Definisi Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adequat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi.(Brunner & Suddarth, 2001 : 805) Gagal jantung adalah keadaan
patofisiologis dimana jantung seabagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan.(A. Price, 1995 : 583). Gagal jantung adalah
suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal.(Arif Mansjoer, 2001 : 434)
Gagal jantung adalah
ketidaksanggupan jantung memompa darah untuk kebutuhan tubuh.(Dr. Mangku
Sitepoe, 1996 : 29) Gagal jantung adalah suatu keadaan
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sesuai dengan
kebutuhan metabolisme.(Ade priyanto, 2001 : 119). Gagal jantung adalah sindrom yang
terjadi bila jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik dan oksigen jaringan.(Carpenito, 2001 : 67). Gagal jantung adalah suatu keadaan
patofisiologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri, menurut
brauwald.(R. Miftah Suryadipraja, 1999 : 975)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk memberikan kekeluaran yang cukup untuk memenuhi jaringan dan menyebabkan
terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.(E. Doenges, 2000 : 52). Gagal jantung adalah kondisi saat otot jantung menjadi
sangat lemah sehingga tidak bisa memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Kondisi
ini dikenal juga dengan istilah gagal jantung kongestif. Terjadinya gagal
jantung biasanya dipicu oleh masalah kesehatan, seperti: Penyakit jantung
koroner.
B.
PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling
sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung yang menyebabkan
menurunnyakontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot meliputi :
2. Aterosklerosis koroner
Hal ini mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia, asidosis, dan infark miokardium yang biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload )
Hal inimenyebabkan
hipertrofi serabut otot jantung. Mekanisme kompensasi ini akan meningkatkan
kontraktilitas jantung yang pada akhirnya akan menyebabkan gagal jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardiu degeneratif
Hal ini berhubungan
dengan gaga jantung karena secara langsung merusak serabut jantung sehingga
kontratilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat
terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat meliputi :
a. Gangguan aliran darah melalui jantung, misal : stenosis katup semiluner.
b. Ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, misal : tamponade perikardium,
perikarditis konstriktif, stenosis katup AV.
c. Pengosongan jantung abnormal, misal : insufisiensi katup AV.
d. Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah
sistemik ( misal : hipertensi maligna ) walaupun tidak ada hipertrofi
miokardial.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah
faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung, misalnya :
a. Meningkatnya laju metabolisme ( mis : demam, tirotoksikosis )
b. Hipoksia dan anemia yang memerlukan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen
c. Asidosis ( respiratorik atau metabolik ) dan abnormalitas elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas jantung.
C.
KLASIFIKASI
Berdasarkan bagian jantung yang
mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Klasifikasi berdasarkan
derajat sakitnya dibagi dalam 4 kelas, yaitu:
1. Kelas 1 :
Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas
sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
2. Kelas 2 :
Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik terbatas.
Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
3. Kelas 3 :
Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan istirahat
tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan
capek, berdebar, sesak nafas.
4. Kelas 4 :
Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa
terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada
keadaan istirahat.
Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu
:
a. Gagal
jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal
ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang
dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispnea,
batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan,
anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di
bagian basal.
b. Gagal
jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang
menonjol adalah kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena
sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas
bawah yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan
di dalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, dan lemah.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Arif
masjoer 2001 Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti gagal
jantung kanan dapat terjadinya di dada karana peningkatan kebutuhan oksigen.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda – tanda gejala gagal jantung kongestif
biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat regurgitasi mitral. Tanda dominan Meningkatnya
volume intravaskuler. Kongestif jaringan
akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti dapat
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
1. Gagal jantung kiri :
Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu:
a.
Dispneu
b.
Batuk
c.
Mudah lelah
d.
Kegelisahan dan kecemasan
2.
Gagal jantung kanan:
a.
Kongestif jaringan perifer dan
viseral.
b.
Edema ekstrimitas bawah (edema
dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.
c.
Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran
kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di
hepa.
d.
Anorexia dan mual. Terjadi
akibat pembesaran vena
dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e.
Nokturia
f.
Kelemahan.
E. PATOFISIOLOGI
Kelainan intrinsic pada
kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung iskemik, mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir
diastolic ventrikel), maka terjadi pula pengingkatan tekanan akhir diastolic
ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan tergantung dari kelenturan
ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan
atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama
diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam anyaman vascular
paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan
hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vascular,
maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema
intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru.
Tekana arteria
paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan, di mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan
edema.
Perkembangan
dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi
fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katup
atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi otot papilaris dan
korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang (smeltzer
2001).
F.
PATHWAY
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Laboratorium :
a. Hematologi :
Hb, Ht, Leukosit
b. Elektrolit
: K, Na, Cl, Mg
c. Gangguan
fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
d. Gula darah
e. Kolesterol,
trigliserida
f.
Analisa Gas Darah
2. Elektrokardiografi,
untuk melihat adanya :
a. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
b. Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
c. Aritmia
d. Perikarditis
3.
Foto Rontgen Thoraks,
untuk melihat adanya :
a. Edema alveolar
b. Edema interstitiels
c. Efusi pleura
d. Pelebaran vena pulmonalis
e. Pembesaran jantung
4.
Echocardiogram
Menggambarkan
ruang –ruang dan katup jantung
5.
Radionuklir
a. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
b. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
6.
Pemantauan Hemodinamika
( Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen ) bertujuan untuk :
a. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
b. Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
c. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
d. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
e. Mengetahui beratnya lesi katup jantung
f.
Mengidentifikasi
penyempitan arteri koroner
g. Angiografi ventrikel kiri ( identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel,
fungsi ventrikel kiri )
h. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
H.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah :
1.
Dukung istirahat untuk mengurangi
beban kerja jantung.
2.
Meningkatkan kekuatan dan efisiensi
kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi.
3.
Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan
dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diet dan
istirahat.
Terapi
Farmakologis :
1.
Glikosida jantung.
Digitalis, meningkatkan
kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang
dihasilkanantara lain, peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena
dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema
2.
Terapi diuretik.
Diberikan
untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati –
hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.
3.
Terapi vasodilator.
Obat-obat
fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat
diturunkan.
4.
Diet
Pembatasan natrium
untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi
dapat berupa :
1.
Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi
aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak
di tangani. Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialisis
untuk pengobatan.
2.
Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan
cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.
3.
Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan
penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini
dapat menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkanhati tidak dapat berfungsi
dengan baik.
4.
Serangan jantung dan stroke.
Karena aliran darah melalui jantung
lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin
besar kemungkinan akan mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan
risiko terkena serangan jantung atau stroke.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Aktivitas
dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan
untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat
atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit
jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.Tekanan darah
mungkin normal atau meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary
refill time, disritmia.
Suara jantung , suara jantung
tambahan S3 atau S4mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat
dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau
menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jantung mungkin ireguler atau
juga normal. Edema: Jugular vena distension, odema anasarka,
crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di
bibir dan di kuku.
c. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau
juga normal.
d. Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan,
penurunan turgor kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene
perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar pada
saat melakukan aktivitas.
f.
Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
1) Timbulnya
nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan
nitrogliserin.
2) Lokasi nyeri
dada bagian depan substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang
dan wajah.
3) Karakteristik
nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami.
4) Sebagai
akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan
pustur tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG,
tekanan darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi
1) Dispnea
dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit
pernafasan kronis.
2) Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis,
suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler.
3) Sputum
jernih atau juga merah muda/ pink tinged.
i.
Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi
dengan stresor, emosi yang tak terkontrol.
j.
Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang
menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
k. Studi diagnostic
1) ECG
menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T
inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya nekrosis.
2) Enzym dan
isoenzym pada jantung: CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai
puncak pada 24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36
jam.
3) Elektrolit:
ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan
kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.
4) Whole blood
cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari setelah serangan.
5) Analisa gas
darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang
kronis atau akut.
6) Kolesterol
atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arteriosklerosis.
7) Chest X ray:
mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikuler.
8) Echocardiogram:
Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing
ruang pada jantung.
9) Exercise
stress test: Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu
stress/ aktivitas.
K. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Penurunan
curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia,
perubahan frekuensi, irama, perubahan struktural (kelainan katup).
2. Intoleran
aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan peningkatan produksi ADH, resistensi natrium
dan air.
4. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan
alveolus.
5. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
6. Integritas
kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.
L. PERENCANAAN
KEPERAWATAN
1. Penurunan
curah jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokardia,
perubahan frekuensi, irama, perubahan structural (kelainan katup).
a. Tujuan :
1) Menununjukan
tanda vital dalam batas normal, dan bebas gejala gagal jantung.
2) Melaporkan
penurunan episode dispnea, angina.
3) Ikut serta
dalam aktvitas mengurangi beban kerja jantung.
b. Intervensi
Mandiri :
1) Aukskultasi
nadi, kaji frekuensi jantung, irama jantung.
Rasional : Agar mengetahui
seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal.
2) Pantau TD
Rasional : pada GJK
peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun.
3) Kaji kulit
terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : pucat
menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis dapat terjadi akibat dari suplai oksigen yang berkurang pada
jaringan atau sel.
4) Berikan
pispot di samping tempat tidur klien.
Rasional : pispot
digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi.
5) Tinggikan
kaki, hinderi tekanan pada bawah lutut.
Rasional : menurunkan
statis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus atau
pembentukan emboli.
6) Berikan
oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, untuk melawan hipoksia.
Kolaborasi :
7) Berikan obat
sesuai indikasi.
Vasodilator, contoh nitrat
(nitro-dur, isodril).
Rasional : vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume sirkulasi.
2. Intoleran
aktvitas berhubungn dengan ketidak seimbangan suplai oksigen, kelemahan umum.
a. Tujuan
1) Berpatisipasi
pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan keperawatan diri sendiri.
2) Mencapai
peningkatan toleransi aktivitas yang dapat di ukur, dibuktikan oleh menurunya
kelemahan dan kelelahan tanda vitalselam aktivitas.
b. Intervensi
Mandiri :
1) Periksa
tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, dan diuretic.
Rasional :
hipotensi ortostatik dapa terjadi karena akibat dari obat vasodilator dan
diuretic.
2) Catat respon
kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,disritmia, dispnea, pucat.
Rasional :
penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi
peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : dapat
menunjukan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
Kolaborasi :
4)
Implemenasi program rehabilitasi
jantung/aktifitas
Rasional: peningkatan
bertahap pada aktifitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
Rehabilitasi juga perlu dilakukan ketika fungsi jantung tidak dapat kembali
membaik saat berada dibawah tekanan.
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penigkatan produksi ADH, resistensi natrium
dan air.
a.
Tujuan
Mendemonstrasikan volume cairan
stabil dengan keseimbangan cairan pemasukan dan pengeluaran, bunyi nafas
bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan
stabil, dan tak ada edema.
b.
Intervensi
Mandiri :
1) Pantau haluaran
urin, catat jumlah dan warna.
Rasional : haluaran
urin mungkin sedikit dan pekat karena perunan perrfusi ginjal.
2) Ajarkan
klien dengan posisi semifowler.
Rasional : posisi
terlentang atau semi fowler meningkatakan filtrasi ginjaldan menurunkan ADH sehingga
meningkatkan dieresis.
3) Ubah posisi
klien dengan sering.,
Rasional : pembentukan
edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan inmobilisasi atau
baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan
memerlukan intervensi pengawasan ketat.
4) Kaji bising
usus. Catat keluhan anoreksia, mual.
Rasional : kongesti
visceral dapat menganggu fungsi gaster/intestinal.
5) Berikan
makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : penurunan
mortilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorsi. Makan
sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen.
6) Palpasi
hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
Rasional : perluasan
gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen,
pembesaran hati, dan menganggu metabolism obat.
Kolaborasi:
Pemberian obat sesuai indikasi.
7) Diuretic
contoh furrosemid (lasix), bumetanid (bumex).
Rasional : meningkatkan
laju aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal.
8) Tiazid
dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (aldakton).
Rasional : meningkatkan
diuresi tanpa kehilangan kalium berlebihan.
9) Konsultasi
dengan ahli diet
Rasional : perlu
diberikan diet yang dapat diterima pasien dan memenuhi kebutuhan kalori dalam
pembatasan natrium.
4. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya cairan antara kapiler dan
alveolus.
a. Tujuan
1) Mendemonstrasikan
ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan.
2) Berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan.
b. Intervensi
Mandiri :
1) Aukskultasi
bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan
adanya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi
lanjut.
2) Anjurkan
pasien untuk batuk efektif, napas dalam.
Rasional : memberikan
jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
3) Pertahankan
posisi semifowler.
Rasional : Menurunkan
kosumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal.
4) Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan
kontraksi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia
jaringan.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi.
5) Diuretic,
furosemid (laxis).
Rasional : menurunkan
kongesti alveolar, mningkatkan pertukaran gas.
6) Bronkodilator,
contoh aminofiin.
Rasional : meningkatkan
aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil.
7) Berikan
oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien,
Rasional : terjadinya/kegagalan
nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan hidup.
5. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru, hepatomegali,
splenomigali.
a. Tujuan
Pola nafas
efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selam di RS, RR Normal ,
tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot bantu pernafasan.
Dan GDA Normal.
b. Intervensi
Mandiri :
1) Monitor
kedalaman pernafasan, frekuensi, dan ekspansi dada.
Rasional : distress
pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat dari
diafragma yang menekan paru-paru.
2) Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu nafas
Rasional : kesulitan
bernafas dengan ventilator dan/atau peningkatan tekanan jalan napas di duga
memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi.
3) Auskultasi
bunyi napas dan catat adanya bunyi napas krekels, mengi.
Rasional : bunyi
napas menurun/tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan,
krekels dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernapasan
4) Tinggikan
kepala dan bantu untuk mencapi posisi yang senyaman mungkin.
Rasional : duduk
tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahka pernapasan. Pengubahan posisi
dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
Kolaborasi :
5) Pemberian
oksigen dan cek GDA
Rasional : pasien dengan gangguan nafas membutuhkan
oksigen yang adekuat. GDA untuk mengetahui konsentrasi O2 dalam darah.
6. Integritas
kulit berhubungan dengan edema, penurunan perfusi jaringan.
a. Tujuan
1)
Mempertahankan integritas kulit.
2)
Mendemonstrasikan perilaku/teknik
mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi
1) Kaji kulit,
adanya edma, area sirkulasi terganggu, atau kegemukan/kurus.
Rasional: kulit
berisiko karena gangguan sirkulasi perifer, dan gangguan status nutrisi.
2) Pijat area
yang kemerahan atau memutih.
Rasional : meningkatkan
aliran darah, meminimalkan hipoksia jarinagan.
3) Ubah posisi
sering ditempat tidur/kursi, bantu rentang gerak aktif/pasif.
Rasional : memperbaiki
sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang meganggu aliran darah.
4) Berikan
perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban.
Rasional : terlalu
kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
5) Hindari obat
intramuscular.
Rasional : Edema
intertisisal dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbs obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, Buku
Ajar Keperawatan Mdikal Bedah, edisi 8, 1997, EGC, Jakarta.
Doenges E. Marlynn, Rencana
Asuhan Keperawatan , 2000, EGC, Jakarta.
Gallo & Hudak, Keperawatan
Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta
Noer Staffoeloh et all, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Nursalam. M.Nurs, Managemen
Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional,
2002, Salemba Medika, Jakarta
Mansjoer, Arif dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga Jilid 1, Jakarta: Media Aesculapios
FKUI, 2001
Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan
klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Russel C Swanburg, Pengantar
keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.
Tag : laporan pendahuluan gagal jantung, asuhan keperawatan gagal jantung.
Tags
Laporan Pendahuluan