Laporan Pendahuluan Kanker Serviks

PENGERTIAN
 Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005). Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Leher rahim sendiri berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari vagina. Semua wanita dari berbagai usia berisiko menderita kanker serviks. Tapi, penyakit ini cenderung memengaruhi wanita yang aktif secara seksual.
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002). Kanker ini adalah salah satu jenis kanker yang paling banyak terjadi pada wanita di seluruh dunia. Namun, tes pap smear yang rutin dapat membantu mengetahui adanya kanker serviks secara dini. Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Leher rahim sendiri berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari vagina. Semua wanita dari berbagai usia berisiko menderita kanker serviks. Tapi, penyakit ini cenderung memengaruhi wanita yang aktif secara seksual. 
Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama. Kanker serviks dimulai ketika sel-sel yang sehat mengalami mutasi genetik atau perubahan pada DNA. Mutasi genetik ini kemudian mengubah sel normal menjadi sel abnormal. Sel yang sehat akan tumbuh dan berkembang biak pada kecepatan tertentu, sedangkan sel kanker tumbuh dan berkembang biak tanpa terkendali.

B.     ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1.    Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual   semakin besar mendapat kanker serviks.  Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
2.    Jumlah kehamilan dan partus Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.  Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3.     Jumlah perkawinan Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4.    Infeksi virus
 Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5.    Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan.  Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6.    Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi.  Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7.    Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks
C.                   PATOFISIOLOGI
            Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada waniya umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
ü  Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lUmen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
ü  Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
ü  Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
            Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif.. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan terus.
            Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.
D.              TANDA DAN GEJALA
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1.    Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2.    Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
3.    Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4.    Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5.    Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6.    Kelemahan pada ekstremitas bawah
7.    Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8.    Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.

E.  Klasifikasi klinis
STADIUM
KRITERIA
0
Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I
Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia
Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib
Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II
Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak sampai ke dinding panggul.
Iia
Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
Iib
Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai ke dinding panggul.
III
Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai dinding panggul.
IIIa
Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke dinding panggul.
IIIb
Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul, atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau hidronefrosis.
IV
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva
Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb
Telah bermetastasis jauh

F.        PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.    Sitologi/Pap Smear
     Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2.    Schillentest
     Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium.  Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3.     Koloskopi
     Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
     Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
     Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4.     Kolpomikroskopi
     hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5.    Biopsi
     Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6.    Konisasi
     Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya.  Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
H. TERAPI
1. Irradiasi
ü  Dapat dipakai untuk semua stadium
ü  Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
ü  Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Dosis
    Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3. Komplikasi irradiasi
ü  Kerentanan kandungan kencing
ü  Diarrhea
ü  Perdarahan rectal
ü  Fistula vesico atau rectovaginalis
4. Operasi
ü  Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II
ü  Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal
5. Kombinasi
ü  Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema.  Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
ü  Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten.  5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.




I.     KOMPLIKASI
1.      Pendarahan
2.      Infertil
3.      Obstruksi ureter
4.      Hidronefrosis
5.      Gagal ginjal
6.      Pembentukan fistula
7.      Anemia
8.      Infeksi sistemik
9.      Trombositopenia

J. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
  Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1.      Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2.      Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3.      Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4.      Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil nega
II. KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
a.       Identitas pasien
b.      Riwayat keluarga
c.       Status kesehatan
ü  Status kesehatan saat ini
ü  Status kesehatan masa lalu
ü  Riwayat penyakit keluarga
d.      Pola fungsi kesehatan Gordon
1.      Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
2.      Pola istirahat dan tidur.
Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.
3.      Pola eliminasi
Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal
4.      Pola nutrisi dan metabolik
Asupan nutrisi pada Ibu hamil dengan kanker serviks harus lebih banyak jika dibandingkan dengan sebelum kehamilan. Dapat terjadi mual dan muntah pada awal kehamilan. Kaji jenis makanan yang biasa dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu sesuai dengan umur kehamilan karena Ibu dengan kanker serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan. Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga dapat mengganggu dari perkembangan janin.
5.      Pola kognitif – perseptual
Pada Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap.
6.      Pola persepsi dan konsep diri
Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.
7.      Pola aktivitas dan latihan.
         Kaji apakah penyakit serta kehamilan pasien mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).
         Ibu hamil wajar jika mengalami perasaan sedikit lemas akibat dari asupan nutrisi yang berkurang akibat dari harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Namun pada ibu hamil yang disertai dengan kanker serviks ibu akan merasa sangat lemah terutama pada bagian ekstremitas bawah dan tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan baik akibat dari progresivitas kanker serviks sehingga harus beristirahat total.
8.      Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
9.      Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. Ibu hamil dengan kanker serviks biasanya mengalami gangguan dalam manajemen koping stres yang diakibatkan dari cemas yang berlebihan terhadap risiko terjadinya kematian janin serta keselamatan dirinya sendiri.
10.  Pola peran - hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya. Ibu hamil dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan Ibu serta janin yang dikandungnya. Biasanya koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker serviks.
11.  Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.
a.      Analisis data
1.      Data subyektif :
a.          Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
b.      Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
c.          Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
d.      Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah
e.          Pasien mengatakan nafsu makan berkurang
f.           Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas
g.      Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks
h.      Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisi janin yang dikandungnya
i.           Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya
2.      Data obyektif
a.       TTV tidak dalam batas normal
Dimana batas normal TTV meliputi :
Nadi : 60-100 x / menit
Nafas : 16 - 24 x / menit
Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg
Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C
b.      Membran mukosa kering
c.       Turgor kulit buruk akibat perdarahan
d.      Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )
e.       Ekspresi wajah pasien pucat
f.        Pasien tampak lemas
g.      Warna kulit kebiruan
h.      Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh
i.        Nilai profil biofisik janin normal tidak sesuai dengan usia kehamilan
j.        DJJ tidak dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit
k.      Gerakan janin kurang aktif
l.        Ekspresi wajah pasien meringis
m.    Pasien tampak gelisah
n.      Pasien mengalami kejang
o.      Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
p.      Terjadi hematuria
q.      Terjadi inkontinensia urine
r.        Terjadi inkontinensia alvi
s.       Berat badan pasien tidak stabil (tidak sesuai dengan BB pasien dalam kondisi kehamilan)
t.        Mual ataupun muntah
u.      Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

B.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul :
1.         Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
2.         Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai Oke  jaringan
3.         Nyeri  b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4.         Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik terhadap kanker
6.         Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
C.      RENCANA TINDAKAN
1.   Dx 1 :                         
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil :           
ü  TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
     Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
     Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit
     Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
     Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
ü  Membran mukosa lembab
ü  Turgor kulit baik (elastis)
ü  Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan )
ü  Ekspresi wajah pasien tidak pucat
      
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume darah yang keluar melalui pendarahan
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan yang perlu diberikan sehingga dapat mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen pada ibu dan janin.
2
Catat kehilangan darah ibu dan kemungkinan adanya kontraksi uterus
Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah baring dan medikasi mungkin tidak efektif di dalam mempertahankan kehamilan. Kehilangan darah ibu secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta
3
Hindari trauma dan pemberian tekanan berlebihan pada daerah yang mengalami pendarahan
Mengurangi potensial terjadinya peningkatan pendarahan dan trauma mekanis pada janin
4
Pantau status sirkulasi dan volume darah ibu
Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta
5
Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan pengisian kapiler
Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi
6
Catat respon fisiologis individual pasien terhadap pendarahan, misalnya kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / penurunan kesadaran
Simtomatologi dapat berguna untuk mengukur berat / lamanya episode pendarahan. Memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya pendarahan / tidak adekuatnya penggantian cairan
7
Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada pasien
Merupakan indikator dari status hidrasi / derajat kekurangan cairan
8
Kolaborasi :
Berikan cairan IV sesuai indikasi
Penggantian cairan tergantung pada derajat hipovolemia dan lamanya pendarahan (akut / kronis). Cairan IV juga digunakan untuk mengencerkan obat antineoplastik pada penderita kanker. 
9
Kolaborasi :
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan trombosit sesuai indikasi
Transfusi darah diperlukan untuk memperbaiki jumlah darah dalm tubuh ibu dan mencegah manifestasi anemia yang sering terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk memaksimalkan mekanisme pembekuan darah sehingga pendarahan lanjutan dapat diminimalisir. 
10
Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya : Hb, Hct, sel darah merah
Perlu dilakukan untuk menentukan kebutuhan resusitasi cairan dan mengawasi keefektifan terapi

2.      Dx 2 :
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke  jaringan  
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan kembali adekuat
Kriteria Hasil :
ü  TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
ü  Pasien tidak tampak lemas
ü  Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
ü  Denyut nadi teraba
ü  Tidak tampak kebiruan pada permukaan kulit
ü  Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)
NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler dan warna dasar kuku
Identifikasi ketidakadekuatan derajat perfusi jaringan dan membantu dalam menentukan intervensi
2
Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah
Pada ibu hamil yang menderita kanker serviks rentan mengalami perdarahan yang potensial merusak hasil kehamilan, dan kemungkinan menyebabkan hipovolemia hingga hipoksia pada uteroplasenta
3
Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardi atau takikardi. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktif atau hiperaktif).
Identifikasi berlanjutnya hipoksia janin. Pada awalnya janin berespon terhadap penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.
4
Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri
Menurunkan tekanan vena cava inferior dan superior serta meningkatkan sirkulasi plasenta (janin) dan pertukaran oksigen.
5
Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hct, Hb, SDM)
Reduksi pada kadar Hb, Hct atau volume sirkulasi darah mengurangi persediaan oksigen untuk jaringan ibu yang akan berdampak pada janin yang dikandungnya
6
Kolaborasi :
Berikan transfusi sel darah merah lengkap sesuai indikasi. Awasi adanya komplikasi transfusi
Meningkatkan jumlah mediator transport oksigen ke sel-sel tubuh
7
Kolaborasi :
Berikan terapi oksigen tambahan sesuai indikasi
Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin, sehingga kapasitas oksigen untuk janin meningkat
                                     
3.      Dx 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan penurunan perfusi plasenta
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan risiko cedera terhadap janin dapat dicegah sehingga tidak menjadi aktual
Kriteria Hasil :
ü  Tidak terjadi cedera pada janin
ü  Nilai profil biofisik janin normal sesuai dengan usia kehamilan
ü  DJJ berada dalam batas normal ± 120 - 180 x / menit
ü  Gerakan janin aktif seperti biasanya
ü  Bayi lahir tanpa gangguan

NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Perhatikan kondisi ibu yang berdampak pada sirkulasi janin
Faktor yang mempengaruhi atau menurunkan sirkulasi / oksigenasi ibu mempunyai dampak yang sama pada kadar oksigen janin melalui plasenta. Janin yang tidak mendapatkan cukup oksigen untuk kebutuhan metabolismenya, akan mengalihkan menjadi metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat yang dapat menimbulkan kondisi asidosis
2
Awasi dan pantau DJJ dan keaktifan gerakan janin
Terjadinya hipoksia pada ibu dapat mengakibatkan kelainan SSP janin. Krisis berulang dapat meningkatkan prevalensi ibu dan janin pada peningkatan mortalitas dan laju morbiditas. Pengkajian yang cermat dan konsisten pada janin dapat mengidentifikasi perubahan status janin secara dini sehingga dapat segera menentukan intervensi yang tepat untuk dilakukan.
3
Diskusikan efek negatif yang potensial terjadi akibat kelainan genetik
Retardasi pertumbuhan intrauterus/ pascanatal, malformasi dan retardasi mental dapat terjadi.
4
Kolaborasi :
Lakukan screening, pemeriksaan ultrasonografi (USG) sesuai indikasi
Identifikasi dan evaluasi pertumbuhan janin

4.      Dx 4 :
Nyeri b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil :           
ü  Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
ü  Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh / efek samping minimal
ü  TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
Nadi normal (± 60 - 100 x / menit)
Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit
Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
Suhu normal (36,5oC - 37,5oC)
ü  Ekspresi wajah pasien tidak meringis
ü  Pasien tampak tenang (tidak gelisah)
ü  Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai indikasi untuk mengontrol nyeri

NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif [catat keluhan, lokasi nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas (skala 0-10) dan tindakan penghilangan nyeri yang dilakukan]
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan atau perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi.
2
Pantau tanda - tanda vital
Peningkatan nyeri akan mempengaruhi perubahan pada tanda - tanda vital
3
Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri seperti teknik relaksasi dan teknik distraksi, misalnya dengan mendengarkan musik, membaca buku, dan sentuhan terapeutik.
Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif untuk mengontrol rasa nyeri yang dialami, serta dapat meningkatkan koping pasien
4
Berikan posisi yang nyaman sesuai kebutuhan pasien
Memberikan rasa nyaman pada pasien, meningkatkan relaksasi, dan membantu pasien untuk memfokuskan kembali perhatiannya.
5
Dorong pengungkapan perasaan pasien
Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi pasien akan intensitas rasa sakit.
6
Evaluasi upaya penghilangan nyeri / kontrol  pada pasien
Tujuan yang ingin dicapai melalui upaya kontrol adalah kontrol nyeri yang maksimum dengan pengaruh / efek samping yang minimum pada pasien.
7
Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
8
Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
Nyeri adalah komplikasi tersering dari kanker, meskipun respon individual terhadap nyeri berbeda-beda. Pemberian analgetik dapat mengurangi nyeri yang dialami pasien
9
Kolaborasi untuk pengembangan rencana manajemen nyeri dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan yang terlibat
Rencana manajemen nyeri yang terorganisasi dapat mengembangkan kesempatan pada pasien untuk mengontrol nyeri yang dialami. Terutama dengan nyeri kronis, pasien dan orang terdekat harus aktif menjadi partisipan dalam manajemen nyeri di rumah.
10
Kolaborasi untuk pelaksanaan prosedur tambahan, misalnya pemblokan pada saraf
Mungkin diperlukan untuk mengontrol nyeri berat (kronis) yang tidak berespon pada tindakan lain

5.      Dx 4 :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik terhadap kanker
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara optimal dan seimbang
Kriteria Hasil  :
ü Berat badan pasien stabil (sesuai dengan BB pasien dalam kondisi normal)
ü Pasien menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan
ü Tidak terjadi mual ataupun muntah
ü Pasien tidak tampak pucat / lemas

NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Pantau masukan makanan setiap hari
Mengidentifikasi defisiensi nutrisi
2
Ukur tinggi, berat badan. Pastikan jumlah penurunan berat badan saat ini. Timbang berat badan setiap hari
Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein dan kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
3
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori dan nutrien dengan masukan cairan yang adekuat. Dorong penggunaan suplemen
Kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan (untuk menghilangkan produk sisa). Suplemen dapat membantu untuk mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat untuk pertumbuhan ibu serta perkembangan janin
4
Kontrol faktor lingkungan (misalnya : bau makanan yang terlalu kuat, kebisingan lingkungan, makanan yang terlalu pedas, terlalu manis, dan berlemak)
Untuk menurunkan potensial terjadinya respon mual dan muntah
5
Lakukan oral hygiene pada pasien
Kebersihan mulut yang terjaga dapat meningkatkan sensasi pengecapan dan nafsu makan
6
Kolaborasi :
Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, misalnya transferin serum dan albumin
Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidakseimbangan biokimia dan malnutrisi yang terjadi akibat pertumbuhan sel-sel kanker, dapat mempengaruhi dalam penentuan intervensi diet selanjutnya.
7
Kolaborasi :
Pemberian vitamin A, B6, C, D, E.
Defisiensi vitamin A, C, D, E dapat menghambat proses absorbsi zat-zat nutrisi pada vili intestinum, menghambat proliferasi sel-sel epitel normal, dan menghambat pembentukan antioksidan tubuh. Defisiensi vitamin B6 dapat memperberat perasaan depresi yang dirasakan pasien
8
Kolaborasi :
Rujuk pada ahli gizi / tim pendukung nutrisi
Memberikan rencana diet khusus untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandungnya, serta menurunkan potensial komplikasi yang terjadi berkenaan dengan malnutrisi protein / kalori dan defisiensi mikronutrien 

6.      Dx 5 :
Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, aktivitas pasien dapat meningkat secara optimum / fungsi tercapai
Kriteria Hasil :          
ü  Pasien mampu melakukan aktivitas biasa dengan normal tanpa bantuan perawat / orang terdekat
ü  Pasien mengatakan lebih bertenaga dan tidak lemas

NO
INTERVENSI
RASIONALISASI
1
Pantau respon fisiologis terhadap aktivitas, misalnya perubahan tekanan darah dan frekuensi jantung serta pernafasan
Toleransi sangat bervariasi tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, serta oksigenasi.
2
Jelaskan alasan perlunya tirah baring, penggunaan posisi rekumben lateral kiri/miring, dan penurunan aktivitas.
Tindakan ini ditujukan untuk mempertahankan janin jauh dari serviks dan meningkatkan perfusi uterus. Tirah baring dapat menurunkan peka rangsang uterus.
3
Berikan tindakan kenyamanan seperti gosokan punggung, perubahan posisi, atau penurunan stimulus dalam ruangan (misalnya lampu redup)
Menurunkan tegangan otot dan kelelahan serta meningkatkan rasa nyaman
4
Evaluasi laporan kelelahan. Perhatikan kemampuan tidur / istirahat dengan tepat
Menentukan derajat dari ketidakmampuan pasien
5
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan / dibutuhkan
Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu dalam pemilihan intervensi
6
Identifikasi faktor stres / psikologis yang dapat memperberat
Mungkin mempunyai efek kumulatif terhadap kondisi fisik yang dapat terus berlangsung bila masalah tersebut belum diatasi
7
Buat tujuan aktivitas realistis dengan pasien
Memberikan rasa kontrol dan perasaan mampu menyelesaikan
8
Dorong pasien untuk melakukan aktivitas ringan, bila mungkin. Tingkatkan tingkat partisipasi pasien sesuai toleransi pasien
Meningkatkan rasa membaik dan mencegah terjadinya frustasi pada pasien
9
Rencanakan periode istirahat adekuat
Mencegah kelelahan berlebihan dan menghemat energi untuk proses penyembuhan
10
Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari sesuai dengan derajat ketidakmampuan pasien
Memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang dibutuhkan pasien
11
Dorong masukan nutrisi
Masukan nutrisi adekuat perlu untuk memenuhi kebutuhan energi ibu untuk beraktivitas dan pertumbuhan serta perkembangan janin 
12
Kolaborasi :
Berikan suplemen 02 sesuai indikasi
Adanya hipoksemia dapat menurunkan ketersediaan 02 untuk ambilan seluler ibu dan plasenta janin dan dapat memperberat terjadinya intoleransi pada aktivitas

     








DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius















Post a Comment

Previous Post Next Post