Pengertian
Sindrom
Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung koroner adalah
suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark miokard
akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocard Infark/ STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI)
dan angina pektoris tidak stabil (APTS) (Andra, 2006). Sindrom koroner akut adalah fenomena di mana aliran
darah menuju ke jantung berkurang secara dramatis. Penyakit ini merupakan
ancaman yang serius bagi kehidupan dan kesehatan. Serangan jantung dan nyeri
dada seperti tertindih benda berat merupakan manifestasi yang biasa terjadi
akibat sindrom koroner akut.
NSTEMI
adalah adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen
ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan
iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan. (Sylvia,2008). NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST
yang terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau
oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung.
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST
yang terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau
oklusi parsial arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal
ini menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI sekitar
30% dari semua serangan jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah
terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga
dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk
nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang
kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2
miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan
pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.
2.
Patofisiologi
NSTEMI
dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan
oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini
biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah,
fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak
yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan
proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat
dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya proses imflamasi.
Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi , dan IL-6. Selanjutnya
IL-6 akan merangsang pengeluaranaseperti TNF hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W,
20010)
3.
Etiologi
NSTEMI
disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia
miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard dengan derajat lebih
kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab
paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan dari penyempitan
arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari
arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab.
a.
Faktor resiko
1)
Yang tidak dapat diubah
a)
Umur
b)
Jenis kelamin : insiden pada pria
tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
c)
Riwayat penyakit jantung coroner pada
anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki muda dari usia 55
tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari usia 65 tahun).
d)
Hereditas
e)
Ras : lebih tinggi insiden pada kulit
hitam.
2)
Yang dapat diubah
a)
Mayor : hiperlipidemia, hipertensi,
Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak jenuh, kalori.
b)
Minor : Inaktifitas fisik, emosional,
agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis berlebihan.
b.
Faktor penyebab
1)
Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah
ada
2)
Obstruksi dinamik (spasme coroner atau
vasokontriksi)
3)
Obstruksi mekanik yang progresif
4)
Inflamasi dan atau inflamasi
5)
Faktor atau keadaan pencetus
4.
Manifestasi
Klinis
a.
Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral
yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang
dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b.
Nyeri membaik atau menghilang dengan
istirahat atau obat nitrat.
c.
Kelainan lain: di antaranya atrima, henti
jantung atau gagal jantung akut.
d.
Bisa atipik:
1)
Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2)
Pada pasien diabetes: perburukan status
metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
5.
Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada
pasien NSTEMI, adalah:
a.
Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan
mengalami perubahan serial dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang
mengalami infark dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark.
b.
Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure )
merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan
nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c.
Gagal jantung
d.
Syok kardiogenik
e.
Perluasan IM
f.
Emboli sitemik/pilmonal
g.
Perikardiatis
h.
Ruptur
i.
Ventrikrel
j.
Otot papilar
k.
Kelainan septal ventrikel
l.
Disfungsi katup
m. Aneurisma
ventrikel
n.
Sindroma infark pascamiokardias
6.
Penatalaksanaan
Medis
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA
(dilakukan dalam waktu 10 menit):
a.
Memeriksa tanda-tanda vital
b.
Mendapatkan akses intra vena
c.
Merekam dan menganalisis EKG
d.
Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
e.
Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim
jantung, elektrolit serta pemeriksaan koagulasi.
f.
Mengambil foto rongten thorax (<30
menit).
EKG
harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk mendapatkan ada
tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat masuk, jika normal diulang
6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB diperiksa pada pasien dengan onset < 6
jam dan pada pasien pasca infark < 2minggu dengan iskemik berulang untuk
mendeteksi reinfark atau infark periprosedural.
Tatalaksana
awal SKA tanpa elevasi segmen ST di unit emergency:
a.
Oksigen 4 L/ menit (saturasi oksigen
dipertahankan > 90%)
b.
Aspirin 160 mg (dikunyah)
c.
Tablet nitrat 5mg sublingual (dapat
diualang 3x) lalu per drip bila masih nyeri dada.
d.
Mofin IV (2,5mg-5mg) bila nyeri dada tidak
teratasi dengan nitrat.
7.
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin
T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat penting pada
diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut
(SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam
mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro
infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan
troponin T dengan troponin I:
1)
Troponin T (TnT) dengan berat molekul
24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
2)
Troponin I (TnI) dengan berat molekul
37.000 dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
b.
EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya
gambaran T Inverted dan ST depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri
koroner. Jika terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi),
simetris, dan biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada
kasus ini tidak didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan
CK-MB (creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi
NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif,
oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat
dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
c.
Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark
1)
Area Gangguan
2)
Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur
jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah presentase
dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik dibagi dengan
volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50%
fraksi ejeksi tidak normal.
d.
Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat
stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis 50% padapasien
dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien mengalami stenosis lebih dari
60% maka pada pasien harus di intervensi dengan pemasangan stent.
B.
Konsep
Asuhan Keperawatan
1.
Pemeriksaan
Fisik
a.
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum,
kesadaran klien IMA biasanya baik atau compos mentis (CM) dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perusi sistem saraf pusat.
b.
B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas
melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak
biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan
oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan
vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah
darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak
pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat.
c.
B2 (Blood)
1)
Inspeks : adanya jaringan parut pada dada
klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah substernal atau nyeri atas
pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
2)
Palpasi : denyut nadi perifer
melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
3)
Auskultasi : tekanan darah biasanya
menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung
tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa
komplikasi.
4)
Perkusi: batas jantung tidak mengalami
pergeseran
d.
B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM.
Pengkajian objektif klien, yaitu wajah meringis, menangis, merintis,
merenggang, dan menggeliat yang merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat
infark pada miokardium. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia,
dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
e.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan
intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria
pada klien dengan IMA karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan
muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran,
penurunan peristaltic usus yang merupakan tanda utama IMA.
g.
B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami
perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur. perubahan postur tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat
sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium, peningkatan produksi asam
laktat.
b.
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan kelelahan otot pernafasan
c.
Penururnan curah jantung yang berhubungan
dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
3.
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Setelah diberikan
asuhan keperawatan asuhan keperawatan selama …x 2 jam, nyeri yang dirasakan
klien berkurang dengan criteria hasil :
NOC label : Pain
Control
·
Klien
melaporkan nyeri berkurang
·
Klien
dapat mengenal lamanya (onset) nyeri
·
Klien
dapat menggambarkan faktor penyebab
·
Klien
dapat menggunakan teknik non farmakologis
·
Klien
menggunakan analgesic sesuai instruksi
Pain Level
·
Klien
melaporkan nyeri berkurang
·
Klien
tidak tampak mengeluh dan menangis
·
Ekspresi
wajah klien tidak menunjukkan nyeri
·
Klien
tidak gelisah
|
NIC Label : Pain
Management
1.
Kaji
secara komprehensip terhadap nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi
2.
Observasi
reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
3.
Gunakan
strategi komunikasi terapeutik untuk mengungkapkan pengalaman nyeri dan
penerimaan klien terhadap respon nyeri
4.
Tentukan
pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup( napsu makan, tidur,
aktivitas,mood, hubungan sosial)
5.
Tentukan
faktor yang dapat memperburuk nyeriLakukan evaluasi dengan klien dan tim
kesehatan lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah dilakukan
6.
Berikan
informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
7.
Control
lingkungan yang dapat mempengaruhi respon ketidaknyamanan klien( suhu
ruangan, cahaya dan suara)
8.
Hilangkan
faktor presipitasi yang dapat meningkatkan pengalaman nyeri klien( ketakutan,
kurang pengetahuan)
9.
Ajarkan
cara penggunaan terapi non farmakologi (distraksi, guide imagery,relaksasi)
10.
Kolaborasi
pemberian analgesic
|
NIC Label : Pain Management
1.
Untuk
mengetahui tingkat nyeri pasien
2.
Untuk
mengetahui tingkat ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
3.
Untuk
mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
4.
Untuk
mengetahui apakah nyeri yang dirasakan klien berpengaruh terhadap yang
lainnya
5.
Untuk
mengurangi factor yang dapat memperburuk nyeri yang dirasakan klien
6.
untuk
mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau nyeri yang dirasakan
klien bertambah.
7.
Untuk
mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
8.
Agar
nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
9.
Agar
klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi dalam memanagement nyeri yang
dirasakan.
10.
Pemberian
analgetik dapat mengurangi rasa nyeri pasien
|
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24jam pasien menunjukkan keefektifan pola
nafas, dengan kriteria hasil:
NOC Label
: Respiratory Status: Airway patency
1.
Frekuensi,
irama, kedalaman pernapasan dalam batas normal
2.
Tidak
menggunakan otot-otot bantu pernapasan
NOC Label : Vital
Signs
1. Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100 x/menit,
RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
|
NIC Label
: Airway Management
1.
Posisikan
pasien semi fowler
2.
Auskultasi
suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara
adventif
3.
Monitor
pernapasan dan status oksigen yang sesuai
NIC Label
: Oxygen Therapy
1.
Mempertahankan
jalan napas paten
2.
Kolaborasi
dalam pemberian oksigen terapi
3.
Monitor
aliran oksigen
NIC Label : Respiratory Monitoring
1.
Monitor
kecepatan, ritme, kedalaman dan usaha pasien saat bernafas
2.
Catat
pergerakan dada, simetris atau tidak, menggunakan otot bantu pernafasan
3.
Monitor
suara nafas seperti snoring
4.
Monitor
pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul,
respirasi cheyne-stokes dll
|
NIC Label
: Airway Management
1.
Untuk
memaksimalkan potensial ventilasi
2.
Memonitor
kepatenan jalan napas
3.
Memonitor
respirasi dan keadekuatan oksigen
NIC Label
: Oxygen Therapy
1.
Menjaga
keadekuatan ventilasi
2.
Meningkatkan
ventilasi dan asupan oksigen
3.
Menjaga
aliran oksigen mencukupi kebutuhan pasien
NIC Label
: Respiratory Monitoring
1.
Monitor
keadekuatan pernapasan
2.
Melihat
apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada
ventilasi
3.
Mengetahui
adanya sumbatan pada jalan napas
4.
Memonitor
keadaan pernapasan klien
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 24jam curah jantung kembali normal
Kriteria Hasil :
1.
Menununjukan tanda vital dalam batas normal, dan
bebas gejala gagal jantung.
2.
Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.
3.
Ikut serta dalam aktvitas mengurangi beban kerja
jantung.
|
1.
Aukskultasi nadi, kaji frekuensi jantung, irama
jantung.
2.
Pantau tekanan darah
3.
Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
4.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker
sesuai indikasi.
5.
Kolaborasi pemberian vasodilator
|
1. Agar
mengetahui seberapa besar tingkatan perkembangan penyakit secara universal
2. Pada
kelainan jantung peningkatan tekanan darah bisa terjadi kapanpun
3. Pucat atau
sianosis menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung..
4. Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
5. vasodilator
digunakan untuk meningkatkan curah jantung, dan menurunkan volume sirkulasi
|
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Gloria M. Bulechek,
(et al).2013. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Moorhed, (et al).
2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby
Elsevier
NANDA International.
2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-2014/Editor, T.
Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor
Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani.
Jakarta; EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Vol. 3. Jakarta : EGC
Tags
Laporan Pendahuluan