Laporan Pendahuluan Kejang Demam


                                                                                                  
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo, 2005 ).
Kejang demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 2001 ). Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000).

2.      Anatomi Fisiologi
Penerapan dan proses keperawatan pada pasien dengan masalah neurologi memerlukan pengetahuan tentang struktur dan fungsi system persarafan. Sistem saraf bekerja sebagai konduktor sistem listrik, saraf mengatur dan mengendalikan seluruh aktifitas tubuh. Aktifitas dapat dikelompokkan dalam 4 fungsi berikut: menerima informasi ( stimulus ) dari lingkungan internal dan eksternal melalui jalur sensori ( af-ferent ), menghubungkan informasi yang diterima pada berbagai tingkat reflex ( medulla spinalis ) dan mengingatkan ( otak yang lebih tinggi ) untuk menentukan respon yang sesuai dengan situasi, menghubungkan informasi antara sistem saraf perifer dan pusat, menyalurkan informasi dengan cepat melalui berbagai jalur motorik ( efferent ) ke organ tubuh. Dalam pembahasan kejang demam ini akan diuraikan sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.

1. Saraf Pusat
a.       Otak
Otak dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang di sebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer: bagian tengah fosa berisi lobus parietal, temporal dan okspital dan bagian fossa posterior berisi batang dan medula.
b.      Serebrum.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus Subtansia grisen terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan Subtansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnyakomposisi subtansia gisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basl ganglia. Subtansia alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Parietal lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglect.
c) Temporal brefungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d) Okspital terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterpretasikan penglihat
c.       Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak  ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak tengah (midbrain atau mesensefalon) menghubungkan pons dan serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan  motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian serebelum dan juga antara medula dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
d.      Serebelum
Serebelum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakkan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengitegrasikan input sensorik.
Diagram yang memperlihatkan talamus, hipotalamus dan hipofisis Fosa bagian tengah atau diensefalon berisi talmus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
1) Talmus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus terletak pada anterior dan inferiro talamus. Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sabagai pusat lapar dan mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan pusat respons emosional ( misal ras malu, marah, depresi, panik dan takut ).
3) Kelenjar hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya hipofisis dapat mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ lain. Hipofisis merupakan bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa, biasanya terdeteksi dengan tanda dan gejala fisik yang dapat menyebar ke hipofisis.
a. Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan sambungan medulla oblongata yang turun ke bawah. Di mulai dari foramen magnum dan berakhir pada L 2. Medulla spinalis menjadi lancip pada daerah thoracic bagian bawah dan membentuk struktur seperti kerucut yang disebut cones medularis. Medula spinalis termasuk pusat benda kelabu (badan-badan sel ) dan yang terbentuk huruf H dikelilingi oleh benda putih yang merupakan jalur ascending dan descending. Benda kelabu berbentuk kupu-kupu. Bagian depan atau ventral horn (tanduk ventral ) mengarah ke lambung terdiri dari struktur neuron multipolar seperti badan sel dendrit yang membentuk neuron efferent dari akar ventral dan saraf spinal. Tanduk dorsal berisi badan sel dan sel dendrit dari neuron eferant dan reseptor sensori dari periofer. Benda kelabu berisi intermucial neuron yang mengirim impuls dari satu tingkat ketingkat yanglain, dari dorsal ke tanduk ventral dan dari setengah medula spinalis ke yang lain. Jalur ascenden menyalurkan informasi sensori dari reseptor pada perifer ke medula spinalis dan otak. Jalur yang menurun menyalurkan impuls dari otak kepada motor neuron dalam medulla spinalis (neuron motor atas / upper motor neuron ) atau kepada sistem saraf perifer ( neuron motor bawah / lower motor neuron ). Medulla spinalis juga merupakan jalur refleks. Refleks tidak memerlukan penyakuran ( relay ) ke tingkat otak untuk kegiatan dan itu merupakan contoh sirkuit yang sederhana. Kegiatan refleks, respon motoris yang spesifik stereotive terhadap stimulus sensori yang adekuat. Respon bisa berbentuk gerakkan otak skeletal. Refleks hanya melibatkan satu tingkat dari medula spinalis ( reflex segmental ). Salah satu contoh arus refleks yang sederhana ketukan pada sendi lutut. Cairan cerebro spinalis ( Cerebro Spinalis Fluid / CSF ) didapati dalam ventrikel otak, di dalam kanalis sentralis medulaspinalis, dan di dalam ruangan-ruangan subarachnoid. Liquor bekerja sebagai bantalan pada sistem saraf dan menunjang bobot otak. CSf dibuat pada ventrikel-ventrikel di pleksus khoroideus. Di dalam 24 jam plexux choridu mensekresi 500 sampai 570 ml CSf. Namun hanya 125 ml sampai 150 ml saja yang bersirkulasi pada setiap saat. Setelah bersirkulasi diseputar otak dan medula spinalis, cairan kembali ke otak dan diabsorbsi villi. Kemudian CSF terus masuk ke dalam sistem venous dan mengalir ke vena jugularis ke vena cafasuperior masuk ke dalam sirkulasi dalam sistemik. Dalam keadan normal terdapat sampai 8 limfosit / ml dari cairan CSF. Peningkatan jumlah sel-sel menunjukkan adanya infeksi, seperti tuberculosis atau infeksi virus. Infeksi oleh bakteri seperti meningitis tuberculosa menyebabkan berkurangnya kadar gula dan kadar khlorida, protein cairan CSF meningkat pada penyakit degeneratif dan pada tumor otak. Terdapatnya darah dalam CSF menunjukkan terjadinya hemoragi pada salah satu ventrikel. Lihat karakteristik normal dari CSF berikut dibawah ini, yaitu: BD: 1.007, pH: 7.35 sampai 7.45, chloride: 120 sampai 130 mEq/L, glucose: 50 sampai 80/100ml, tekanan: 50 sampai 200 mm air. volume total: 80 sampai 200 ml (15 ml dalam ventrikel), total protein: 15 samopai 45 mg/100 ml ( lumbal ), 10 sampai 15 mg/100 ml (cisterna), 5 samapi 15 mg/100 ml ( ventrikel ), gamma globulin: 6% sampai 13 % dari total protein. Jumlah sel darah: eritrosit: negatif, lekosit: 0 – 5, 0 -10 sel-sel ( semua limfosit dan monosit ).
e.       Sistem saraf perifer
Sistem saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak di luar sistem saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal, yaitu saraf motorik, sensorik atau “campuran” ( serabut sensorik dan motorik ). Saraf perifer terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls dari neuron ke otak, 31 pasang saraf spinal, yang membawa impuls ke dan dari medulla spinalis. Tiap saraf spinal memberi penginderaan, bagian-bagian tersebut dermatomes. Beberapa saraf spinal bersatu dan membuat pleksus-pleksus/jalinan saraf. Saraf perifer yang menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen dan sensori, saraf perifer yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen atau motorik. Pada sistem saraf perifer motorik dan sensorik berjalan bersam tapi terpisah ada tingkat medula spinalis masuk ke bagian anterior atau akar motorik. Sistem saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatis dan autonom. Sistem saraf somatic membuat persarafan pada otot skeletal berserat lintang. Serabut dari akson menyalurkan neuro transmitor acetycholin ke sel-sel otot skelet, yang akan menghasilkan potensial aksi dan gerakan. Saraf Kepala ( Saraf Otak ) susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang ke luar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Di dalam kepala ada 2 saraf kranial, beberapa diantaranya adalah serabut campuran gabungan saraf motoric dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik dan saraf sensorik saja, misalnya alat-alat panca indera. Saraf kepala terdiri dari:
                                      i.            Nervus Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung membawa rangsangan aroma ( bau-bauan ) dari rongga hidung ke otak.Fungsinya saraf pembau yang keluar dari otak di bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel panca indera.
                                    ii.            Nervus Optikus: Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke otak.
                                  iii.            Nervus Mandibularis: Sifatnya majemuk ( sensori dan motoris ), serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah, serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di mana saraf ini merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang karang bagian perasa membentuk sebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta meninggalkan rongga tengkorak.
                                  iv.            Nervus Abdusen: Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata di mana saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
                                    ii.            Nervus Fasialis: Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-serabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lender rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya: sebagai mimik wajah dan meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf ini keluar sebelah belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
                                  iii.            Nervus Auditorius: Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf perasa, di mana saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.
                                  iv.            Saraf Assesorius: Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide mastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya, sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2 bagaian, bagian yang berasal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.
                                    v.            Nervus Hipoglosus: Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya: sebagai saraf lidah di mana ini terdapat di dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
                                  vi.            Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, tosil dan lidah, rangsangan cita rasa.
                                vii.            Nervus Vagus: Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, laring, paru-paru dan esofagus.
                              viii.            Nervus Okulomotoris: Sifatnya motorik mensarafi penggerak bola
                                  ix.            mata dan mengangkat kelopak mata.
                                    x.            Nervus Troklearis: Sifatnya motorik mensarafi mata, memutar mata dan penggerak mata.

3.      Etiologi
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan kejang demam:
a.       Demam itu sendiri
b.      Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
c.       Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
d.      Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
e.       Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
f.        Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.
4.      Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikkan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat misalnya tosilitis, otitis ade akut, bronkitis, furunkolosis dan lain-lain ( Ngastiyah, 1997:231 ). Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana ( simple febrile seizure ), kejang demam komplek ( complec febrile seizure ).
1. Kejang demam sederhana.
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun, kejang demam yang berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari 15 menit, sifat bangkitan dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks.
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam. Kejang berulang adalah kejang 2 kali / lebih daalm 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
5.      Komplikasi
a.       Kerusakkan neurotransmiter.
b.      Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun ke membran sel yang menyebabkan kerusakkan pada neuron.
a.       Epilepsi.
c.       Kerusakkan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
a.       Kelainan anatomis di otak.
d.      Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5 tahun.
a.       Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai demam.
e.       Kemungkinan mengalami kematian.

6.      Paofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
            Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ioniok. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektolit lainnya kecuali ion clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalams el neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel. Maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran di neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permulaan sel.
Keseimangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
            Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kerusakan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotrnasmitter: dan terjadi kejang.
            Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak akan menderita kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi bila suhu mencapai 4oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadipada anak dengan ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otakl meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuren otak selama brlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoxia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema utak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
            Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
(Ngastiah, 1997 : 299-230).

7.      Pemeriksaan Penunjang
a.      Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b.      CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c.      Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT
d.      Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
e.      Uji laboratorium
·         Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
·         BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
·         Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

8.      Penatalaksanaan Medis
a.       Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
b.      Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan penunjang
·         Semua pakaian ketat dibuka.
·         Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
·         Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
·         Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
·         Beri penahan gigi supaya tidak tergigit.
c.       Pengobatan rumat
1)      Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan  sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira sampai anak umur 4 tahun.
2)      Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
o   Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
o   Kejang demam yang mempunyai ciri :
§  Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
§  Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
§  Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
§  Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
d.      Mencari dan mengobati penyebab.

9.      Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
Pengkajian yang sistematis  meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal assesment.
a.       Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas yang bertanggung jawab.
b.      Keluhan utama
Pada umumnya pasien panas yang meninggi disertai kejang
c.       Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang dialami sekarang mulai dari panas, kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan keadaan sebelum, selama dan setelah kejang.
d.      Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil seperti batuk, pilek, panas. pernah dirawat dimana, tindakan apa yang dilakukan, penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang.


e.       Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada yang menderita penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau epilepsi.
f.        Pemeriksaan fisik
1)      B1 (Breath) : Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas.Dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret
2)      B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" , suhu panas, kemungkinan terjadi gangguan hemodinamik
3)      B3 (Brain): Kesadaran komposmentis sampai koma
4)      B4 (Bladder): monitor produksi urine dan warnanya(jernih,pekat)
5)      B5 (Bowel): Inspeksi : tampak normal, auskultasi : terdengar suara bising usus normal, palpasi : turgor kulit normal, perkusi : tidak ada distensi abdomen
6)      B6        (Bone): pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang akan tetapi saat kejang berlangsung akan terdapat beberapa otot yang mengalami kejang.
g.      Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan laboratorium
·         Darah lengkap
·         Urine lengkap
·         Serum elektrolit
2)      EEG: didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989)
3)      CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya lesi pada daerah kepala.
h.      Terapi
1)      Bebaskan jalan napas
2)      Berikan oksigenasi
3)      Berikan posisi sligh head up 300
4)      Pasang IV line
5)      Pemberiap terapi sesuai advis dokter
6)      Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien
B.     Diagnosa
a.       Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
b.      Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endoktosin pada hipotalamus
c.       Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
d.      Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan informasi
C.     Implementasi
1.         Dx: Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses kepeerawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari dengan kriteria hasil
NOC : Pengendalian resiko
·         Pengetahuan tentang resiko
·         Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
·         Monitor kemasan personal
·         Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
NIC : Mencegah jatuh
·         Identifikasi factor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadikan potensial jatuh dalam setiap keadaan
·         Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh
·         Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
·         Instruksikan klien untuk memanggil asisten kalua mau bergerak
2.        Dx: Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endoktosin pada hipotalamus
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan sulu dalam rentang norma
NOC : Themoregulation
·         Suhu tubuh dalam rentang normal
·         Nadi dan RR dalam rentang normal
·         Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur regulation
·         Monitor suhu minimal tiap 2 jam
·         Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
·         Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
3.        Dx: Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak kembali normal. Dengan kriteria hasil
NOC : Status Sirkulasi
·         TD sistolik dbn
·         TD diastole dbn
·         Kekuatan nadi dbn
·         Tekanan vena sentral dbn
·         Rata – rata TD dbn
NIC : Monitor TTV
·         Monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
·         Catat adanya fluktuasi irama jantung
·         Monitor bunyi jantung
·         Monitor TD pada saat klien berbaring, duduk, berdiri
4.  Dx : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien
NOC : Knowledge ; diease proses
·         Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
·         Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
·         Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC : Teaching ; diease proses
·         Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan klien tentang proses penyakit yang spesifik
·         Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
·         Gambaran tanda dan gelaja yang biasanya muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
·         Identifikasi kemungkinan dengan cara yang tepat


















10.  Pathway







DAFTAR PUSTAKA

Brunner& suddath. Buku Ajar M edikal Bedah vol.3. Penerbit Buku kedokteran .ECG.Jakarta.2001

Post a Comment

Previous Post Next Post