Sectio caesaria adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut
dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sectio caesarea adalah suatu tindakan
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding
uterus. Pada masa sekarang sectio caesarea jauh lebih aman dari pada dulu
dengan adanya antibiotika, tranfusi darah, teknik operasi yang lebih sempurna
dan anestesi yang lebih baik, karena itu terjadi kecenderungan untuk melakukan
sectio caesarea tanpa dasar yang cukup kuat, dalam hubungan ini perlu diingat
bahwa seorang ibu yang telah mengalami pembedahan sectio caesarea pasti akan
mendapat parut uterus dan tiap kehamilan serta persalinan berikutnya memerlukan
pengawasan yang cermat berhubungan dengan bahayanya ruptur uteri (Wiknjosastro,
2005).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk
melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi
& Wiknjosastro, 2006). Pembedahan yang paling banyak dilakukan
ialah sectio caesarea transperntonealis profunda dengan insisi di segmen di
bawah uterus, keuntungannya adalah perdarahan luka insisi tidak seberapa
banyak, bahaya peritonitis tidak besar dan parut pada uterus yang umumnya kuat
sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa
nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna (Wiknjosastro, 2005).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer,
2002). Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu
histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim. Jadi Sectio caesarea adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina
atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
II. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea
a) Abdomen
(sectio caesarea abdominalis)
a.
Sectio caesarea transperitonealis
b.
SC klasik
atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan
memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1.
Mengeluarkan
janin dengan cepat
2.
Tidak
mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3.
Sayatan bias
diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi
mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang
baik.
2. Untuk
persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
b)
SC ismika atau profundal (low
servical dengan insisi pada segmen bawah rahim). Dilakukan dengan melakukan
sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low servical transversal)
kira-kira 10 cm
Kelebihan :
a. Penjahitan
luka lebih mudah
b. Penutupan
luka dengan reperitonealisasi yang baik
c. Tumpang
tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
d.
Perdarahan tidak begitu banyak
e. Kemungkinan
rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
a)
Luka dapat melebar kekiri, kanan,
dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
b) Keluhan pada
kandung kemih post operasi tinggi
c)
SC ektra peritonealis yaitu tanpa
membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
d)
Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio
caesarea dapat dilakukan sebagai berikut
·
Sayatan memanjang ( longitudinal )
·
Sayatan melintang ( Transversal )
·
Sayatan huruf T ( T insicion )
III. Anatomi Fisiologi
Alat reproduksi wanita berada di bagian
pelvis (panggul)
Secara anatomi dibagi 2:
1.
Genitalia Eksterna
Ø Bagian
yang terlihat
2.
Genitalia Interna
Ø Terletak
dalam rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis
A. Genitalia
Eksterna
Ø
Mons pubis (pubis
veneris)
Ø
Labia Mayora
Ø
Labia Minora
Ø
Klitoris
Ø
Vagina & Hymen
Ø
Vestibulum
Ø
Fourchette
Ø
Perineum
External Generative Organ
1)
Mons
Pubis
Mons pubis atau mons veneris mengandung jaringan lemak
yang menutupi simpisis pubis, diliputi oleh rambut
2)
Labia
Mayora
Pada bagian posterior dari mons pubis terdapat labia mayora yang juga
terdiri dari jaringan lemak yang diliputi oleh rambut.
Labia mayora
membentuk tepi lateral dari vulva dan berukuran panjang ± 7-9 cm dan lebar ±
2-4 cm. Permukaan superfisial dari labia mayora juga dipenuhi oleh rambut.
3)
Labia
Minora
Labia minora merupakan struktur yang tidak berambut dan
berukuran panjang ± 5 cm dengan ketebalan 0,5 – 1 cm.Struktur kutaneus dari
labia minora tidak terdiri dari jaringan lemak namun terdiri dari jaringan penyambung
yang memungkinkan mobilisasi dari kulit selama proses sanggama.
Labia minora akan bersatu pada bagian anterior
menjadi klitoris, sedangkan pada bagian
posterior bersatu pada sisi bawah dari glandula vestibularis menjadi frenulum
4)
Klitoris
Klitoris merupakan bagian erektil, terletak
tepat di bawah arkus pubis Ujung badan klitoris
disebut glans dan lebih sensitif dari badannya. Fungsi utama klitoris adalah
menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
5)
Vagina
Merupakan saluran kopulasi yang menghubungkan vulva dan
uterus.
Jika dilakukan inspeksi vagina melalui introitus vagina,
maka dapat dilihat dinding anterior dan posterior yang memiliki midline
ridge yang disebut sebagai kolum anterior dan posterior
6)
Hymen
/ Selaput Dara
Lapisan/membran
tipis yang menutupi sebagian besar dari lubang senggama, ditengahnya berlubang
agar kotoran menstruasi dapat mengalir keluar ter,erletak pd mulut vagina bentuknya
berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit. Konsistensinya ada yang kaku, dan
ada yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu
jari (Syaifudin,1997). Himen mungkin tetap ada selama pubertas atau saat
hubungan seksual pertama kali.
7)
Vestibulum
Vestibulum
merupakan struktur yang menyerupai biji almond atau
perahu dan terletak
di antara labia minora, klitoris dan fourchette.
Pada
vestibulum terdapat muara dari uretra, vagina, 2 duktus kelenjar Bartholini dan
2 duktus kelenjar parauretral yang disebut sebagai Skene ducts and glands.
8)
Fouechette
Lipatan
jaringan transfersal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah
labia mayora dan minora di grais tengah di bawah orifisium vagina.
9)
Perineum
Daerah
muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus, panjangnya lebih
kurang 4 cm.
Female internal generative organ
1)
Uterus
Uterus adalah sebuah
organ muskuler dengan bentuk, berat, dan dimensi yang sangat bervariasi,
tergantung pada stimulasi estrogen dan riwayat persalinan. Uterus mempunyai
ukuran panjang 7-8 cm, lebar 4-5 cm serta tebal 3-4 cm dan tergantung pada ligamen
latum.
Uterus dibagi menjadi
4 bagian, yaitu:
· Fundus uteri: letaknya di bagian kranial dan mempunyai
permukaan yang bundar.
· Korpus uteri: merupakan bagian yang utama, terletak
menghadap ke arah kaudal dan dorsal.Fasies vesikalis uteri dipisahkan dari
vesika urinaria oleh spasium uterovesikalis. Fasies intestinalis uteri dipisahkan dari kolon sigmoid
di bagian kranial dan dorsal oleh excavatio rektouterina. Pada margo lateralis
melekat lig.latum uteri.
· Isthmus uteri: bagian ini mengecil, panjang kira-kira 1
cm. Pada masa gravid bagian ini menjadi bagian dari korpus uteri dan dalam
klinis disebut ”segmen bawah rahim”
· Serviks uteri: letak mengarah ke kaudal dan dorsal.
Merupakan bagian yang terletak antara isthmus uteri dan vagina.
2)
Tuba
Uterina/Tuba Fallopi
Tuba uterina berfungsi menghubungkan ovarium dan uterus.
Fertilisasi terjadi pada tuba uterina
Tuba berukuran 7–14 cm panjang dan dapat dibagi menjadi
isthmus ampula dan infundibulum
3)
Ovarium
Ovarium merupakan
sepasang organ yang terletak di setiap sisi uterus
(rahim), di bawah dan di belakang tuba falopii.
Ovarium berfungsi
memproduksi hormon dan menyelenggarakan ovulasi.
IV.
Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut:
1.
CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui
oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan
atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan
alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah
Dini)
Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di
atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4.
Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi
kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga
sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada
jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,
adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bernafas.
1.
Kelainan Letak Janin :
a. Kelainan pada letak
kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah
puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah
(defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal
ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi
dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka
atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang
merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).
V.
Manifestasi
Klinis
1. Placenta levia sentralis dan lateralis (posterior)
2. Panggul sempit
3. Disporsi sefalopelvik: yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
4. Rupture Uteri mengancam
5. Partus lama
6. Partus tak maju
7. Distosia servik
8. Pre eklamsia dan hipertensi
9. Malpresentasi janin:
-
Letak lintang
-
Letak bokong
-
Presentasi dahi dan muka
-
Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
-
gemeli
VI. Patofisiologi
SC merupakan
tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada
dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi
kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa
dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak
lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari
aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan
ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris
bagi kuman.
Oleh karena
itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum
dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan
nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang
telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran
dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik
juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga
perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga
berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin,
Mansjoer & Prawirohardjo, 2002).
VII.
Pathway
VIII.
Komplikasi
Yang sering
terjadi pada ibu SC adalah :
1.
Infeksi
puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi
menjadi:
a.
Ringan, dengan suhu meningkat dalam
beberapa hari
b.
Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai
dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
c.
Berat, peritonealis, sepsis dan usus
paralitik
2.
Perdarahan : perdarahan banyak bisa
terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka
atau karena atonia uteri.
3.
Komplikasi-komplikasi
lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang
terjadi.
4.
Kurang
kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptur uteri.
Yang sering
terjadi pada ibu bayi : Kematian perinatal
IX. Diagnosa Banding
1. Hemoglobin
atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan
mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit
(WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan
darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan
elektrolit.
X. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama
penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup
banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau
komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b.
Diet
Pemberian cairan
perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian
minuman dan makanan peroral.Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c.
Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan
secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d.
Kateterisasi
Kandung kemih yang
penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi
involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama
lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e.
Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi.
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
· Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
· Oral = tramadol
tiap 6 jam atau paracetamol
· Injeksi =
penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
· Obat-obatan lain
3. Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
4.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
5. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
B.
PENGKAJIAN
a.
Pengumpulan
Data
Pada pengkajian klien dengan sectio
caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi distress janin, kegagalan untuk
melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta
dan plasenta previa.
a.
Identitas
atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis
kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal
masuk rumah sakit nomor register , dan diagnosa keperawatan.
b.
Keluhan
utama
c.
Riwayat
kesehatan
1)
Riwayat
kesehatan dahulu:
Penyakit
kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
2)
Riwayat
kesehatan sekarang :
Riwayat pada
saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar pervaginan secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
3)
Riwayat
kesehatan keluarga:
Adakah
penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC, penyakit
kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
d.
Pola-pola
fungsi kesehatan
1)
pola
persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien
tentang ketuban pecah dini, dan cara pencegahan, penanganan, dan perawatan
serta kurangnya mrnjaga kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam
perawatan dirinya
2)
Pola Nutrisi
dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi
peningkatan nafsu makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3)
Pola
aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak
membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan
keterbatasan aktivitas karena mengalami kelemahan dan nyeri.
4)
Pola
eleminasi
Pada pasien pos partum sering
terjadi adanya perasaan sering /susah kencing selama masa nifas yang
ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk
melakukan BAB.
5)
Istirahat
dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan
pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis
setelah persalinan
6)
Pola
hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi
hubungan klien dengan keluarga dan orang lain.
7)
Pola
penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan
merasa cemas
8)
Pola sensori
dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri
pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada
pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat
bayinya
9) Pola
persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap
keadaan kehamilanya, lebih-lebih menjelang persalinan dampak psikologis klien
terjadi perubahan konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
10) Pola
reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu
perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat
karena adanya proses persalinan dan nifas.
e.
Pemeriksaan
fisik
1)
Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan
kepala, kadang-kadang terdapat adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada
benjolan
2)
Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya
penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya proses menerang yang salah
3)
Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak
mata, konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
4)
Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris
atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
5)
Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila
pada post partum kadang-kadang ditemukan pernapasan cuping hidung
6)
Dada
Terdapat adanya pembesaran payu
dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae dan papila mamae
7)
Pada klien
nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3
jari dibawa pusat.
8)
Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir,
pengeluaran air ketuban, bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang
dibentuk anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
9)
Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada
luka pada anus karena ruptur
10) Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat
kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena
penyakit jantung atau ginjal.
11) Tanda-tanda
vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos
partum tekanan darah turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
C.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Menyusui
tidak efektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ibu tentang cara
menyusui yang bernar
2. Nyeri akut berhubungan dengan
injury fisik jalan lahir.
3. Kurang
pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan post operasi b/d
kurangnya sumber informasi.
4. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis bersalin
5. Resiko
infeksi berhubungan dengan luka operasi
D.
RENCANA
ASUHAN KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang benar
|
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24
jam klien menunjukkan respon breast feeding adekuat dengan indikator:
·
klien mengungkapkan puas dengan
kebutuhan untuk menyusui
·
klien mampu mendemonstrasikan
perawatan payudara
|
Health Education:
§ Berikan
informasi mengenai
- Fisiologi
menyusui
- Keuntungan
menyusui
- Perawatan
payudara
- Kebutuhan
diit khusus
- Faktor-faktor
yang menghambat proses menyusui
·
Demonstrasikan breast care
dan pantau kemampuan klien untuk melakukan secara teratur
·
Ajarkan
cara mengeluarkan ASI dengan benar, cara menyimpan, cara transportasi
sehingga bisa diterima oleh bayi
·
Berikan dukungan dan semangat pada
ibu untuk melaksanakan pemberian Asi eksklusif.
·
Berikan penjelasan tentang tanda dan gejala
bendungan payudara,feksi payudara
·
Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan mendukung klien dalam pemberian ASI
·
Diskusikan tentang sumber-sumber
yang dapat memberikan informasi/memberikan pelayanan KIA
|
2.
|
Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nteri berkurang dengan indicatoretelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pasien berkurang
NOC :
Pain
Level,
Pain
control,
Comfort
level
Kriteria Hasil :
§
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
§
Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
§
Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
§
Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
§
Tanda vital dalam rentang normal
|
Pain Management
· Kaji nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
· Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
· Ajarkan tentang tehnik relaksasi
· Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
· Tingkatkan istirahat
· Kolaborasikan
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Managemen lingkungan
· Batasi pengunjung
· Sediakan tempat tidur yang nyaman
dan bersih
· Perhatikan hygiene pasien untuk
menjaga kenyamanan
Atur posisi pasien yang
nyaman
|
3.
|
Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan
perawatan post operasi b/d kurangnya sumber informasi
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pengetahuan klien meningkat dengan indicator:
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
§
Pasien dan
keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
§
Pasien dan
keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
§
Pasien dan
keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
|
Teaching : Disease Process
· Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik.
· Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
· Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat
· Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
· Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang
tepat.
· Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat.
· Hindari jaminan yang kosong
· Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
· Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
· Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
· Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
· Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat
· Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
· Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
|
4.
|
Defisit perawatan diri berhubungan
dengan kelelahan sehabis bersalin
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
ADLs klien meningkat dengan indicator:
v Self care
: Activity of Daily Living (ADLs)
§ Klien
terbebas dari bau badan
§ Menyatakan
kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLS
§ Dapat
melakukan ADLS dengan bantuan
|
|
5.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi
|
Setelah dilakuakan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan resiko infeksi terkontrol dengan indicator:
v Immune
Status
v Knowledge
: Infection control
v Risk control
§
Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
§
Mendeskripsikan proses penularan
penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
§
Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
§
Jumlah leukosit dalam batas normal
§
Menunjukkan perilaku hidup sehat
|
Infection Control
(Kontrol infeksi)
·
Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
·
Pertahankan teknik
isolasi
·
Batasi pengunjung bila
perlu
·
Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
·
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci tangan
·
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
·
Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung
·
Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat
·
Ganti letak IV perifer
dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
·
Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
·
Tingktkan intake nutrisi
·
Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
·
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal
·
Monitor hitung
granulosit, WBC
·
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
·
Batasi pengunjung
·
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
·
Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang beresiko
·
Pertahankan teknik
isolasi k/p
·
Berikan perawatan
kuliat pada area epidema
·
Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·
Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
·
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
·
Dorong masukan cairan
·
Dorong istirahat
·
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik sesuai resep
·
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala infeksi
·
Ajarkan cara
menghindari infeksi
·
Laporkan kecurigaan
infeksi
·
Laporkan kultur
positif.
|
DAFTAR PUSTAKA
Amin
Huda Nurarif, 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC-NOC jilid 3,
Jogjakarta : Medication
Carpenito. 2001.
Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan masalah
kolaboratif. Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Mansjoer,
A. 2002. Asuhan Keperawatn Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2002. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana,
Jakarta : EGC
Mc Closkey, C.J., et all.
1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muchtar.
2005. Obstetri patologi, Cetakan I. Jakarta : EGC
Caraspot.
2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta : mocaMedia
Santosa, Budi. 2007. Panduan
Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan
praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : penerbit
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo
Sarwono Prawiroharjo. 2009. Ilmu Kebidanan, Edisi 4 Cetakan II. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Tags
Laporan Pendahuluan