konvergensi.
·
Didapatkan hasil :
alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
·
Stabismus,
nystaqmus, atropi optic.
C.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Resiko cidera b.d
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan mengambil
keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak mampuan
menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas
kesehatan.
2.
Resiko gangguan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan b.d ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan
melakukan perawatan sederhana, ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif,
ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
3.
Deficit self care
b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan
mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak
mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas
kesehatan.
4.
Perubahan fungsi
keluarga mengalami situasi krisis ( anak dalam catat fisik ) b.d ketidakmampuan
keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan mengambil keputusan,
ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidakmampuan menciptakan
lingkungan kondusif, ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan.
D.
Rencana
Keperawatan
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Resiko cidera
|
Setelah dilakukan
kunjungan
selama 3x diharapkan keluarga mampu menciptakan lingkungan kondusif dengan
kriteria hasil:
·
Keselamatan
fisik dapat dipertahankan
·
Adanya pelindung
dan alat bantu untuk klien
|
1.
Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas,
mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan
penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan
pencahayaan malam hari siapkan lampu panggil
2.
Jelaskan pada keluarga pentingnya keselamatan pada anak dan cara
pencegahan untuk cidera.
3.
Anjurkan pada keluarga untuk mengawasi segala aktifitas klien yang
membahayakan keselamatan.
4. Beri alat bantu misal:tongkat
|
2.
|
Resiko gangguan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh.
|
Setelah
dilakukan kunjungan selama 3x diharapkan keluarga mampu melakukan perawatan
sederhana dirumah dengan kriteria
hasil :
· Berat badan ideal
· Tidak muntah
· Tidak terjadi malnutrisi
|
1.
Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
2.
Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang
cukup untuk menelan.
3.
Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau – bauan
yang tidak enak..
4.
Timbang berat badan bila mungkin.
5.
Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
6.
Berikan makanan ringan diantara waktu makan
7.
Beri penjelasan pada keluarga tentang makanan yang baik dikonsumsi
anak
|
3.
|
Defisit self care
|
Setelah dilakukan kunjungan selama 3x diharapkan
keluarga dapat menciptakan lingkungan
kondusif dengan kriteria hasil:
·
Klien dapat
melakukan perawatan diri dengan mandiri atau dibantu
·
Klien bersih dan
tidak bau
|
1.
Kaji ketidakmampuan klien dalam perawatan diri
2.
Kaji tingkat fungsi fisik
3.
Kaji hambatan dalam berpartisipasi dalam perawatan diri, identifikasi
untuk modifikasi lingkungan
4.
Jelaskan pada keluarga pentingnya kebersihan diri
5.
Jelaskan dan ajarkan cara perawatan diri meliputi:mandi, toileting ,
berpakaian.
|
5.
|
Perubahan fungsi keluarga b.d situasi
krisis ( anak dalam catat fisik )
|
Setelah dilakukan kunjungan selama 3x
diharapkan Keluarga menerima keadaan anaknya, mampu menjelaskan keadaan
penderita dengan kriteria hasil:
§
Keluarga
berpartisipasi dalam merawat anaknya dan secra verbal
·
· keluarga dapat mengerti tentang
penyakit anaknya.
|
1.
Jelaskan secara rinci tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan
prognosanya.
2.
Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga
belum mengerti
3.
Klarifikasi kesalahan asumsi dan misskonsepsi
4.
Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya.
|
X.
Pathway
Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention
Classification (NIC). United States of America:Mosby.
Meidian, JM. (2002). “Nursing Outcomes Classification
(NOC).United States of America:Mosby.
Mualim. 2010. Askep Hidrosefalus. Diakses pada tanggal
29 Agustus 2012
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/12/askep-hydrocephalus.html
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak
(untuk perawat dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep
klinis proses-proses penyakit,Jakarta;EGC.
Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Saharso. 2008. Hydrocephalus. Diakses pada tanggal 29
Agustus 2012
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-sykj201.htm
Vanneste JA. Diagnosis and management of
normal-pressure hydrocephalus. J. Neurol, 2000 ; 247 : 5-14.
Tags
Laporan Pendahuluan