1.
Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil
panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke
dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks
vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit
ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan
cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi
membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis,
karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri
untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010).
2.
Anatomi dan Fisiologi
a.
Usus Besar
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah
sambungan dari usus halus dan mulai dikatup ileokolik atau ileoseka, yaitu
tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka
untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan.
Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus.
Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang
memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang – lubang. Dinding mukosa lebih halus
dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki uili. Di dalam nya terdapat
kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan di lapisi oleh epitelium
silinder.
Usus besar terdiri dari:
·
Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal. Appendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit,
berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
·
Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki 3 bagian, yaitu:
-
Kolon Asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati sebelah kanan dan membalik
secara horizontal pada fleksura hepatika.
-
Kolon Transversum
Merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi
lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada splenik.
-
Kolon Desenden
Merentang kebawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid
berbentuk S yang bermuara di rektum.
·
Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13
cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke ekstrerior di anus.
b.
Appendiks
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10cm (4
inci), lebar 0,3-0,7 dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup
ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial, dan
posterior. Secara klinis, appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu
daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan
dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada
appendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri masentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarapan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendiksitis bermula
disekitar umbilikus.
c.
Fisiologis Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
appendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretor
yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat
sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut
sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna dan di seluruh tubuh.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur kedalam sekum. Karena pengosonganya tidak efekktif dan lumennya
cenderung kecil, maka appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan
terhadap infeksi. (Sjamsuhidayat, 2005).
3.
Etiologi
Apendisitis
belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
yaitu:
a.
Faktor yang
tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
1)
Hiperplasia dari
folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2)
Adanya faekolit
dalam lumen appendiks
3)
Adanya benda asing
seperti biji-bijian
4)
Striktura lumen
karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b.
Infeksi kuman dari
colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c.
Laki-laki lebih
banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d.
Tergantung pada
bentuk apendiks:
1)
Appendik yang
terlalu panjang
2)
Massa appendiks
yang pendek
3)
Penonjolan
jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4)
Kelainan katup di
pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
4.
Klasifikasi
a.
Apendisitis akut
Apendisitis
akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya
adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab
obstruksi dapat berupa :
1)
Hiperplasi
limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2)
Fekalit
3)
Benda asing
4)
Tumor.
Adanya
obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran
infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b.
Apendisitis
Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan
dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini
memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga
serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.
Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di
titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum.
c.
Apendisitis kronik
Diagnosis
apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d.
Apendissitis
rekurens
Diagnosis
rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut
kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama
kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
yang diperiksa secara patologik.
Pada
apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
e.
Mukokel Apendiks
Mukokel
apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita
sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah.
Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f.
Tumor
Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit
ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g.
Karsinoid Apendiks
Ini
merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di
atas.
Meskipun
diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
5.
Manifestasi Klinis
a.
Nyeri kuadran
bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan.
b.
Nyeri tekan local
pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c.
Nyeri tekan lepas dijumpai.
d.
Terdapat
konstipasi atau diare.
e.
Nyeri lumbal, bila
appendiks melingkar di belakang sekum.
f.
Nyeri defekasi,
bila appendiks berada dekat rektal.
g.
Nyeri kemih, jika
ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h.
Pemeriksaan rektal
positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i.
Tanda Rovsing
dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan
nyeri kuadran kanan.
j.
Apabila appendiks
sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
Pathway
6.
Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan
Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga
medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis
meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah
sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis
10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi
pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%,
10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a.
Abses
Abses
merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b.
Perforasi
Perforasi
adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c.
Peritononitis
Peritonitis
adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan
elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
7.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operasi.
a.
Penanggulangan
konservatif
Penanggulangan
konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi
dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik
sistemik
b.
Operasi
Bila
diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c.
Pencegahan Tersier
Tujuan
utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.
A.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anak Dengan
Apendisitis
1.
Pengkajian
Wawancara
untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a.
Keluhan utama
klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan
bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian
setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu
lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya
berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
·
Pemeriksaan fisik
keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
·
Sirkulasi :
Takikardia.
·
Respirasi :
Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare
kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar
epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik
Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri
pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba
benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan
pemberian obat.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan rasa
nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Karena tindakan
operasi (luka insisi post operasi appenditomi).
b.
Resiko infeksi
berhubungan dengan luka post op (insisi
post pembedahan).
c.
Defisit self care
berhubungan dengan nyeri.
d.
Kurang pengetahuan
tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan Karena tindakan operasi (luka insisi post
operasi appenditomi).
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria
hasil :
-
Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
-
Klien tampak tenang
-
Dapat tidur dengan tepat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal :
TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR
(16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C).
|
-
Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan
perubahan nyeri dengan tepat.
-
Monitor
tanda-tanda vital
-
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
-
Berikan
lingkungan yang nyaman
-
Ajarkan teknik
nafas dalam dan masase bila nyeri dating
-
Mendengarkan
music sebagai terapi untuk mengurangi masalah nyeri
-
Berikan aktivitas hiburan.
Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
|
-
Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan
penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
-
Deteksi dini
terhadap perkembangan kesehatan pasien.
-
Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi terlentang.
-
Meningkatkan
relaksasi.
-
Teknik relaksasi
untuk mengurangi rasa nyeri
Menghilangkan
nyeri.
|
2.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan luka
post op (insisi post pembedahan).
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan kriteria
hasil :
- Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)
|
-
Kaji adanya
tanda-tanda infeksi pada area insisi
-
Monitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental
-
Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk
cuci tangan efektif.
-
Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan luka
insisi / terbuka, bersihkan dengan betadine.
-
Awasi / batasi pengunjung dan siap kebutuhan.
Kolaborasi
tim medis dalam pemberian antibiotik
|
-
Dugaan adanya
infeksi
-
Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,
peritonitis
-
Mencegah transmisi
penyakit virus ke orang lain.
-
Mencegah meluas dan
membatasi penyebaran organisme infektif / kontaminasi silang.
-
Menurunkan resiko
terpajan.
-
Terapi ditunjukkan
pada bakteri anaerob dan hasil aerob gra negatif.
|
3.
|
Defisit self care berhubungan dengan
nyeri.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebersihan klien dapat dipertahankan
dengan kriteria hasil :
- klien bebas dari bau badan
- klien tampak bersih
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan
bantuan
|
-
Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu
melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
-
Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
-
Berikan Hynege Edukasipada klien dan
keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
-
Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
-
Bimbing keluarga klien memandikan / menyeka pasien
Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
|
-
Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah
dan meningkatkan kesehatan.
-
Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa
nyaman
-
Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga
personal hygiene.
-
Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam
kebersihan
-
Agar keterampilan dapat diterapkan
-
Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta
mencegah terjadinya infeksi.
|
4.
|
Kurang pengetahuan tentang kondisi
prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan bertambah dengan kriteria
hasil :
- menyatakan pemahaman proses penyakit
dan pengobatan
- berpartisipasi dalam program
pengobatan
|
-
Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
-
Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila
perlu dan hindari enema
-
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati
balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat
jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam
|
-
Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan
kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
-
Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah ngejan
saat defekasi
-
Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi,
meningkatkan penyembuhan
-
Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi lambatnya
penyembuhan peritonitis.
|
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi,
EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et
all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A.
(2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J.,
Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi
dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare
(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
Tags
Laporan Pendahuluan