Laporan Pendahuluan : Gagal Nafas

 Definisi Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan, 2007). Gagal nafas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Gagal nafas adalah suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi metabolisme tubuh. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis. Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempetahankan oksigenasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2009). Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen yang masuk ke dalam darah melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kantung-kantung udara kecil di paru-paru (alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah ketika mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernapasan di otak, atau pun kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner & Sudarth, 2010).
2.        Klasifikasi
a.         Gagal nafas akut
Gagal nafas yang timbul pada pasien yang paru-parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. 
b.         Gagal nafas kronis
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam.
3.        Etiologi
a.        Kelainan di luar paru-paru
1)      Penekanan pusat pernapasan
a)       Takar lajak obat (sedative, narkotik)
b)      Trauma atau infark selebral
c)       Poliomyelitis bulbar
d)      Ensefalitis
2)      Kelainan neuromuscular
a)       Trauma medulaspinalis servikalis
b)      Sindroma guilainbare
c)       Sklerosis amiotropik lateral
d)      Miastenia gravis
e)       Distrofi otot
3)      Kelainan Pleura dan Dinding Dada
a)       Cedera dada (fraktur iga multiple)
b)      Pneumotoraks tension
c)       Efusi leura
d)      Kifoskoliosis (paru-paru abnormal)
e)       Obesitas: sindrom Pickwick
b.        Kelainan Intrinsic Paru-Paru
1)      Kelainan Obstruksi Difus
a)       Emfisema, Bronchitis Kronis (PPOM)
b)       Asma, Status asmatikus
c)       Fibrosis kistik

2)      Kelainan Restriktif Difus
a)       Fibrosis interstisial akibat berbagai penyebab (seperti silica, debu batu barah)
b)      Sarkoidosis
c)       Scleroderma
d)      Edema paru-paru
e)       Kardiogenik
f)        Nonkardiogenik (ARDS)
g)      Atelektasis
h)      Pneumoni yang terkonsolidasi
3)      Kelainan Vaskuler Paru-Paru
a)       Emboli paru-paru
4.        Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari gagal nafas sebagai berikut :
a.         Gagal nafas total
b.         Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
c.         Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
d.         Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
e.         Gagal nafas parsial
f.          Terdenganr suara nafas tambahan gurgling, snoring, dan wheezing
g.         Ada retraksi dada
h.         Hiperkapnia, yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
i.           Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)
5.        Patofisiologi
Indikator gagal nafas adalah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Penyebab terpenting dari gagal nafas adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.
6.        Komplikasi
a.         Paru: emboli paru, fibrosis dan komplikasi sekunder penggunaan ventilator (seperti, emfisema kutis dan pneumothoraks).
b.         Jantung: cor pulmonale, hipotensi, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark miokard akut.
c.         Gastrointestinal: perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik , diare dan pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada gagal napas.
d.         Polisitemia (dikarenakan hipoksemia yang lama sehingga sumsum tulang memproduksi eritrosit, dan terjadilah peningkatan eritrosit yang usianya kurang dari normal).
e.         Infeksi nosokomial: pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis.
f.          Ginjal: gagal ginjal akut dan ketidaknormalan elektrolit asam basa.
g.         Nutrisi: malnutrisi dan komplikasi yang berhubungan dengan pemberian nutrisi enteral dan parenteral (Alvin Kosasih, 2008).
7.        Pemeriksaan Penunjang
a.         Laboratorium
1)        Analisis gas darah (pH meningkat, HCO3- meningkat, PaCO2 meningkat, PaO2 menurun) dan kadar elektrolit (kalium).
2)        Pemeriksaan darah lengkap : anemia bisa menyebabkan hipoksia jaringan, polisitemia bisa trejadi bila hipoksia tidak diobati dengan cepa.
3)        Fungsi ginjal dan hati: untuk mencari etiologi atau identifikasi komplikasi yang berhubungan dengan gagal napas.
4)        Serum kreatininin kinase dan troponin1: untuk menyingkirkan infark miokard akut.
b.         Radiologi:
1)        Rontgen toraks membantu mengidentifikasi kemungkinan penyebab gagal nafas seperti atelektasis dan pneumoni.
2)        EKG dan Ekokardiografi : Jika gagal napas akut disebabkan olehcardiac.
3)        Uji faal paru : sangat berguna untuk evaluasi gagal napas kronik (volume tidal < 500ml, FVC (kapasitas vital paksa) menurun,ventilasi semenit (Ve) menurun (Lewis, 2011).
8.        Penatalaksanaan Medis
a.         Pemberian O2 yang adekuat dengan meningkatkan fraksi O2 akan memperbaiki PaO2, sampai sekitar  60-80 mmHg cukup untuk oksigenasi jaringan dan pecegahan hipertensi pulmonal akibat hipoksemia yang terjadi. Pemberian FiO2<40% menggunakan kanul nasal atau masker. Pemberian O2 yang berlebihan akan memperberat keadaan hiperkapnia.Menurunkan kebutuhan oksigen dengan memperbaiki dan mengobati febris, agitasi, infeksi, sepsis dll usahakan Hb sekitar 10-12g/dl.
b.         Dapat digunakan tekanan positif  seperti CPAP, BiPAP, dan PEEP. Perbaiki elektrolit, balance pH, barotrauma, infeksi dan komplikasi iatrogenik. Ganguan pH dikoreksi pada hiperkapnia akut dengan asidosis, perbaiki ventilasi alveolar dengan memberikan bantuan ventilasi mekanis, memasang dan mempertahankan jalan nafas yang adekuat, mengatasi bronkospasme dan mengontrol gagal jantung, demam dan sepsis.
c.         Atasi atau cegah terjadinya atelektasis, overload cairan, bronkospasme, sekret trakeobronkial yang meningkat, dan infeksi.
d.         Kortikosteroid jangan digunakan secara rutin. Kortikosteroid Metilpretmisolon bisa digunakan bersamaan dengan bronkodilator ketika terjadi bronkospasme dan inflamasi. Ketika penggunaan IV kortikoteroid mempunyai  reaksi onset cepat. Kortikosteroid dengan inhalasi memerlukan 4-5 hari untuk efek optimal terapy dan tidak digunakan untuk gagal napas akut. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan IV kortikosteroid, Monitor tingkat kalium yang memperburuk hipokalemia yang disebabkan diuretik. Penggunaan jangka panjang menyebabkan insufisiensi adrenalin.
e.         Perubahan posisi dari posisi tiduran menjadi posisi tegak meningkatkan volume paru yang ekuivalan dengan 5-12 cm H2O PEEP.
f.          Drainase sekret trakeobronkial yang kental dilakukan dengan pemberian mukolitik, hidrasi cukup, humidifikasi udara yang dihirup, perkusi, vibrasi dada dan latihan batuk yang efektif.
g.         Pemberian antibiotika untuk mengatasi infeksi.
h.         Bronkodilator diberikan apabila timbul bronkospasme.
i.           Penggunaan intubasi dan ventilator apabila terjadi asidemia, ipoksemia dan disfungsi sirkulasi yang prospektif (Lewis, 2011).
9.        Pathway
 





















B.          Konsep Asuhan Keperawatan
1.        Pengkajian
a.         Airway
1)        Peningkatan sekresi pernapasan
2)        Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b.         Breathing
1)        Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
2)        Menggunakan otot aksesori pernapasan
3)        Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c.         Circulation
1)        Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2)        Sakit kepala
3)        Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4)        Papiledema
5)        Penurunan haluaran urine
d.         Pemeriksaan fisik
1)        System pernafasaan
Inpeksi          : kembang kembis dada dan jalan nafasnya
Palpasi           : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal
Perkusi          : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak)
Auskultasi     : suara abnormal (wheezing dan ronchi)
2)        System Kardiovaskuler
Inspeksi         : adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma
Palpasi           : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
Auskultasi     : suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradok
3)        System neurologis
Inpeksi          :  gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala
Palpasi           : kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak
Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
e.         Pemeriksaan sekunder
1)        Aktifitas
Gejala            : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap.
Tanda                        : takikardi, dispnea pada istirahat atau aktifitas
2)        Sirkulasi
Gejala            : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas.
Tanda                        : tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia), bunyi jantung ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel, bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung, irama jantung dapat teratur atau tidak teratur, edema, pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir.
3)        Eliminasi
Tanda                        : bunyi usus menurun.
4)        Integritas ego
Gejala            : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda                        : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri.
5)        Makanan atau cairan
Gejala            : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda                        : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
6)        Hygiene
Gejala atau tanda      : kesulitan melakukan tugas perawatan

7)        Neurosensori
Gejala            : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat
Tanda                        : perubahan mental, kelemahan
8)        Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala            : nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
9)        Pernafasan:
Gejala            : dispnea tanpa atau dengan kerja, dispnea nocturnal, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda                        : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum.
10)    Interkasi sosial
Gejala            : stress, kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda                        : kesulitan istirahat dengan tenang, respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ), menarik diri.
(Doengoes, E. Marylinn. 2000)

2.        Diagnosa Keperawatan
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir.
b.         Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
d.          Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah















3.        Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Setelah diberikan askep selama 5x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory status: airway patency
1.         Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)
2.         Irama pernapasn normal
3.         Kedalaman pernapasan normal
4.         Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
5.         Tidak ada akumulasi sputum

NIC Label >> Respiratory monitoring
1.       Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
2.       Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
3.       Monitor suara napas tambahan
4.       Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
NIC Label >> Airway Management
5.       Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing.
6.       Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
7.       Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan.
8.       Anjurkan asupan cairan adekuat.
9.       Ajarkan batuk efektif
10.   Kolaborasi pemberian oksigen
11.   Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi.
NIC Label >> Airway suctioning
12.   Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
13.   Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
14.   Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
15.   Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
16.   Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
17.   Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction

1.         Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan.
2.         Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan
3.         Suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4.         Mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
5.         Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih di jalan nafas.
6.         Posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
7.         Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
8.         Mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan
9.         Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu menjatuhkan secret yang ada dijalan nafas.
10.     Meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen serta memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
11.     Broncodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
12.     Waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien
13.     Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien
14.     memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa dilakukan tindakan suction
15.     Untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan memberikan pasien safety
16.     Aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
17.     Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola nafas,  dengan kriteria hasil:
NOC Label : Respiratory Status: Airway patency
1.       Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal
2.       Tidak menggunakan otot-otot bantu pernapasan
NOC Label : Vital Signs
1.         Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)

NIC Label : Airway Management
1.       Posisikan pasien semi fowler
2.       Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara adventif
3.       Monitor pernapasan dan status oksigen yang sesuai
NIC Label : Oxygen Therapy
1.       Mempertahankan jalan napas paten
2.       Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi
3.       Monitor aliran oksigen
NIC Label : Respiratory Monitoring
1.       Monitor kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas
2.       Catat pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan
3.       Monitor suara nafas seperti snoring
4.       Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll

NIC Label : Airway Management
1.       Untuk memaksimalkan potensial ventilasi
2.       Memonitor kepatenan jalan napas
3.       Memonitor respirasi dan keadekuatan oksigen
NIC Label : Oxygen Therapy
1.       Menjaga keadekuatan ventilasi
2.       Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen
3.       Menjaga aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
NIC Label : Respiratory Monitoring
1.       Monitor keadekuatan pernapasan
2.       Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi
3.       Mengetahui adanya sumbatan pada jalan napas
4.       Memonitor keadaan pernapasan klien

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi

Setelah diberikan asuhan keperawatan 1×12 jam, diharapkan kerusakan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil:
NOC : Respiratory status: Airway patency
1.       Klien mampu mengeluarkan secret
2.       RR klien normal 16-20 x/menit
3.       Irama pernapasan teratur
4.       Kedalaman inspirasi normal
5.       Oksigenasi pasien adekuat
 Respiratory Status : Gas Exchange
1.         AGD dalam batas normal skala 5 (no deviation from normal range).
2.         Tanda-tanda sianosis mencapai skala 5 (none)
3.         Klien tidak mengalami somnolen mencapai skala 5 (none).
Tissue Perfusion : Peripheral
1.       Capitary refill pada jari-jari dalam rentang normal mencapai skala 5 (no deviation from normal range)

NIC : Airway Management
1.       Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi udara
2.       Lakukan terapi fisik dada, sesuai kebutuhan
3.       Keluarkan secret dengan melakukan batuk efektif atau dengan melakukan suctioning
4.       Catat dan monitor pelan, dalamnya pernapasan dan batuk
5.       Berikan treatment aerosol, sesuai kebutuhan
6.       Berikan terapi oksigen, sesuai kebutuhan
7.       Regulasi intake cairan untuk mencapai keseimbangan cairan
8.       Monitor status respiratory dan oksigenasi
Respiratory Monitoring
1.       Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernapasan.
2.       Monitor adanya suara abnormal/noisy pada pernapasan seperti snoring atau crowing.
3.       Kaji keperluan suctioning dengan melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya crackles dan rhonchi di sepanjang jalan napas.
4.       Catat onset, karakteristik dan durasi batuk.
Vital Signs Monitoring
1.       Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status respirasi, sesuai kebutuhan.
2.       Monitor respiration rate dan ritme (kedalaman dan simetris)
3.       Monitor suara paru
4.       Monitor adanya abnormal status respirasi (cheyne stokes, apnea, kussmaul)
5.       Monitor warna kulit, temperature dan kelembapan.
6.       Monitor adanya sianosis pada central dan perifer
Managemen Asam-Basa
1.       Pertahankan kepatenan jalan napas.
2.       Pantau gas darah arteri (AGD), serum dan tingkat elektrolit urine.
3.       Monitor hilangnya asam (misalnya muntah, output nasogastrik, diare dan diuresis).
4.       Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi yang memadai (misalnya membuka jalan napas dan mengangkat kepala tempat tidur)
5.       Pantau gejala gagal pernafasan (misalnya PaO2 rendah, PaCO2tinggi dan kelelahan otot pernafasan).
6.       Pantau pola pernapasan.
7.       Berikan terapi oksigen, jika perlu.

Airway Management
1.       Melancarkan pernapasan klien
2.       Merilekskan dada untuk memperlancar pernapasan klien
3.       Mengeluarkan secret yang menghambat jalan pernapasan
4.       Mengetahui factor penyebab batuk dan gangguan pernapasan
5.       Memperlancar saluran pernapasan
6.       Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
7.       Menyeimbangkan cairan dalam tubuh
8.       Mengetahui status respirasi klien lancar ataukah ada gangguan
 Respiratory Monitoring
1.       Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
2.       Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
3.       Memperlancar saluran pernapasan
4.       Mengetahui karakteristik batuk untuk dapat memberikan intervensi yang tepat
 Vital Signs Monitoring
1.       Mendeteksi adanya gangguan respirasi dan kardiovaskuler
2.       Mengecek adanya gangguan pernapasan
3.       Mendeteksi adanya keabnormalan suara paru
4.       Mendeteksi adanya gangguan system tubuh
5.       Monitor adanya gangguan respirasi dan kardiovaskular.
Managemen Asam-Basa
1.       Untuk membuat klien agar bernafas dengan baik tanpa adanya gangguan.
2.       Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2 dan CO2) sehingga kondisi pasien tetap dapat dipantau.
3.       Agar klien tidak mengalami alkalosis akibat kekurangan asam yang berlebihan dari tubuh.
4.       Posisi yang tepat menyebabkan berkurangnya tekanan diafragma ke atas sehingga ekspresi paru maksimal sehingga klien dapat bernafas dengan leluasa.
5.       Agar perawat cepat mengetahui jika terjadinya gagal nafas sehingga tidak membuat kondisi klien menjadi semakin buruk.
6.       Sebagai indikator adanya gangguannafas dan indikator dalam tindakanselanjutnya.
7.       Untuk mempelancar pernafasan klien dan memenuhi kebutuhan oksigen klien.






Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 2 jam diharapkan pasien dapat terhindar dari risiko infeksi, dengan criteria hasil :
NOC label : Tissue Integrity: Skin and Mucous membranes
1.       Integritas kulit klien normal
2.       Temperatur kulit klien normal
3.       Tidak adanya lesi pada kulit

 NOC label: Wound healing: primary and secondary jaringan:
1.       Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.       Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang
3.       menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

NIC label : Wound Care
1.       Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan bau luka
2.       Bersihkan luka dengan normal salin
3.       Rawat luka dengan konsep steril
4.       Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan perawatan luka
5.       Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai tanda dan gejala dari infeksi
6.       Kolaborasi pemberian antibiotik
NIC label : Infection Control
1.       Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
2.       Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
3.       Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan

NIC label : Wound Care
1.       Untuk mengetahui keadaan luka dan perkembangannya
2.       Normal salin merupakan cairan isotonis yang sesuai dengan cairan di tubuh
3.       Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar oleh kuman atau bakteri
4.       Memandirikan pasien dan keluarga
5.       Agar keluarga pasien mengetahui tanda dan gejala dari infeksi
6.       Pemberian antibiotic untuk mencegah timbulnya infeksi
NIC label : Infection Control
1.       Meminimalkan risiko infeksi
2.       meminimalkan patogen yang ada di sekeliling pasien
3.       mengurangi mikroba bakteri yang dapat menyebabkan infeksi


















DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Gloria M. Bulechek, (et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Elsevier
Moorhed, (et al). 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby Elsevier
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC




Post a Comment

Previous Post Next Post