Definisi
Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai setelah
partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu (Sarwono, 2008). Postpartum adalah masa sesudah persalinan dan
kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan
kembali organ kandung seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009). Post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang
dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi
seperti sebelum kehamilan (Bobak, I, M, 2000 : 716). Nifas atau puerperium
adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reprodusi kembali kepada
keadaan tidak hamil.Masa ini membutuhkan waktu sekitar 6 minggu (Farrer, H,1999
:225).
Postpartum
adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil
dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Siti Saleha, 2009). Post partum adalah masa
yang diperlukan untuk pulihnya alat-alat kandungan pada keadaan normal yang
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari. Di jumpai dua kejadian penting dari
puerperium yaitu involusio uterus dan proses laktasi (Cunningham, 1995:281).
Postpartum mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu
(Saifuddin, 2006).
Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post partum adalah suatu
masa segera setelah melahirkan yaitu masa yang diperlukan untuk kembalinya alat
kandungan sebelum hamil atau prahamil, pada masa itu ditemui involusio uterus
dan proses laktasi. Masa ini berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.
B. PERIODE MASA NIFAS
1. Periode Immediate Postpartum
Masa
segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena
itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran loche, tekanan darah, dan suhu.
2. Periode Early Postpartum (24 jam-1
minggu)
Pada
fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Periose Late Postpartum (1 minggu-5
minggu)
Pada
periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB (Siti Saleha, 2009).
C. ADAPTASI FISIOLOGI POST PARTUM
1. Involusio uterus
Secara
berangsur – angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti
sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri ± 3 jari dibawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2
hari ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba
dari luar. Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi
siap dalam 10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan
waktu tiga minggu.
2. Serviks
Setelah
persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna merah
kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-perlukaan
kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3. Payudara
Konsentrasi
hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen,
progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini untuk kembali ke
kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran
kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)
Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3)
besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari
hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya
edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
5. Sistem Endokrin
Selama
proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin
diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal.
Pada
wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan
ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol
ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
Selama
hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva,
serta vagina.
6. Sistem gastrointestinal
Sering
terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena makan
padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa
lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat
penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi
penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada
ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada
ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
7. Sistem muskuloskeletal
Beberapa
gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain:
a. Nyeri punggung bawah
Nyeri
punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal
ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal akibat
posisi saat persalinan.
Penanganan:
Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada
fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi
istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri
elektroterapeutik dikontraindikasikan selama kehamilan, namun mandi dengan air
hangat dapat menberikan rasa nyaman pada pasien.
b. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada
minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa
terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu
post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul
akibat setelah pemberian anestasi umum.
c. Nyeri pelvis posterior
Nyeri
pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi
simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada bagian otot
penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di tempat tidur.
Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan:
pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk
mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun
bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan
istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis pubis dan nyeri yang
dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah
menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada
posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan
terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya
perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut
pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri
yang hebat.
Penanganan:
tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri; perawatan ibu dan bayi
yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen yang tepat;
latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan
yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis
rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat
setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea
alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering
terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli hidramnion, kelemahan otot abdomen
dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih
ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan:
melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus;
memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum
sampai di bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin,
pada semua posisi, kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan
latihan sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis
timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai dengan
nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya (tidak dapat
berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,
berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .
8. Lochea
Lochea
adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas
darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah
segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo
dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah
kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pasca persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan
tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2
minggu.
e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi,
keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochea stasis : lochea tidak lancar
keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam
kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang besar, karena
setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak. Bila
pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada dindingnya dan
diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.
10. Vagina dan perineum
Setelah
persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi biasanya akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi diastasis dari
otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah
terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol
kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan
vagina, vagina mengecil dan timbul rugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah
penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
11. Sistem Kardiovaskuler
a. Volume Darah
Perubahan
volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan darah selama
melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan
darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan
kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan darah saat
melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah
ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis
pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post
patum.
Tiga
perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang
mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%-15%.
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang
menghilangkan stimulus vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler
yang disimpan selama wanita hamil.
b. Curah Jantung
Denyut
jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa hamil. Segera
setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi
selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta
tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
12. Tanda-tanda Vital
Selama
24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post
partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lain-lain.
Dalam
periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia
50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung
sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila
terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama.
Selama
beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik
(penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri,
yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah
seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30
mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan
gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu
dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi
pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam
setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
13. Endometrium
Timbul
trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta. Pada
hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua dan
selaput janin.
D. PERUBAHAN PSIKOLOGIS
Adaptasi
psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam 3 periode yaitu sebagai
berikut ;
1. Periode Taking In
a. Berlangsung 1-2 hari setelah
melahirkan
b. Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh
karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik.
c. Ibu menjadi sangat tergantung pada
orang lain, mengharapkan segala sesuatru kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
d. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran
akan perubahan tubuhnya
e. Ibu mungkin akan bercerita tentang
pengalamannya ketika melahirkan secara berulang-ulang
f. Diperlukan lingkungan yang kondusif
agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti
sediakala.
g. Nafsu makan bertambah sehingga
dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan
ketidaknormalan proses pemulihan
2. Periode Taking Hold
a. Berlangsung 3-10 hari setelah
melahirkan
b. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuannya dalam merawat bayi
c. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga
mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari
orang-orang terdekat
d. Saat ini merupakan saat yang baik bagi
ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan
begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya.
e. Pada periode ini ibu berkonsentrasi
pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air kecil atau buang air
besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta
belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya
3. Periode Letting Go
a. Berlangsung 10 hari setelah
melahirkan.
b. Secara umum fase ini terjadi ketika
ibu kembali ke rumah
c. Ibu menerima tanggung jawab sebagai
ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya
d. Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e. Ada kalanya ibu mengalami perasaan
sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues (Herawati
Mansur, 2009).
E. PERAWATAN MASA NIFAS
1. Mobilisasi
Jelaskan
bahwa latihan tertentu sangat membantu seperti :
a. Dengan tidur terlentang dengan lengan
disamping, menarik otot perut selagi menarik nafas, tahan nafas ke dalam dan
angkat dagu ke dada : tahan satu hitungan sampai 5, rileks dan ulangi 10 x.
b. Untuk memperkuat tonus otot vagina
(latihan kegel).
c. Berdiri dengan tungkai dirapatkan
kencangkan otot-otot, pantat dan pinggul dan tahan sampai 5 hitungan kendurkan
dan ulangi latihan sebanyak 5 kali.
d. Mulai mengerjakan 5 kali latihan untuk
setiap gerakan setiap minggu naikkan 5 kali. Dan pada 6 minggu setelah
persalinan ibu harus mengerjakan sebanyak 30 kali.
2. Diet
Ibu
menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 tiap hari. Makanan harus diet
berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Pil besi
harus diminum minimal 40 hari pasca melahirkan. Minum sedikitnya 3 liter, minum
zat besi, minum kapsul vitamin A dengan dosis 200.000 unit.
3. Miksi hendaknya dapat dilakukan
sendiri mungkin karena kandung kemih yang penuh dapat menyebabkan perdarahan.
4. Defekasi
Buang
air besar harus dapat dilakukan 3-4 hari pasca persalinan, bila tidak bisa maka
diberi obat peroral atau perektal atau klisma.
5. Perawatan Payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan
kering terutama puting susu
b. Menggunakan BH yang menyokong payudara
c. Apabila puting susu lecet oleskan
kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai
menyusui. Menyusui tetap dilakukan dari puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet berat dapat
diistirahatkan selama 24 jam. ASI dikeluarkan dan diminum dengan menggunakan
sendok.
e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat
minum parasetamol 1 tab setiap 4-6 jam.
f. Apabila payudara bengkok akibat
pembendungan ASI, lakukan :
1) Pengompresan payudara dengan
menggunakan kain basah dan hangat selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju
puting atau menggunakan sisir untuk mengurut arah Z pada menuju puting.
3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian
depan payudara sehingga puting susu menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap < 3 jam. Apabila
tidak dapat menghisap seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara
setelah menyusui.
6. Laktasi
ASI
mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi
perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum.
Tanda
ASI cukup :
a. Bayi kencing 6 kali dalam 24 jam.
b. Bayi sering buang air besar berwarna
kekuningan
c. Bayi tampak puas, sewaktu-waktu merasa
lapar, bangun dan tidur cukup.
d. Bayi menyusui 10-11 kali dalam 24 jam.
e. Payudara ibu terasa lembut dan kosong
setiap kali menyusui.
f. Ibu dapat merasakan geli karena
aliran ASI.
g. Bayi bertambah berat badannya.
ASI
tidak cukup :
a. Jarang disusui.
b. Bayi diberi makan lain.
c. Payudara tidak dikosongkan setiap kali
habis menyusui (Sarwono, 2002).
F. TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS
1. Perdarahan pervaginam yang luar biasa
atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila
memerlukan pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam).
2. Pengeluaran cairan vagina yang berbau
busuk.
3. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau
punggung.
4. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri
ulu hati, atau masalah penglihatan.
5. Pembengkakan diwajah atau ditangan.
6. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK
atau jika merasa tidak enak badan.
7. Payudara yang bertambah atau berubah
menjadi merah panas dan atau terasa sakit.
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang
lama.
9. Rasa sakit merah, lunak dan atau
pembengkakan dikaki.
10. Merasa sangat sedih atau tidak mampu
mengasuh sendiri bayinya atau dirinya sendiri.
11. Merasa sangat letih dan nafas
terengah-engah. (Siti Saleha, 2009)
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata klien
Biodata
klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat,
No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama,
Alamat, Tanggal Pengkajian.
b. Keluhan utama
Hal-hal
yang dikeluhkan saat ini dan alasan meminta pertolongan.
c. Riwayat haid
Umur
Menarche pertama kali, Lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus
haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal partus.
d. Riwayat perkawinan
Kehamilan
ini merupakan hasil pernikahan ke berapa ? Apakah perkawinan sah atau tidak,
atau tidak direstui orang tua ?
e. Riwayat obstetri
1) Riwayat kehamilan
Berapa
kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah, Urine, keluhan
selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi
keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
2) Riwayat persalinan
a) Riwayat persalinan lalu : Jumlah
Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis
persalinan, penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat
ini.
b) Riwayat nifas pada persalinan lalu :
Pernah mengalami demam, keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas,
tingkat aktifitas setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada
payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respon dan support
keluarga.
c) Riwayat persalinan saat ini : Kapan
mulai timbulnya his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan,
dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina,
dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta,
kelengkapan placenta, jumlah perdarahan.
d) Riwayat New Born : apakah bayi lahir
spontan atau dengan induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung
menangis atau tidak), apakah membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis
kelamin Bayi, BB, panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding
attatchment secara dini dengan ibunya, apakah langsung diberikan ASI atau susu
formula.
f. Riwayat KB & perencanaan keluarga
Kaji
pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi yang
pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana
penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.
g. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit
yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani,
dimana mendapat pertolongan. Apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini
atau kambuh berulang-ulang ?
h. Riwayat psikososial-kultural
Adaptasi
psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah ibu
pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami,
hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social
dan pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada
klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru lahir,
krisis keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan
mudah menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan,
berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna,
kecemasan yang berlebihan pada dirinya atau bayinya.
Kultur
yang dianut termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya pada
perawatan post partum, makanan atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola
seksual, kepercayaan dan keyakinan, harapan dan cita-cita.
i. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah
anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic,
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh
keluarga.
j. Profil keluarga
Kebutuhan
informasi pada keluarga, dukungan orang terdekat, sibling, type rumah,
community seeting, penghasilan keluarga, hubungan social dan keterlibatan dalam
kegiatan masyarakat.
k. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : pola menu makanan yang
dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein, vitamin, tinggi serat),
freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan, pola minum, jumlah,
freguensi,.
2) Pola istirahat dan tidur : Lamanya,
kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat, penggunaan
selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
3) Pola eliminasi : Apakah terjadi
diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter
pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau
tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah perlu
bantuan saat BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
4) Personal Hygiene : Pola mandi,
kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola
berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
5) Aktifitas : Kemampuan mobilisasi
beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan melakukan
eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
6) Rekreasi dan hiburan : Situasi atau
tempat yang menyenangkan, kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
l. Sexual
Bagaimana
pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi koitus atau
hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan
melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan
dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai yang
dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman, ketawa,
gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah menggunakan
lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi penis.
Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-faktor
pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu, gangguan
tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
m. Konsep Diri
Sikap
penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang
tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan klien bila
mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.
n. Peran
Pengetahuan
ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-tugas perkembangan
kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi uterus, perubahan fungsi
blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum bayi, tanda vital bayi,
perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan,
kebutuhan minum, perubahan kulit.
Ketrampilan
melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene, payu dara) dan
kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat, menyusui, memandikan
dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali kasih, cara memfasilitasi
hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan kakak/nenek). Keamanan bayi saat
tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan perawatan saat tersedak atau
mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi dan jadwal imunisasi.
o. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Tingkat energi, self
esteem, tingkat kesadaran.
2) BB, TB, LLA, Tanda Vital normal (RR
konsisten, Nadi cenderung bradi cardy, suhu 36,2-38, Respirasi 16-24)
3) Kepala : Rambut, Wajah, Mata
(conjunctiva), hidung, Mulut, Fungsi pengecapan; pendengaran, dan leher.
4) Breast : Pembesaran, simetris,
pigmentasi, warna kulit, keadaan areola dan puting susu, stimulation nepple
erexi. Kepenuhan atau pembengkakan, benjolan, nyeri, produksi
laktasi/kolostrum. Perabaan pembesaran kelenjar getah bening diketiak.
5) Abdomen : teraba lembut , tekstur
Doughy (kenyal), musculus rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat
diastasis, distensi, striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi (keras, lunak,
boggy), lokasi, kontraksi uterus, nyeri, perabaan distensi blas.
6) Anogenital : Lihat struktur, regangan,
udema vagina, keadaan liang vagina (licin, kendur/lemah) adakah hematom, nyeri,
tegang. Perineum : Keadaan luka episiotomy, echimosis, edema, kemerahan,
eritema, drainage. Lochia (warna, jumlah, bau, bekuan darah atau konsistensi ,
1-3 hr rubra, 4-10 hr serosa, > 10 hr alba), Anus : hemoroid dan trombosis
pada anus.
7) Muskoloskeletal : Tanda Homan, edema,
tekstur kulit, nyeri bila dipalpasi, kekuatan otot.
p. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24
jam post partum (jika Hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit,
leukosit, Trombosit.
2) Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture
urine.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul
Diagnosa
keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status
kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (carpenito, 2000)
Diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien Postpartum
a. Nyeri (akut)/ketidaknyamanan berhubungan
dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
berhubungan dengan kelemahan tubuh.
c. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,
pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur
karakteristik fisik payudara ibu.
d. Resiko tinggi terhadap cidera
berhubungan dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi ortostatik,
terjadinya HKK atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah
abnormal (anemia, sensivitas rubella,inkompabilitas Rh).
e. Resiko infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan
/atau peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan
merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan yang meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnose keperawatan.
a. Nyeri (akut) ketidaknyamanan berhubungan
dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek
hormonal.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa
nyeri
teratasi
Kriteria
hasil : Mengidentifikasi dan mengunakan intervensi untuk mengatasi
ketidaknyamanan dengan tepat, mengungkapkan berkurangnya ketidaknyamanan.
Intervensi:
1) Tentukan adanya lokasi, dan sifat
ketidaknyamanan. Tinjau ulang persalinan dan catatan kelahiran.
2) Inspeksi perbaikan perineum dan
episiotomy. Perhatikan edema, ekimosis, nyeri tekan local, eksudat purulen,
atau kehilangan perlekatan jaringan.
3) Berikan kompres es pada perineum,
khusus nya selama 24 jam pertama setelah kelahiran.
4) Berikan kompres panas lembab (misal rendam
duduk/bak mandi) diantara 100o dan 105o F (38o sampai 43,2o C) selam 20 menit,
3-4 kali sehari, setelah 24 jam
5) Anjurkan duduk dengan otot gluteal
terkontraksi diatas perbaikan episiotomy.Infeksi hemoroid pada perineum.
Anjurkan penggunaan kompres es selama 20 menit setiap 4 jam, penggunaan kompres
witch hazel, dan menaikan pelvis pada bantal.
6) Kaji nyeri tekan uterus; tentukan
adanya dan frekuensi/intensitas afterpain.
7) Anjurkan klien berbaring tengkurap
dengan bantal dibawah abdomen, dan melakukan tehnik visualisasi atau aktivitas
pengalihan.
8) Inspeksi payudara dan jaringan putting;
jika adanya pembesaran dan/atau pitung pecah–pecah.
9) Ajurkan untuk mengunakan bra penyokong
10) Berikan informasi mengenai peningkatan
frekuensi temuan, memberikan kompres panas sebelum member makan, mengubah
posisi bayi dengan tepat, dan mengeluarkan susu secara berurutan , bila hanya
satu putting yang sakit atau luka.
11) Berikan kompres es pada area aksila
payudara bila klien tidak merencanakan menyusui.
12) Kaji klien terhadap kepenuhan kandung
kemih.
13) Evaluasi terhadap sakit kepala, khususnya
setelah anesthesia subaraknoid. Hindari member obat klien sebelum sifat dan penyebab
dari sakit kepala ditentukan.
14) Berikan bromokriptin mesilat (parlodel) dua
kali sehari dengan makan selama 2–3 minggu. Kaji hipotensi pada klien; tetap
dengan klien selama ambulasi pertama.
15) Berikan analgesic 30 – 60 menit sebelum
menyusui. Untuk klien yang tidak menyusui, berikan analgesic setiap 3 – 4 jam
selama pembesaran payudara dan afterpain.
16) Berikan sprei anestetik, salep topical, dan
kompres witc hazel untuk perineum bila dibutuhkan.
17) Bantu sesuai dengan injeksi salin atau
pemberian “ blood patch “ pada sisi pungsi dural. Pertahankan klien pada posisi
horizontal setelah prosedur.
b. Ketidakefektifan menyusui berhubungan
dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat
dukungan, struktur karakteristik fisik payudara ibu.
Tujuan
: setelah dilakukan demostrasi tentang perawatan payudara diharapkan tingkat
pengetahuan ibu bertambah.
Kriteria
hasil : mengungkapkan pemahaman tentang proses menyusui, mendemonstrasikan
tehnik efektif dari menyusui, menunjukan kepuasan regimen menyusui satu sama
lain, dengan bayi dipuaskan setelah menyusui.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan dan pengalaman klien
tentang menyusui sebelumnya.
Tentukan
system pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga.
2) Berikan informasi, verbal dan tertulis,
mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara,
kenutuhan diet khusus, dan factor – factor yang memudahkan atau mengganggu
keberhasilan menyusui.
3) Demostrasikan dan tinjauan ulang tehnik
– tehnik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama menyusui dan lama menyusui.
4) Kaji putting klien; anjurkan klien
melihat putting setiap habis menyusui.
5) Anjurkan klien untuk mengeringkan
putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah menyusui.
6) Instruksikan klien untuk menghindari
pengunaan putting kecuali secara khusus diindikasi.
7) Berikan pelindung putting payudara
khusus untuk klien menyusui dengan putting masuk atau datar.
8) Rujuk klien pada kelompok pendukung;
misal posyandu
9) Identifikasi sumber–sumber yang
tersedia dimasyarakat sesuai indikasi
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan:
Pemenuhan ADL terpenuhi.
Kriteria
hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhannya (mandi, makan, dan minum).
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhannya.
2) Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya.
3) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
4) Libatkan keluarga dalam memenuhi
kebutuhannya.
Rasionalisasi
5) Sebagai indikator untuk melanjutkan
tindakan selanjutnya.
6) Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi.
7) Agar klien mudah menjangkau
kebutuhannya.
8) Dengan adanya hubungan dan kerjasama
dari keluarga klien terpenuhi
d. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan
dengan biokimia, fungsi regulator (misal hipotensi ortostatik, terjadinya HKK
atau eklamsia); efek anestesia; tromboembolisme; profil darah abnormal (anemia,
sensivitas rubella, inkompabilitas Rh).
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko cidera teratasi.
Kriteria
hasil : mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan factor – factor
risiko/melindungi diri dan bebas dari komplikasi.
Intervensi:
1) Tinjau ulang kadar hemoglobin (Hb)
darah dan kehilangan darah pada waktu melahirkan. Catat tanda – tanda anemia.
2) Anjurkan ambulasi dan latihan dini
kecuali pada klien yang mendapatkan anesthesia subaraknoid, yang mungkin yetap
berbaring selama 6 – 8 jam, tanpa penggunaan bantal atau meninggikan kepala.
Bantu klien dengan ambulasi awal.
3) Berikan supervise yang adekuat pada
mandi shower atau rendam duduk. Berikan bel pemanggil dalam jangkauan klien.
4) Berikan klien terhadap hiperrefleksia,
nyeri kuadran kanan atas (KKaA , sakit kepala, atau gangguan penglihatan.
5) Catat efek – efek magnesium sulfat
(MgSO4), bila diberikan, kaji respon patella dan pantau status pernapasan.
6) Inspeksi ekstremitas bawah terhadap
tanda – tanda tromboflebitis, perhatikan ada atau tidaknya tanda human.6)
Berikan kompres panas local; tingkatkan tirah baring dengan meninggikan tungkai
yang sakit.
7) Evaluasi status rubella pada grafik
prenatal, kaji klien tehadap alergi pada telur atau bulu.
8) Berikan MgSO4 melalui pompa infuse,
sesuai indikasi.
9) Berikan kaus kaki penyokong atau
balutan elastic untuk kaki bila risiko – risiko atau gejala-gejala flebitis
terjadi.
10) Berikan antikoagulasi; evaluasi factor –
factor koagulasi, dan perhatikan tanda – tanda kegagalan pembekuan.
11) Berikan Rh0 (D) imun globulin (RhlgG)
LM.dalam 72 jam pascapartum, sesuai indikasi.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan dan/atau kerusakan kulit, penurunan Hb prosedur invasive dan /atau
peningkatan peningkatan lingkungan, rupture ketuban lama, mal nutrisi.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
Kriteria
hasil : mendemonstrasikan tehnik-tehnik untuk menurunkan risiko/ meningkatkan
penyembuhan, menunjukan luka yang bebas dari drainase purulen dan bebas dari
infeksi, tidak febris, dan mempunyai aliran lokhial dan karakter normal.
Intervensi:
1) Kaji catatan prenatal dan intrapartal,
perhatikan frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi seperti ketuban pecah
dini (KPD), persalinan lama, laserasi, hemoragi, dan tertahannya plasenta.
2) Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan
sesuai indikasi ; catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
3) Kaji lokasi dan kontraktilitis uterus ;
perhatikan perubahan involusional atau adanya nyeri tekan uterus ekstrem.Catat
jumlah dan bau rabas lokhial atau perubahan pada kemajuan normal dari rubra
menjadi serosa.
4) Evaluasi kondisi putting, perhatikan
adanya pecah-pecah, kemerahan atau nyeri tekan.
5) Anjurkan pemeriksaan rutin payudara.
Tinjau perawatan yang tepat dan tehnik pemberian makan bayi. (rujuk pada DK :
Nyeri (akut)/ketidaknyamanan).
6) Inspeksi sisi perbaikan episiotomy
setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, kemerahan, eksudat purulen,
edema, sekatan pada garis sutura (kehilangan perlekatan), atau adanya laserasi.
7) Perhatikan frekuensi/jumlah berkemih.
8) Kaji terhadap tanda-tanda infeksi
saluran kemih (ISK) atau sisitis (mis : peningkatan frekiensi, doronganatau
disuria).
9) Catat warna dan tampilan urin,
hematuria yang terlihat, dan adanya nyeri suprapubis.
10) Anjurkan perawatan perineal, dengan
menggunakan botol atau rendam duduk 3 sampai 4 kali sehari atau setelah
berkemih/defekasi. Anjurkan klien mandi setiap hari ganti pembalut perineal
sedikitnya setiap 4 jam dari depan ke belakang.
11) Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan
cermat dan pembuangan pembalut yang kotor, pembalut perineal dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
12) Kaji status nutrisi klien. Perhatikan
tampilan rambut, kuku, kulit, dan sebagainya. Catat berat badan kehamilan dan
penambahan berat badan prenatal.
13) Berikan informasi tentang makanan pilihan
tinggi protein, vitamin C, dan zat besi.
14) Anjurkan klien untuk meningkatkan masukan
cairan sampai 2000 ml/hari.
15) Tingkatkan tidur dan istitahat.
16) Pemeriksaan laboratorium, jumlah Leukosit.
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak,M.Irene.2004.
Perawatan Maternitas dan Gynekologi.Bandung: VIA PKP
Mansur,
Herawati.2009.Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba,Ida
Bagus.2007.Ilmu Kebidanan,Penyakit kandungan, dan keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan.Jakarta:EGC
Maryunani,
Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: TIM.
Mochtar,
Rustam.1998.Sinopsis Obstetri Jilid I. EGC : Jakarta
Saifuddin,
Abdul Bari.2006.Buku Panduan Praktis Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:Tridasa Printer
Saleha,Siti.2009.Asuhan
Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sarwono,
P. 2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka
Suherni.
(2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakart: Penerbit Fitramaya.
Varney,
Hellen, dkk.2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume1.Jakarta:EGC
Tags
Laporan Pendahuluan