Definisi
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal
dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumnpang, sehingga dalam
kepustakaan dikenal dengan istilah Fibromioma, leiomioma, atau fibroid
(Mansjoer, 2007). Mioma Uteri (bahasa Inggris: uterine myoma) adalah
tumor jinak pada dinding rahim. Mioma juga disebut mioma, myom, tumor otot
rahim atau tumor fibroid, karena berasal dari sel jaringan fibro. Myoma uteri atau fibroid, atau yang
dikenal dengan sebutan miom, adalah tumor jinak yang berasal dari rahim, yang
biasanya berbentuk bulat atau lonjong. Miom ada bermacam-macam tergantung pada
lokasinya di dalam rahim. Ada yang berada dilapisan luar rahim (myom subresosa),
dibawah lapisan dalam rahim (myom submukosa) dan ada yang terdapat dilapisan
otot rahim (myom intramural). Miom merupakan masalah yang jutga sering
ditemukan pada wanita namun sama seperti kista ovarium, kehadirannya sering
tidak disadari.
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya,
sehingga dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak
serta otot rahimnya dominan ( Manuaba, 2007). Miom adalah pertumbuhan sel tumor di dalam atau di
sekitar uterus (rahim) yang tidak bersifat kanker atau ganas. Miom dikenal juga
dengan nama mioma, uteri fibroid, atau leiomioma. Miom berasal dari sel otot
rahim yang mulai tumbuh secara abnormal. Pertumbuhan inilah yang akhirnya
membentuk tumor jinak. Myoma Uteri Merupakan tumor jinak otot polos dan
sering ditemukan. 1 dari 4 wanita subur mempunyai tumor tersebut. Frekuens
tertinggi usia 20-24 tahun. Tidak pernah ditemukan pada masa post menopause.
Mioma
Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid.
Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada
traktus genitalia wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidak sering,
disfungsi reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus
spontan, persalinan prematur, dan malpresentasi (Crum, 2003).
II. Klasifikasi
a. Mioma submukosa
Berada di
bawah endometrium dan menonjol kedalam kavum uteri. Jenis ini dijumpai 6,1%
dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan
kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor
jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama
mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi,
ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan
sepsis karena proses di atas.
b.
Mioma intramural (mioma
intraepitelial)
Terdapat di
dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan
otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor.
Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai
bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak
pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi. Mioma sering
tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena
adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh
sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam
otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot
rahim dominan).
c.
Mioma
subserosa
Apabila
mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus
diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel
pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan
diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang
sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik
dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum
berbentuk bulan sabit.
III. Anatomi Fisiologi
1)
Uterus
Uterus adalah sebuah
organ muskuler dengan bentuk, berat, dan dimensi yang sangat bervariasi,
tergantung pada stimulasi estrogen dan riwayat persalinan. Uterus mempunyai
ukuran panjang 7-8 cm, lebar 4-5 cm serta tebal 3-4 cm dan tergantung pada ligamen
latum.
Uterus dibagi menjadi
4 bagian, yaitu:
· Fundus uteri: letaknya di bagian kranial dan mempunyai
permukaan yang bundar.
· Korpus uteri: merupakan bagian yang utama, terletak
menghadap ke arah kaudal dan dorsal.Fasies vesikalis uteri dipisahkan dari
vesika urinaria oleh spasium uterovesikalis. Fasies intestinalis uteri dipisahkan dari kolon sigmoid
di bagian kranial dan dorsal oleh excavatio rektouterina. Pada margo lateralis
melekat lig.latum uteri.
· Isthmus uteri: bagian ini mengecil, panjang kira-kira 1
cm. Pada masa gravid bagian ini menjadi bagian dari korpus uteri dan dalam klinis
disebut ”segmen bawah rahim”
· Serviks uteri: letak mengarah ke kaudal dan dorsal.
Merupakan bagian yang terletak antara isthmus uteri dan vagina.
2)
Tuba
Uterina/Tuba Fallopi
Tuba uterina berfungsi menghubungkan ovarium dan uterus.
Fertilisasi terjadi pada tuba uterina
Tuba berukuran 7–14 cm panjang dan dapat dibagi menjadi
isthmus ampula dan infundibulum
3)
Ovarium
Ovarium merupakan
sepasang organ yang terletak di setiap sisi uterus
(rahim), di bawah dan di belakang tuba falopii.
Ovarium berfungsi
memproduksi hormon dan menyelenggarakan ovulasi.
IV. Etiologi
Menurut
Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2
teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
a.
Teori
Stimulasi
Berpendapat bahwa estrogen sebagai
faktor etiologi dengan alasan :
a)
Mioma uteri
sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil
b)
Neoplasma
ini tidak pernah ditemukan sebelum monarche
c)
Mioma uteri
biasanya mengalami atrofi sesudah menopause
d)
Hiperplasia
endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri
b.
Teori
Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya mioma uteri tergantung
pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat
dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Menurut
Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
a)
Usia
penderita
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita
usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma
uteri jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan
pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%.
b)
Hormon
endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan
pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause,
diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada
level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa
konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan
jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus
menstruasi (Djuwantono, 2004).
c)
Riwayat
Keluarga
Wanita dengan garis keturunan
tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan
untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan
penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga
penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a
myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak
mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
d)
Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Obesitas juga berperan dalam
terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon
androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono,
2004). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu
meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
e) Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
f) Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
g) Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
h) Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insiden
mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan
penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim
aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).
V.
Manifestasi
Klinis
Gejala yang
timbul sangat tergantung pada tempat mioma, besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi. Gejala yang
mungkin timbul diantaranya:
Perdarahan abnormal, berupa hipermenore, menoragia dan
metroragia. Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan antara lain:
Terjadinya hiperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium karena pengaruh ovarium
·
Permukaan
endometrium yang lebih luas daripada biasanya
·
Atrofi
endometrium di atas mioma submukosum
·
Miometrium
tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya mioma di antara serabut
miometrium
·
Rasa nyeri
yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai nekrosis setempat dan peradangan. Nyeri terutama saat menstruasi
·
Pembesaran
perut bagian bawah
·
Uterus
membesar merata
·
Infertilita
VI. Patofisiologi
Ammature muscle cell nest dalam
miometrium akan berproliferasi hal tersebut diakibatkan oleh rangsangan hormon
estrogen. ukuran myoma sangat bervariasi. sangat sering ditemukan pada bagian
body uterus (corporeal) tapi dapat juga terjadi pada servik. Tumot subcutan
dapat tumbuh diatas pembuluh darah endometrium dan menyebabkan perdarahan. Bila
tumbuh dengan sangat besar tumor ini dapat menyebabkan penghambat terhadap
uterus dan menyebabkan perubahan rongga uterus. P
ada beberapa keadaan tumor
subcutan berkembang menjadi bertangkai dan menonjol melalui vagina atau cervik
yang dapat menyebabkan terjadi infeksi atau ulserasi. Tumor fibroid sangat
jarang bersifat ganas, infertile mungkin terjadi akibat dari myoma yang
mengobstruksi atau menyebabkan kelainan bentuk uterus atau tuba falofii. Myoma
pada badan uterus dapat menyebabkan aborsi secara spontan, dan hal ini
menyebabkan kecilnya pembukaan cervik yang membuat bayi lahir sulit.
VII. Pathway
VIII.
Komplikasi
a.
Pertumbuhan
Leiomiosarkom
Yaitu tumor yang tumbuh dari
miometrium, dan merupakan 50 – 70 % dari semua sarkoma uteri. Ini timbul
apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar, tapi
tiba-tiba mengalami pembesaran, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
b.
Torsi
(putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri
subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan
mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak
gambaran klinik dari abdomen akut.
c.
Nekrosis dan
Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip,
ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di
vagina. Dalam hal ini ada ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat
nekrosis dan infeksi sekunder.
IX. Diagnosa Banding
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosis mioma uteri , sebagai berikut :
a.
Ultra
Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor,
lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis.
Mioma juga dapat dideteksi dengan Computerized
Tomografi Scanning (CT scan) ataupun Magnetic Resonance Image ( MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu
lebih mahal.
b.
Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) pemeriksaaan ini penting
untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan
ureter.
c.
Histerografi
dan histerokopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan
infertilitas.
d.
Laparoskopi
untuk mengevaluasi massa pada pelvis.
e.
Laboratorium:
hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar hemoglobin dan
hematokrit serta jumlah leukosit.
f.
Tes
kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic
gonadotropin, karena
bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena
kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan
pembesaran uterus menyerupai kehamilan.
X. Penatalaksanaan
1.
Penanganan
mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada
usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan
konservatif
Cara penanganan konservatif dapat dilakukan
sebagai berikut :
·
Observasi
dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
·
Monitor
keadaan Hb
·
Pemberian
zat besi
·
Penggunaan
agonis GnRH untuk mengurangi ukuran mioma
b. Penanganan operatif
Intervensi operasi atau pembedahan pada
penderita mioma uteri adalah :
·
Perdarahan
uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia
·
Nyeri pelvis yang hebat
·
Ketidakmampuan
untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu
atau sebesar tinju dewasa)
·
Gangguan buang
air kecil (retensi urin)
·
Pertumbuhan
mioma setelah menopause
·
Infertilitas
·
Meningkatnya
pertumbuhan mioma (Moore, 2001).
Jenis operasi yang dilakukan pada mioma
uteri dapat berupa :
a.
Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan
rahim/uterus (Rayburn, 2001).Miomektomi
lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Penatalaksanaan
ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah
penyebab lain disingkirkan (Chelmow, 2005).
b.
Histerektomi
Histerektomi adalah tindakan operatif yang
dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebagian (subtotal) tanpa serviks uteri
ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri (Prawirohardjo, 2001).
Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada
penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Ada
dua cara histerektomi, yaitu :
· Histerektomi
abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma intraligamenter, torsi dan
akan dilakukan ooforektomi
· Histerektomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran
< uterus gravid 12 minggu) atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya
rektokel, sistokel atau enterokel (Callahan, 2005).
Kriteria
menurut American
College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai
berikut :
·
Terdapatnya 1 sampai 3 mioma
asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.
·
Perdarahan uterus berlebihan,
meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama
lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.
·
Rasa tidak nyaman di pelvis
akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah
atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria
mengakibatkan frekuensi miksi yang sering (Chelmow, 2005).
2.
Penatalaksanaan
mioma uteri pada wanita hamil
Selama
kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan
observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai
apabila janin imatur. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran apabila
mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi
mekanik.
3.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
4.
Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
A.
PENGKAJIAN
a.
Wawancara
1)
Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam
menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada
klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo
Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a)
Mioma biasanya terjadi
pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b)
Makin tua usia maka
toleransi terhadap nyeri akan berkurang
c) Orang dewasa mempunyai
dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap
perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.
2)
Keluhan Utama
Keluhan yang timbul
pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant
tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut
adalah :
a)
Lokasi nyeri
b)
Intensitas nyeri
c)
Waktu dan durasi
d)
Kwalitas nyeri.
3)
Tingkat
Kesadaran
Tingkat kesadaran dibuktikan melalui
pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk
melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai
ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala
syok.
4)
Riwayat Reproduksi
a)
Haid
Dikaji tentang riwayat
menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum
menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
b)
Hamil dan Persalinan
Kehamilan mempengaruhi
pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini
dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang
besar.
Jumlah kehamilan dan
anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga
terhadap hilangnya organ kewanitaan.
5)
Data Psikologi
Pengangkatan organ
reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan
waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen
kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas,
sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya perasaan
kewanitaan.
Perasaan seksualitas
dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas
bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan
klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
b.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Sistem Respiratori
Respirasi bias meningkat atau menurun .
Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan
akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang
kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas . Usaha batuk
dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai
anaestesi general.
2)
Sistem Urinari
Retensi urine paling umum terjadi
setelah pembedahan ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik
biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput
urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat
anestesi.
3)
Sistem Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal biasanya pulih
pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen injuri
fisik (jika dilakukan terapi pembedahan)
2. PK
: Anemia
3. Cemas b.d krisis situasional (histerektomi atau
kemoterapi), ancaman terhadap konsep diri, perubahan dalam status kesehatan,
stres,
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (status hipermatebolik berkenaan
dengan kanker) dan faktor psikososial
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan
pertahanan sekunder; ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh; imunosupresi
(kemoterapi), dan prosedur invasi
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang penyakit; keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat pendidikan);
misinterpretasi dengan informasi yang diberikan ; dan tidak familiar dengan
sumber informasi
7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan
dan perubahan perkembangan penyakit
8. Gangguan
eliminasi fekal : Konstipasi b.d menurunnya mobilitas intestinal
9. Retensi
urin b.d penekanan yang keras pada uretra
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
RENCANA
KEPERAWATAN
|
||||||
DIANGOSA
KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
|
TUJUAN (NOC)
|
INTERVENSI
(NIC)
|
||||
Nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri biologis (kanker serviks) dan agen injuri
fisik (jika dilakukan terapi pembedahan)
|
NOC :
Kontrol Nyeri
Setelah
dilakukan pemberian asuhan keperawatan selama …..x 24 jam, diharapkan respon
nyeri pasien dapat terkontrol dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Klien
mampu mengenal faktor-faktor penyebab nyeri, beratnya ringannya nyeri, durasi
nyeri, frekuensi dan letak bagian tubuh yang nyeri
Klien
mampu melakukan tindakan pertolongan non-analgetik, seperti napas dalam,
relaksasi dan distraksi
Klien
melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan
Klien mampu mengontrol nyeri
Ekspresi wajah klien rileks
Klien melaporkan adanya penurunan
tingkat nyeri dalam rentang sedang (skala nyeri: 4 sampai 6) hingga nyeri
ringan (skala nyeri : 1 sampai 3)
Klien
melaporkan dapat beristirahan dengan nyaman
Nadi
klien dalam batas normal (80-100x/menit)
Tekanan
darah klien dalam batas normal (120/80 mmHG)
Frekuensi
pernafasan klien dalam batas normal (12 – 20 x/menit)
|
NIC
1. Manajemen Nyeri
- Kaji secara komphrehensif tentang
nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor pencetus
- observasi isyarat-isyarat
verbal dan non verbal dari ketidaknyamanan, meliputi ekspresi wajah, pola
tidur, nasfu makan, aktitas dan hubungan sosial.
- Kolaborasi
pemberian analgetik sesuai dengan anjuran. Pemberian analgetik harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : prinsip pemberian obat 6 benar (benar
nama, benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu pemberian, dan benar
dokumentasi)
- Gunakan komunikiasi terapeutik
agar pasien dapat
mengekspresikan nyeri
- Kaji pengalaman masa lalu individu
tentang nyeri
- Evaluasi tentang keefektifan
dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
- Berikan
dukungan terhadap pasien dan keluarga
- Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama terjadi,
dan tindakan pencegahan
- Ajarkan penggunaan teknik
non-farmakologi (seperti: relaksasi, guided imagery, terapi musik, dan
distraksi)
- Modifikasi tindakan mengontrol nyeri
berdasarkan respon pasien
- Anjurkan
klien untuk meningkatkan tidur/istirahat
- Anjurkan klien untuk melaporkan kepada tenaga kesehatan jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi keluhan lain
|
||||
PK : Anemia
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, perawat
dapat meminimalkan komplikasi anemia yang terjadi dengan kriteria hasil:
- Konjungtiva merah muda
- Capilary refille ≤ 2 detik
- Mukosa mulut merah muda
- Kadar Hb dbn (wanita dewasa: 12-14
g/dl), RBC dbn (wanita dewasa: 3,80-5,80 x 105/uL) dan Hct dbn
(wanita dewasa : 37,0-47,0%)
|
- Kaji gejala-gejala anemia yang terjadi
- Pantau tanda-tanda anemia yang
terjadi
- Monitor hasil pemeriksaan lab untuk
pemeriksaan kadar Hb, RBC, Hct
- Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
makanan yang seimbang, terutama makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
- Kolaborasi pemberian suplemen besi
tambahan, vitamin dan mineral sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian transfusi darah
sesuai kebutuhan
- monitor efek samping dan respon
pasien setelah dilakukan transfusi darah
|
||||
Cemas b.d krisis situasional (histerektomi atau kemoterapi), ancaman
terhadap konsep diri, perubahan dalam status kesehatan, stres
|
NOC: Kontrol Cemas
Setelah
dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama …... x 24 jam, diharapkan
pasien dapat mengkontrol cemas dengan kriteria hasil sebagai berikut:
Perawat memonitor tingkat
kecemasan pasien
Klien mampu menurunkan
penyebab-penyebab kecemasan
Perawat dan keluarga dapat
menurunkan stimulus lingkungan ketika pasien cemas
Klien mampu mencari informasi
tentang hal-hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan
Klien manpu menggunakan strategi
koping yang efektif
Klien melaporkan kepada perawat
penurunan kecemasan
Klien mampu menggunakan teknik
relaksasi untuk menurunkan cemas
Klien mampu mempertahankan hubungan
social, dan konsentrasi
Klien melaporkan kepada perawat
tidur cukup, tidak ada keluhan fisik akibat kecemasan, dan tidak ada perilaku
yang menunjukkan kecemasan
|
NIC
Menurunkan
cemas:
Tenangkan pasien dan kaji tingkat
kecemasan pasien
Jelaskan seluruh prosedur tindakan
kepada pasien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
Berusaha memahami keadaan pasien
(rasa empati)
Berikan informasi tentang diagnosa,
prognosis dan tindakan dengan komunikasi yang baik
Mendampingi pasien untuk mengurangi
kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
Dorong pasien untuk menyampaikan tentang isi perasaannya
Ciptakan hubungan saling percaya
Bantu pasien menjelaskan keadaan
yang bisa menimbulkan kecemasan
Bantu pasien untuk mengungkapkan hal
hal yang membuat cemas dan dengarkan dengan penuh perhatian
Ajarkan pasien teknik relaksasi
Anjurkan pasien untuk
meningkatkan ibadah dan berdoa
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat-obatan yang mengurangi kecemasan pasien
|
||||
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (status hipermatebolik berkenaan dengan kanker) dan faktor
psikososial
|
NOC :
Status nutrisi : intake makanan dan minuman
Setelah
dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama …... x 24 jam, diharapkan
status nutrisi meliputi intake makanan dan minuman membaik dengan kriteria
hasil sebagai berikut:
- Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Klien
mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak
ada tanda tanda malnutrisi
- Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti
|
NIC :
1. Manajemen
Nutrisi
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah nutrisi yang sesuai dengan keadaan pasien
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein, karbohidrat, dan
vitamin C
- Berikan diet
yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi pasien
2. Monitoring
nutrisi
- Monitor tipe
dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
- Berikan lingkungan yang nyaman dan
bersih selama makan
- Jadwalkan
pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor
kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor
kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
- Kaji makanan kesukaan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
- Monitor
variasi makanan yang dikonsumsi pasien
|
||||
Resiko infeksi dengan faktor resiko ketidakadekuatan pertahanan sekunder;
ketidakadekuatan pertahanan imun tubuh; imunosupresi (kemoterapi), dan
prosedur invasi
|
NOC
Pengetahuan:Kontrol infeksi
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama …... x 24 jam,
diharapkan pasien dapat menjelaskan kembali cara mengkontrol infeksi dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
- Mampu menerangkan cara-cara
penyebaran infeksi
- Mampu menerangkan factor-faktor yang
berkontribusi dengan penyebaran
- Mampu menjelaskan tanda-tanda dan
gejala
- Mampu menjelaskan aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap
infeksi
|
NIC
Kontrol
Infeksi
Bersikan
lingkungan setelah digunakan oleh pasien
Ganti
peralatan pasien setiap selesai tindakan
Batasi jumlah pengunjung
Ajarkan cuci tangan untuk menjaga
kesehatan individu
Anjurkan
pasien untuk cuci tangan dengan tepat
Gunakan
sabun antimikrobial untuk cuci tangan
Anjurkan
pengunjung untuk mencuci tangan sebelum dan setelah meninggalkan ruangan
pasien
Cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
Gunakan universal precautions
Lakukan
perawatan aseptic pada semua jalur IV
Lakukan teknik perawatan luka dengan memperhatikan prinsip septik dan
aseptik
Anjurkan istirahat
Kolaborasi pemberian terapi
antibiotik dengan memperhatikan prinsip pemberian obat 6 benar (benar obat,
benar nama, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian, dan benar
dokumentasi)
Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda-tanda, gejala dari infeksi dan cara pencegahan infeksi
|
||||
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit; keterbatasan kognitif (dilihat dari tingkat pendidikan);
misinterpretasi dengan informasi yang diberikan ; dan tidak familiar dengan
sumber informasi
|
NOC
Pengetahuan :
proses penyakit
Pengetahuan :
prosedur perawatan
Setelah
dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama …... x 24 jam, diharapkan
pasien dapat menjelaskan kembali tentang proses penyakit dan prosedur
perawatan dengan kriteria hasil sebagai berikut:
- Pasien mengenal nama penyakit,
proses penyakit, faktor penyebab atau faktor pencetus, tanda dan
gejala, cara meminimalkan perkembangan penyakit, komplikasi penyakit dan cara
mencegah komplikasi
- Pasien mengetahui prosedur
perawatan, tujuan perawatan dan manfaat tindakan.
|
NIC
1. Pembelajaran : proses penyakit
- Kaji
tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
- Jelaskan nama
penyakit, proses penyakit, faktor penyebab atau faktor pencetus, tanda dan
gejala, cara meminimalkan perkembangan penyakit, komplikasi penyakit dan cara
mencegah komplikas
- Berikan informasi tentang kondisi
perkembangan klien
- Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala kepada petugas kesehatan
2. Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Informasikan
klien waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
- Informasikan
klien lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
- Kaji
pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur yang akan
dilakukan
- Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
- Instruksikan klien utnuk
berpartisipasi selama prosedur/perawatan
- Jelaskan hal-hal yang perlu
dilakukan setelah prosedur/perawatan
- Ajarkan tehnik koping seperti
relaksasi untuk mengurangi efek dari prosedur yang dilakukan
|
||||
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan dan perubahan
perkembangan penyakit
|
NOC
Meningkatkan citra tubuh,
Setelah dilakukan asuhan keperawatann kepada pasien selama …... x 24
jam, diharapkan citra tubuh atau gambaran tubuh pasien meningkat dengan
kriteria hasil sebagai berikut:
- Pasien mengungkapkan penerimaan
citra tubuh secara verbal maupuan non verbal
- Pasien mampu mempertahankan kontak
mata ketika berkomunikasi
- Pasien mampu melakukan komunikasi
terbuka
- Pasien menunjukkan tingkat
kepercayaan diri
|
NIC
Peningkatan citra tubuh
- Kaji
penerimaan pasien tentang kondisinya saat ini
- Bantu
klien untuk mendiskusikan perubahan tubuh akibta penyakit
- Bantu
klien untuk mendiskusikan fungsi tubuh yang terganggu
- Kaji
perasaan klien ketika berinteraksi dengan orang lain
- Kaji
persepsi klien dan keluarga tentang perubahan tubuh yang terjadi
- Kaji
strategi mengatasi masalah (koping) yang digunakan
- Kaji
apakah perubahan gambaran diri mempengaruhi hubungan sosial klien
- Bantu
klien mengidentifikasi bagian tubuh lain yang bernilai positif
- Kaji
dukungan sosial yang dimiliki klien
|
||||
Gangguan
eliminasi fekal : Konstipasi b.d menurunnya mobilitas intestinal
|
NOC
Buang Air
Besar
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan kepada pasien selama ….x 24 jam, diharapkan
pasien tidak mengalamai gangguan dalam buang air besar, dengan kriteria
hasil:
- Pasien kembali ke pola dan normal
dari fungsi bowel
- Terjadi perubahan pola hidup untuk
menurunkan factor penyebab konstipasi
|
NIC :
Manajemen Konstipasi
- Monitor tanda dan gejala konstipasi
- Monitor warna, konsistensi, jumlah
dan waktu buang air besar
- Konsultasikan dengan dokter tentang
pemberian laksatif, enema dan pengobatan
- Berikan cairan yang adekuat
|
||||
Retensi urin b.d
penekanan yang keras pada uretra
|
NOC
Inkontinensia
urin
Setelah
dilakukan asuhan keperawaran selama ...x24 jam, pasien tidak mengalami
inkontinensia urin, dengan kriteria hasil:
- Pasien mampu memprekdisikan pola
eliminasi urin
- Pasien mampu memulai dan
memghentikan aliran urin
- Tidak adanya tanda-tanda infeksi
|
NIC:
Pemasangan Kateter
- Menjelaskan prosedur dan rasional
intervensi kateterisasi
- Monitore intake dan output
- Menjaga teknik aseptik dalam
melakukan kateterisasi
- Memelihara drainase urinari secara
tertutup.
|
D. DISCHARGE PLANNING
1. Berikan informasi yang jelas
tentang penyakit, tanda, gejala dan pengobatan.
2. Berikan informasi tentang obat yang diberikan, baik waktu minum obat,
jumlah obat, efek samping yang mungkin muncul, cara minum obat saat di rumah.
3. Jelaskan bahwa obat antibiotic harus dihabiskan.
4. Jelaskan kapan waktu yang tepat untuk melakukan aktivitas seksual
5. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein, buah-buahan,
sayur dan biji-bijian yang dapat membantu penyembuhan luka operasi jika
dilakukan histerektomi
6. Berikan informasi tentang pentingnya menjaga
kebersihan dan kekeringan luka pada luka post histerektomi.
7. Berikan informasi tentang tanda-tanda
infeksi luka, yang meliputi kemerahan pada luka, panas di area luka, bengkak,
penurunan fungsi dan nyeri.
8. Motivasi pasangan dan keluarga pasien agar
ikut memberi dukungan kepada pasien
9. Tekankan agar pasien kontrol rutin sesuai
jadwal, dan bila terjadi hal-hal yang tidak wajar, seperti perdarahan per
vagina yang banyak, nyeri yang tidak tertahan dan keluhan seperti sebelum
pengobatan, segera periksa ke rumah sakit.
10. Anjurkan agar pasien banyak istirahat dan
tidak melakukan aktivitas-aktivitas berat, seperti mengangkat beban berat, naik
turun tangga,dll.
DAFTAR
PUSTAKA
Achadiat CM. 2004. Prosedur
tetap Obstetri dan ginekologi. Jakarta
: EGC
Callahan MD
MPP, Tamara L. 2005. Benign
Disorders of the Upper Genital Tract in Blueprints Obstetrics &
Gynecology. Boston : Blackwell Publishing,
Chelmow.D.
2005.GynecologicMyomectomy Http://www.emedicine.com/med/topic331
9.html.
Crum MD, Christopher P &
Kenneth R. Lee MD. 2003. Tumors
of the Myometrium in Diagnostic Gynecologic and Obstetric
Pathology. Boston : Elsevier Saunders
Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum
Histerektomi atau Miomektomi. Farmacia. Vol III NO. 12. Juli 2004. Jakarta
Hart
MD FRCS FRCOG, David McKay. 2000.Fibroids in Gynaecology Illustrated. London :
Churchill Livingstone.
Joedosapoetro MS. 2003. Ilmu Kandungan. Wiknjosastro H,
Saifudin AB, Rachimhadi T. Editor. Edisi Ke-2.Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Manuaba IBG. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik
Obstetric dan Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : EGC
Moore
JG. 2001. Essensial obstetri
dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta
: Hipokrates
Panay BSc
MRCOG MFFP, Nick et al. 2004.Fibroids in Obstetrics
and Gynaecology.London
: Mosby
Parker WH. 2007. Etiology, Symptomatology and Diagnosis of
Uterine Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and gynecology
UCLA School of Medicine. California : American Society for Reproductive
Medicine
Rayburn WF. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Alih Bahasa: H. TMA Chalik.
Jakata. Widya Medika.
Tags
Laporan Pendahuluan