Laporan Pendahuluan Appendiks



1.      Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002).


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010).

2.      Anatomi dan Fisiologi
a.      Usus Besar
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter, adalah sambungan dari usus halus dan mulai dikatup ileokolik atau ileoseka, yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang – lubang. Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak memiliki uili. Di dalam nya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam usus dan di lapisi oleh epitelium silinder.
Usus besar terdiri dari:
·         Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal. Appendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
·         Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki 3 bagian, yaitu:
-          Kolon Asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
-          Kolon Transversum
Merentang menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada       splenik.
-          Kolon Desenden
Merentang kebawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
·         Rektum
Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke ekstrerior di anus.
b.      Appendiks
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung. Panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial, dan posterior. Secara klinis, appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada appendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri masentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarapan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendiksitis bermula disekitar umbilikus.
c.       Fisiologis Appendiks
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam appendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat sepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan di seluruh tubuh.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosonganya tidak efekktif dan lumennya cenderung kecil, maka appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi. (Sjamsuhidayat, 2005).
3.      Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
a.       Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
1)      Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2)      Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3)      Adanya benda asing seperti biji-bijian
4)      Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b.      Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c.       Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d.      Tergantung pada bentuk apendiks:
1)      Appendik yang terlalu panjang
2)      Massa appendiks yang pendek
3)      Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4)      Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)

4.      Klasifikasi
a.       Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1)      Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2)      Fekalit
3)      Benda asing
4)      Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b.      Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c.       Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d.      Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.


e.       Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f.        Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.

5.      Manifestasi Klinis
a.       Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
b.      Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c.       Nyeri tekan lepas dijumpai.
d.      Terdapat konstipasi atau diare.
e.       Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f.        Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g.      Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h.      Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i.        Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j.        Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.







Pathway


























6.      Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a.       Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
b.      Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c.       Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
7.      Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
a.       Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b.      Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
c.       Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

A.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anak Dengan Apendisitis
1.      Pengkajian
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:
a.       Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b.  Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan klien sekarang.
c.  Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d.  Kebiasaan eliminasi.
e.  Pemeriksaan Fisik
·         Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
·         Sirkulasi : Takikardia.
·         Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f.   Aktivitas/istirahat : Malaise.
g.  Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h.  Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
i.   Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j.   Demam lebih dari 38oC.
k.  Data psikologis klien nampak gelisah.
l.   Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
n.  Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Karena tindakan operasi (luka insisi post operasi appenditomi).
b.      Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op  (insisi post pembedahan).
c.       Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.



















No
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
Rasional
1.
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan Karena tindakan operasi (luka insisi post operasi appenditomi).
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang
- Dapat tidur dengan tepat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal : TD (systole 110-130mmHg, diastole 70-90mmHg), HR(60-100x/menit), RR (16-24x/menit), suhu (36,5-37,50C).
-       Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
-       Monitor tanda-tanda vital
-       Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
-       Berikan lingkungan yang nyaman
-       Ajarkan teknik nafas dalam dan masase bila nyeri dating
-       Mendengarkan music sebagai terapi untuk mengurangi masalah nyeri
-       Berikan aktivitas hiburan.
Kolaborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
-          Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
-          Deteksi dini terhadap perkembangan kesehatan pasien.
-          Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
-          Meningkatkan relaksasi.
-          Teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri
Menghilangkan nyeri.
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op  (insisi post pembedahan).
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan kriteria hasil :
-      Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
-      Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)
-          Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada area insisi
-          Monitor tanda-tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental
-          Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik, termasuk cuci tangan efektif.
-          Pertahankan teknik aseptik ketat pada perawatan luka insisi / terbuka, bersihkan dengan betadine.
-          Awasi / batasi pengunjung dan siap kebutuhan.
Kolaborasi tim medis dalam pemberian antibiotik
-          Dugaan adanya infeksi
-          Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis
-          Mencegah transmisi penyakit virus ke orang lain.
-          Mencegah meluas dan membatasi penyebaran organisme infektif / kontaminasi silang.
-          Menurunkan resiko terpajan.
-          Terapi ditunjukkan pada bakteri anaerob dan hasil aerob gra negatif.

3.
Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebersihan klien dapat dipertahankan dengan kriteria hasil :
-          klien bebas dari bau badan
-          klien tampak bersih
-          ADLs klien dapat mandiri atau dengan bantuan
-          Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.
-          Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.
-          Berikan Hynege Edukasipada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.
-          Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
-          Bimbing keluarga klien memandikan / menyeka pasien
Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
-          Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
-          Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman
-          Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
-          Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

-          Agar keterampilan dapat diterapkan
-          Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

4.
Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan bertambah dengan kriteria hasil :
-        menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan
-        berpartisipasi dalam program pengobatan
                                        
-          Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi
-          Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
-          Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam
-          Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
-          Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah ngejan saat defekasi
-          Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi, meningkatkan penyembuhan
-          Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi lambatnya penyembuhan peritonitis.

















DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Post a Comment

Previous Post Next Post