Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002). Kejang
demam ialah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Widodo,
2005 ).
Kejang demam (KD) adalah kejang yang
terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial
(Lumbantobing, 2001 ). Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak
yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu
(Mansjoer, 2000).
2.
Anatomi Fisiologi
Penerapan dan proses keperawatan pada
pasien dengan masalah neurologi memerlukan pengetahuan tentang struktur dan
fungsi system persarafan. Sistem saraf bekerja sebagai konduktor sistem
listrik, saraf mengatur dan mengendalikan seluruh aktifitas tubuh. Aktifitas dapat
dikelompokkan dalam 4 fungsi berikut: menerima informasi ( stimulus ) dari
lingkungan internal dan eksternal melalui jalur sensori ( af-ferent ),
menghubungkan informasi yang diterima pada berbagai tingkat reflex ( medulla
spinalis ) dan mengingatkan ( otak yang lebih tinggi ) untuk menentukan respon
yang sesuai dengan situasi, menghubungkan informasi antara sistem saraf perifer
dan pusat, menyalurkan informasi dengan cepat melalui berbagai jalur motorik (
efferent ) ke organ tubuh. Dalam pembahasan kejang demam ini akan diuraikan
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer.
1. Saraf Pusat
a.
Otak
Otak
dibagi menjadi tiga bagian: Serebrum, Batang otak dan serebelum. Semua berada
dalam satu bagian struktur tulang yang di sebut tengkorak, yang juga melindungi
otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak:
tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri
dari tiga bagian fossa-fossa anterior berisi lobus frontal serebral bagian
hemisfer: bagian tengah fosa berisi lobus parietal, temporal dan okspital dan
bagian fossa posterior berisi batang dan medula.
b.
Serebrum.
Serebrum
terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus Subtansia grisen terdapat pada bagian
luar dinding serebrum dan Subtansia alba menutupi dinding serebrum bagian
dalam. Pada prinsipnyakomposisi subtansia gisea yang terbentuk dari badan-badan
sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basl ganglia. Subtansia alba
terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak dengan yang lain.
a) Frontal Lobus
terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu,
membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
b) Parietal lobus
sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa yang tidak
berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui
posisi dan letak bagian tubuhya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom
hemineglect.
c) Temporal
brefungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan
jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
d) Okspital
terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab
menginterpretasikan penglihat
c.
Batang Otak
Batang
otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula
oblongata. Otak tengah (midbrain atau mesensefalon) menghubungkan pons dan
serebelum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran
dan penglihatan. Pons terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medula
dan merupakan jembatan antara dua bagian serebelum dan juga antara medula dan
serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata meneruskan
serabut-serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan serabut-serabut
sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang
pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol
jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak kelima
sampai kedelapan.
d.
Serebelum
Serebelum
terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan
durameter, tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang
dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus.
Ditambah mengontrol gerakkan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengitegrasikan input sensorik.
Diagram yang
memperlihatkan talamus, hipotalamus dan hipofisis Fosa bagian tengah atau
diensefalon berisi talmus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis.
1) Talmus berada
pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktifitas primernya sebagai
pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan
nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus
terletak pada anterior dan inferiro talamus. Berfungsi mengontrol dan mengatur
sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerjasama dengan hipofisis untuk
mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan pengaturan suhu tubuh
melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasolidasi dan mempengaruhi sekresi
hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sabagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif
dan seksual dan pusat respons emosional ( misal ras malu, marah, depresi, panik
dan takut ).
3) Kelenjar
hipofisis dianggap sebagai master kelenjar karena sejumlah hormon-hormon dan
fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Dengan hormon-hormonnya hipofisis dapat
mengontrol fungsi ginjal, pankreas, organ-organ lain. Hipofisis merupakan
bagian otak yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa,
biasanya terdeteksi dengan tanda dan gejala fisik yang dapat menyebar ke
hipofisis.
a. Medulla
spinalis
Medulla spinalis
merupakan sambungan medulla oblongata yang turun ke bawah. Di mulai dari
foramen magnum dan berakhir pada L 2. Medulla spinalis menjadi lancip pada
daerah thoracic bagian bawah dan membentuk struktur seperti kerucut yang
disebut cones medularis. Medula spinalis termasuk pusat benda kelabu
(badan-badan sel ) dan yang terbentuk huruf H dikelilingi oleh benda putih yang
merupakan jalur ascending dan descending. Benda kelabu berbentuk kupu-kupu.
Bagian depan atau ventral horn (tanduk ventral ) mengarah ke lambung terdiri
dari struktur neuron multipolar seperti badan sel dendrit yang membentuk neuron
efferent dari akar ventral dan saraf spinal. Tanduk dorsal berisi badan sel dan
sel dendrit dari neuron eferant dan reseptor sensori dari periofer. Benda
kelabu berisi intermucial neuron yang mengirim impuls dari satu tingkat
ketingkat yanglain, dari dorsal ke tanduk ventral dan dari setengah medula
spinalis ke yang lain. Jalur ascenden menyalurkan informasi sensori dari
reseptor pada perifer ke medula spinalis dan otak. Jalur yang menurun
menyalurkan impuls dari otak kepada motor neuron dalam medulla spinalis (neuron
motor atas / upper motor neuron ) atau kepada sistem saraf perifer ( neuron
motor bawah / lower motor neuron ). Medulla spinalis juga merupakan jalur
refleks. Refleks tidak memerlukan penyakuran ( relay ) ke tingkat otak untuk
kegiatan dan itu merupakan contoh sirkuit yang sederhana. Kegiatan refleks,
respon motoris yang spesifik stereotive terhadap stimulus sensori yang adekuat.
Respon bisa berbentuk gerakkan otak skeletal. Refleks hanya melibatkan satu
tingkat dari medula spinalis ( reflex segmental ). Salah satu contoh arus
refleks yang sederhana ketukan pada sendi lutut. Cairan cerebro spinalis (
Cerebro Spinalis Fluid / CSF ) didapati dalam ventrikel otak, di dalam kanalis
sentralis medulaspinalis, dan di dalam ruangan-ruangan subarachnoid. Liquor
bekerja sebagai bantalan pada sistem saraf dan menunjang bobot otak. CSf dibuat
pada ventrikel-ventrikel di pleksus khoroideus. Di dalam 24 jam plexux choridu
mensekresi 500 sampai 570 ml CSf. Namun hanya 125 ml sampai 150 ml saja yang
bersirkulasi pada setiap saat. Setelah bersirkulasi diseputar otak dan medula
spinalis, cairan kembali ke otak dan diabsorbsi villi. Kemudian CSF terus masuk
ke dalam sistem venous dan mengalir ke vena jugularis ke vena cafasuperior
masuk ke dalam sirkulasi dalam sistemik. Dalam keadan normal terdapat sampai 8
limfosit / ml dari cairan CSF. Peningkatan jumlah sel-sel menunjukkan adanya
infeksi, seperti tuberculosis atau infeksi virus. Infeksi oleh bakteri seperti
meningitis tuberculosa menyebabkan berkurangnya kadar gula dan kadar khlorida,
protein cairan CSF meningkat pada penyakit degeneratif dan pada tumor otak.
Terdapatnya darah dalam CSF menunjukkan terjadinya hemoragi pada salah satu
ventrikel. Lihat karakteristik normal dari CSF berikut dibawah ini, yaitu: BD:
1.007, pH: 7.35 sampai 7.45, chloride: 120 sampai 130 mEq/L, glucose: 50 sampai
80/100ml, tekanan: 50 sampai 200 mm air. volume total: 80 sampai 200 ml (15 ml
dalam ventrikel), total protein: 15 samopai 45 mg/100 ml ( lumbal ), 10 sampai
15 mg/100 ml (cisterna), 5 samapi 15 mg/100 ml ( ventrikel ), gamma globulin:
6% sampai 13 % dari total protein. Jumlah sel darah: eritrosit: negatif,
lekosit: 0 – 5, 0 -10 sel-sel ( semua limfosit dan monosit ).
e.
Sistem saraf
perifer
Sistem
saraf perifer merupakan seperangkat saluran biasa yang terletak di luar sistem
saraf pusat. Saraf perifer merupakan saraf tunggal, yaitu saraf motorik,
sensorik atau “campuran” ( serabut sensorik dan motorik ). Saraf perifer
terdiri dari 12 pasang saraf kranial, yang membawa impuls dari neuron ke otak,
31 pasang saraf spinal, yang membawa impuls ke dan dari medulla spinalis. Tiap
saraf spinal memberi penginderaan, bagian-bagian tersebut dermatomes. Beberapa
saraf spinal bersatu dan membuat pleksus-pleksus/jalinan saraf. Saraf perifer yang
menyalurkan informasi ke saraf pusat ialah aferen dan sensori, saraf perifer
yang mengirim informasi dari pusat saraf disebut eferen atau motorik. Pada
sistem saraf perifer motorik dan sensorik berjalan bersam tapi terpisah ada
tingkat medula spinalis masuk ke bagian anterior atau akar motorik. Sistem
saraf perifer dibagi menjadi sistem saraf somatis dan autonom. Sistem saraf
somatic membuat persarafan pada otot skeletal berserat lintang. Serabut dari
akson menyalurkan neuro transmitor acetycholin ke sel-sel otot skelet, yang
akan menghasilkan potensial aksi dan gerakan. Saraf Kepala ( Saraf Otak )
susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang ke luar dari otak dan melewati
lubang yang terdapat pada tulang tengkorak berhubungan erat dengan otot panca indera
mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Di dalam kepala ada 2 saraf kranial,
beberapa diantaranya adalah serabut campuran gabungan saraf motoric dan saraf
sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik dan saraf sensorik saja,
misalnya alat-alat panca indera. Saraf kepala terdiri dari:
i.
Nervus
Olfaktorius: Sifatnya sensorik menyuplai hidung membawa rangsangan aroma (
bau-bauan ) dari rongga hidung ke otak.Fungsinya saraf pembau yang keluar dari
otak di bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius, kemudian saraf ini melalui
lubang yang ada di dalam tulang tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya
menuju sel-sel panca indera.
ii.
Nervus Optikus:
Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke otak.
iii.
Nervus
Mandibularis: Sifatnya majemuk ( sensori dan motoris ), serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah, serabut-serabut sensorisnya mensarafi
gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu. Serabut rongga mulut dan lidah
dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 di
mana saraf ini merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar saraf
besar yang mengandung serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulang belakang
yang terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang karang bagian
perasa membentuk sebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta meninggalkan
rongga tengkorak.
iv.
Nervus Abdusen:
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata di mana saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis
menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke
otot lurus sisi mata.
ii.
Nervus Fasialis:
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lender rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala.
Fungsinya: sebagai mimik wajah dan meghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf
ini keluar sebelah belakang dan beriringan dengan saraf pendengar.
iii.
Nervus Auditorius:
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari pendengaran
dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf perasa, di mana saraf ini
keluar dari sumsum penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.
iv.
Saraf Assesorius:
Sifatnya motoris, ia mensarafi muskulus sternokloide mastoid dan muskulus
trapezius. Fungsinya, sebagai saraf tambahan, terbagi atas 2 bagaian, bagian
yang berasal dari otak dan bagian yang berasal dari sumsum tulang belakang.
v.
Nervus Hipoglosus:
Sifatnya motoris, ia mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya: sebagai saraf lidah
di mana ini terdapat di dalam sumsum penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati
lubang yang terdapat di sisi foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan
ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.
vi.
Nervus Vagus:
Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, tosil dan lidah, rangsangan
cita rasa.
vii.
Nervus Vagus:
Sifatnya sensorik dan motorik mensarafi faring, laring, paru-paru dan esofagus.
viii.
Nervus Okulomotoris:
Sifatnya motorik mensarafi penggerak bola
ix.
mata dan
mengangkat kelopak mata.
x.
Nervus Troklearis:
Sifatnya motorik mensarafi mata, memutar mata dan penggerak mata.
3.
Etiologi
Menurut Lumbantobing,2001 Faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejang demam:
a.
Demam itu sendiri
b.
Efek produk toksik
dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
c.
Respon alergik
atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
d.
Perubahan
keseimbangan cairan atau elektrolit
e.
Ensefalitis viral
(radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensekalopati
toksik sepintas.
f.
Gabungan semua
faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak
kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang
disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis
media akut (OMA), bronkhitis, dan lain – lain.
4.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala terjadinya bangkitan kejang demam
pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikkan suhu badan yang tinggi
dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat misalnya tosilitis,
otitis ade akut, bronkitis, furunkolosis dan lain-lain ( Ngastiyah, 1997:231 ).
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua: kejang demam sederhana ( simple febrile
seizure ), kejang demam komplek ( complec febrile seizure ).
1. Kejang demam sederhana.
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun,
kejang demam yang berlangsung singkat, kejang berlangsung kurang dari 15 menit,
sifat bangkitan dapat berbentuk tonik, klnik, tonik dan klonik, umumnya akan berhenti
sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks.
Kejang demam dengan ciri: kejang lama lebih dari 15
menit, kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahulai kejang
parsial, berulang atau lebih dari 1 kali dari 24 jam. Kejang berulang adalah
kejang 2 kali / lebih daalm 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar.
5.
Komplikasi
a.
Kerusakkan
neurotransmiter.
b.
Lepasnya muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel ataupun ke
membran sel yang menyebabkan kerusakkan pada neuron.
a.
Epilepsi.
c.
Kerusakkan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan.
a.
Kelainan anatomis
di otak.
d.
Serangan kejang
yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak
terjadi pada anak baru berumur 4 bulan sampai 5 tahun.
a.
Mengalami
kecacatan atau kelainan neurologis karena kejang yang disertai demam.
e.
Kemungkinan
mengalami kematian.
6.
Paofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup
sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskuler.
Dari
uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh
membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ioniok. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektolit
lainnya kecuali ion clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalams el neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel.
Maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran di
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permulaan sel.
Keseimangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena
penyakit atau keturunan.
Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kerusakan metabolisme basal
10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut “neurotrnasmitter: dan terjadi kejang.
Tiap
anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak akan menderita kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38oC sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
bila suhu mencapai 4oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadipada anak dengan ambang kejang
yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otakl meningkat. Rangkaian kejadian di atas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuren otak selama
brlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoxia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema utak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi
epilepsi.
(Ngastiah, 1997 : 299-230).
7.
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan
jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan
bayangan dengan menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) :
untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak
e. Uji laboratorium
·
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
·
BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
·
Elektrolit :
K,
Na
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 –
5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144
meq/dl )
8.
Penatalaksanaan Medis
a.
Memberantas kejang
Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien
masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat
kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena.
Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan
dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 %
secara intravena.
b.
Pengobatan
penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan
perlunya pengobatan penunjang
·
Semua pakaian
ketat dibuka.
·
Posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
·
Usahakan agar
jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan
intubasi atau trakeostomi.
·
Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
·
Beri penahan gigi supaya tidak tergigit.
c.
Pengobatan rumat
1)
Profilaksis
intermiten
Untuk mencegah
kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika.
Profilaksis ini diberikan sampai
kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira
sampai anak umur 4 tahun.
2)
Profilaksis jangka
panjang
Diberikan pada
keadaan
o Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
o Kejang demam yang mempunyai ciri :
§ Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral
palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali
§ Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti
kelainan saraf yang sementara atau menetap
§ Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
§ Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
d.
Mencari dan
mengobati penyebab.
9.
Konsep Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, psikal assesment.
a.
Identitas
Identitas pasien meliputi: nama,
jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama,
kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas
yang bertanggung jawab.
b.
Keluhan utama
Pada umumnya pasien panas yang
meninggi disertai kejang
c.
Riwayat penyakit sekarang
Menanyakan tentang keluhan yang
dialami sekarang mulai dari panas, kejang, kapan terjadi, berapa kali, dan
keadaan sebelum, selama dan setelah kejang.
d.
Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita saat kecil
seperti batuk, pilek, panas. pernah dirawat dimana, tindakan apa yang
dilakukan, penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat
kejang.
e.
Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan
pada keluarga pasien tentang apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang diderita oleh pasien seperti kejang atau epilepsi.
f.
Pemeriksaan fisik
1)
B1 (Breath) : Keadaan
umum tampak lemah, tampak peningkatan frekuensi nafas sampai terjadi gagal
nafas.Dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret
2)
B2 (Blood) : TD normal, nadi, perfusi, crt<2" ,
suhu panas, kemungkinan terjadi
gangguan hemodinamik
3)
B3 (Brain): Kesadaran
komposmentis sampai koma
4)
B4 (Bladder): monitor produksi urine dan
warnanya(jernih,pekat)
5)
B5 (Bowel): Inspeksi
: tampak normal, auskultasi : terdengar
suara bising usus normal, palpasi : turgor
kulit normal,
perkusi : tidak ada distensi abdomen
6)
B6 (Bone):
pada kasus kejang demam tidak ditemukan kelainan tulang akan tetapi saat kejang
berlangsung akan terdapat beberapa otot yang mengalami kejang.
g.
Pemeriksaan penunjang
1)
Pemeriksaan laboratorium
·
Darah lengkap
·
Urine lengkap
·
Serum elektrolit
2)
EEG: didapatkan
gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat fokal bervoltase tinggi,
kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang tajam (Soetomenggolo, 1989)
3)
CT Scan: pada pemeriksaan ini dapat menunjukan adanya
lesi pada daerah kepala.
h.
Terapi
1)
Bebaskan jalan napas
2)
Berikan oksigenasi
3)
Berikan posisi sligh head up 300
4)
Pasang IV line
5)
Pemberiap terapi sesuai advis dokter
6)
Longgarkan pakaian yang dipakai oleh pasien
B.
Diagnosa
a.
Resiko tinggi
terhadap cidera b.d aktivitas kejang
b.
Hipertermi b.d
efek langsung dari sirkulasi endoktosin pada hipotalamus
c.
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
d.
Kurang pengetahuan
orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan informasi
C.
Implementasi
1. Dx: Resiko tinggi terhadap cidera b.d
aktivitas kejang
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses kepeerawatan diharapkan resiko
cidera dapat di hindari dengan kriteria hasil
NOC : Pengendalian
resiko
·
Pengetahuan
tentang resiko
·
Monitor lingkungan
yang dapat menjadi resiko
·
Monitor kemasan
personal
·
Kembangkan
strategi efektif pengendalian resiko
NIC : Mencegah jatuh
·
Identifikasi
factor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadikan potensial jatuh
dalam setiap keadaan
·
Identifikasi
karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan potensial jatuh
·
Monitor cara
berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan ambulasi
·
Instruksikan klien
untuk memanggil asisten kalua mau bergerak
2. Dx: Hipertermi b.d efek langsung dari
sirkulasi endoktosin pada hipotalamus
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan sulu dalam rentang norma
NOC :
Themoregulation
·
Suhu tubuh dalam
rentang normal
·
Nadi dan RR dalam
rentang normal
·
Tidak ada
perubahan warna kulit dan tidak pusing
NIC : Temperatur
regulation
·
Monitor suhu
minimal tiap 2 jam
·
Rencanakan monitor
suhu secara kontinyu
·
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
3. Dx: Perfusi jaringan cerebral tidak
efektif b.d reduksi aliran darah ke otak
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai
darah ke otak kembali normal. Dengan kriteria hasil
NOC : Status
Sirkulasi
·
TD sistolik dbn
·
TD diastole dbn
·
Kekuatan nadi dbn
·
Tekanan vena
sentral dbn
·
Rata – rata TD dbn
NIC : Monitor TTV
·
Monitor TD, nadi,
suhu, respirasi rate
·
Catat adanya fluktuasi
irama jantung
·
Monitor bunyi
jantung
·
Monitor TD pada
saat klien berbaring, duduk, berdiri
4. Dx : Kurang
pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan
informasi
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien
NOC : Knowledge ;
diease proses
·
Keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
·
Keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
·
Keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC : Teaching ; diease proses
·
Berikan penilaian
tentang penyakit pengetahuan klien tentang proses penyakit yang spesifik
·
Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
fisiologi dengan cara yang tepat
·
Gambaran tanda dan
gelaja yang biasanya muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
·
Identifikasi
kemungkinan dengan cara yang tepat
10. Pathway
DAFTAR PUSTAKA
Brunner& suddath. Buku Ajar M edikal
Bedah vol.3. Penerbit Buku kedokteran .ECG.Jakarta.2001
Tags
Laporan Pendahuluan