Coronary artery disease (CAD)
adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan
darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup
oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali,
akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).( Brunner and
Sudarth, 2001). Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Coronay Artery
Disease (CAD) adalah kondisi dimana terjadi penumpukan plak pada arteri koroner
yang menyebabkan arteri koroner menjadi menyempit. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh terkumpulnya kolesterol sehingga membentuk plak pada dinding
arteri dalam jangka waktu yang cukup lama. Proses akumulasi tersebut disebut
aterosklerosis. PJK dapat menyebabkan otot jantung
melemah, dan menimbulkan komplikasi seperti gagal jantung dan aritmia (gangguan
irama jantung).
Penyakit jantung yang paling sering di
Amerika Serikat adalah penyakit aterosklerosis koroner. Kondisi patologis
arteri koroner ini ditandai dengan penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak
dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung. Penyakit
arterosklerosis disebabkan oleh kelainan metabolisme lipid, koagulasi darah dan
keadaan biofisika serta biokimia dinding arteri. Meskipun terdapat perbedaan
pendapat diantara beberapa ahli mengenai bagaimana aterosklerosis merupakan
penyakit progresif, dapat dikurangi dan pada beberapa kasus dapat dihilangkan.
Pembuluh darah jantung dikenali sebagai
arteri koronari. Kadangkala, pembentukan bahan berlemak atau plak daripada
kolestrol boleh menyempitkan pembuluh darah jantung. Plak ini mengurangkan
jumlah jumlah oksigen ke jantung, menyebabkan kematian. Sakit dada yang berkepanjangan berlaku apabila arteri
yang sempit dihalang secara tiba-tiba dan sepenuhnya. Ini adalah karena
kekurangan oksigen di dalam sel-sel jantung, sehingga menyebabkan sel-sel
jantung tersebut mati, yaitu suatu keadaan yang dipanggil infark miokardium
atau lebih lazim, serangan jantung.
2.
Etiologi
Penyakit arteri koroner bisa menyerang
semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit
putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan bourgeois penting dalam
gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko
terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
a.
Berusia lebih dari
45 tahun (bagi pria).
Sangat penting
bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit jantung koroner. Pria
berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita serangan jantung ketimbang
pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
b.
Berusia lebih dari
55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat operasi (bagi wanita).
Wanita yang telah
berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara fisiologis ataupun secara dini
(pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit jantung koroner apalagi ketika usia
wanita itu telah menginjak usila (usia lanjut).
c.
Riwayat penyakit
jantung dalam keluarga
Riwayat penyakit
jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari profil kolesterol yang
tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang "buruk" dalam segi
diet keluarga.
d.
Diabetes.
Kebanyakan
penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya level gula darah,
namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
e.
Merokok.
Merokok telah
disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit jantung koroner.
Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding (endotel) pembuluh darah
sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi sumbatan
pembuluh darah.
f.
Tekanan darah
tinggi (hipertensi).
Tekanan darah yang
tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner
(faktor koroner) yang merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
g.
Kegemukan
(obesitas).
Obesitas
(kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari banyaknya lemak yang
terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas lebih menyimpan
kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal bakal terjadinya penyakit
jantung koroner.
h.
Gaya hidup buruk.
Gaya hidup yang
buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang rutin serta pola makan
yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena pneyakit jantung koroner.
i.
Stress.
Banyak penelitian
yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang tegang, dapat terjadi
aritmia jantung yang membahayakan jiwa.
3.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis
menurut Price & Lorraine (2001) seperti:
1.
Dada terasa tak
enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau terbakar;dapat menjalar ke
pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang)
2.
Sesak napas
3.
Berdebar-debar
4.
Denyut jantung
lebih cepat
5.
Pusing
6.
Mual
7.
Kelemahan yang
luar biasa
4.
Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol,
lemak tetimbun di intima arteri. Timbunan ini akan mengakibatkan terganggunya
absorbsi nutrient sel-sel endotel yang menyusun lapisan dalam pembuluh darah
dan menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh
darah. Sel-sel endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut.
Selanjutnya lumen
bertambah sempit dan aliran darah bisa terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cenderung terjadinya pembentukan bekuan darah. Hal ini
menjelaskan bagaiman terjadinya koagulasi intravaskuler yang diikuti oleh
penyakit tromboemboli.
a.
CAD ditandai oleh
penyempitan koroner arteri akibat aterosklerosis, spasme atau, jarang, emboli.
b.
Perubahan
aterosklerosis pada arteri koroner hasil kerusakan ke lapisan dalam arteri
koroner dengan kekakuan pembuluh darah dan respon lalai berkurang.
c.
Akumulasi deposit
lemak dan lipid, bersama dengan perkembangan plak fibrosa atas kawasan yang
rusak di pembuluh darah, menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga
mengurangi ukuran lumen pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jaringan
miokard.
d.
Penurunan
pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan iskemia miokard transien
dan nyeri.
e.
Penyebab plak
arteri mengeras keras, sedangkan plak lembut dapat menyebabkan pembentukan
bekuan darah
Jenis CAD :
a.
Stabil
o Jenis yang paling umum, dipicu oleh aktivitas fisik,
stres emosional, paparan suhu panas atau dingin, makanan berat , dan merokok
o Terjadi dalam pola yang teratur, biasanya berlangsung
5 menit atau kurang, dan mudah hilang dengan obat-obatan
b.
Labil
o Mungkin onset baru nyeri dengan pengerahan tenaga atau
saat istirahat, atau percepatan terbaru dalam keparahan nyeri
o Terjadi pada tidak ada pola teratur, biasanya
berlangsung lebih lama ( 30 menit ), umumnya tidak lega dengan istirahat atau
obat-obatan
o Kadang-kadang dikelompokkan dengan infark miokard ( MI
) di bawah diagnosis sindrom koroner akut ( ACS )
c.
Variant
(prinzmetal)
o Langka , biasanya terjadi saat istirahat - tengah
malam hingga dini hari nyeri mungkin parah
o Elektrokardiogram ( EKG ) berubah karena koroner
spasme arteri
5.
Komplikasi
a.
Aritmia
Merupakan
komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu gangguan dalam irama
jantung yang bisa menimbulkan perubahan eloktrofisiologi otot-otot jantung.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya perangsangan
simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
b.
Gagal Jantung
Kongestif
Merupakan kongesti
sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kiri akan menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis sedangkan pada disfungsi
ventrikel kanan akan menimbulkan kongesti pada vena sistemik.
c.
Syok
kardikardiogenik
Syok kardiogenik
diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif. Timbulnya lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat yang
irreversible yaitu penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru yang bisa berakhir dengan kematian.
d.
Disfungsi Otot
Papillaris
Disfungsi iskemik
atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis.
Inkompetensi katup mengakibatkan aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium
kiri sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada
atrium kiri dan vena pulmonalis.
e.
Ventrikuler
Aneurisma
Aneurisma ini
biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek jantung. Aneurisma ventrikel
akan mengembang bagaikan balon pada setipa sistolik, teregang secara pasif oleh
sebagian curah sekuncup. Aneurisma ventrikel dapat menimbulkan 3 masalah yaitu
gagal jantung kongestif kronik, embolisasi sistemik dari thrombus mural dan
aritmia ventrikel refrakter.
f.
Perikarditis
Infark transmural
dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan pericardium
menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi
peradangan.
g.
Emboli Paru
Emboli paru bisa
menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian mendadak. Trombosis vena
profunda lebih lazim pada pasien payah jantung kongestif yang parah.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
a. Analisa
gas darah (AGD)
b. Pemeriksaan
darah lengkap
c. Hb,
Ht
d. Elektrokardiogram
(EKG)
Pemeriksaan
aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram (EKG) adalah
pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini
kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan
jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang
masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
e. Foto
Rontgen Dada
Dari
foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya pembesaran
(Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada
koroner tidak dapat dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat
dinilai apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK
lama yang sudah berlanjut pada payah jantung.
f.
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan
untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko meningkat. Dari
pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya serangan jantung akut dengan
melihat kenaikan enzim jantung
g. Treadmill
Berupa
ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun dihubungkan dengan
monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung
saat latihan. Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi
petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap,
sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat
gambaran EKG tampak normal.
h. Kateterisasi
Jantung
Pemeriksaan
ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang seukuran ujung lidi.
Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal
paha, lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter
didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner.
Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga
mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya
penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau
penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner.
Bisa juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil
kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah
apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan
factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal dengan balon.
Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini
disamping dibalon dapat pula dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin
atau gorng-gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila
tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain
adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.
7.
Penatalaksanaan Medis
Berbagai
obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung. Yang paling umum diantaranya:
a.
Aspirin /
Klopidogrel / Tiklopidin.
Obat-obatan ini
mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan gumpalan darah terbentuk pada
ujung arteri jantung menyempit, maka dari itu mengurangi resiko serangan
jantung.
b.
Beta-bloker (e.g.
Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).
Obatan-obatan ini
membantu untuk mengurangi detak jantung dan tekanan darah, sehingga menurunkan
gejala angina juga melindungi jantung.
c.
Nitrates (e.g.
Isosorbide Dinitrate).
Obatan-obatan ini
bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian meningkatkan aliran darah ke otot
jantung dan mengurangi gejala nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat,
Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan berupa tablet atau semprot di bawah
lidah, biasa digunakan untuk penghilang nyeri dada secara cepat.
d.
Angiotensin-Converting
Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril) and Angiotensin Receptor
Blockers (e.g. Losartan, Valsartan).
Obatan-obatan ini
memungkinkan aliran darah ke jantung lebih mudah, dan juga membantu menurunkan
tekanan darah.
e.
Obatan-obatan penurun
lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin, Atorvastatin, Rosuvastatin).
Obatan-obatan ini
menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein Densitas-Rendah), yang merupakan
salah satu penyebab umum untuk penyakit jantung koroner dini atau lanjut.
Obat-obatan tersebut merupakan andalan terapi penyakit jantung koroner.
f.
Intervensi Jantung
Perkutan.
Ini adalah metode
invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang menyempit. Melalui selubung
plastik ditempatkan dalam arteri baik selangkang atau pergelangan, balon
diantar ke segmen arteri jantung yang menyempit, dimana itu kemudian
dikembangkan untuk membuka penyempitan.Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin)
disebarkan untuk membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam
sederhana) atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini seringkali
menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut. Untuk penyakit jantung
koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat meringankan gejala angina dengan
sangat efektif. Umumnya, pasien dengan penyakit pembuluh darah single atau
double mendapat keuntungan dari metode ini. Dengan penyakit pembuluh darah
triple, atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah dikenal dengan Bedah
Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik atau pilihan pengobatan
yang lebih baik.
g.
Operasi.
1)
Bedah Bypass
Arteri Jantung (CABG).
CABG melibatkan
penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada, lengan, atau kaki untuk
membangun rute baru untuk aliran darah langsung ke otot jantung. Ini menyerupai
membangun jalan tol parallel ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah operasi
yang aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan
jantung sebelumnya dan melakukan CABG sebagai prosedur elektif, resiko dapat
serendah 1 persen.
2)
Revaskularisasi
Transmiokardia
Untuk pasien
dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk melakukan CABG, prosedur disebut
Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada prodesur ini, laser
digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada otot jantung. Beberapa lubang
ini berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini membantu mengurangi angina.
8.
Pathway
9.
Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan perubahahan kontraktilitas, perubahan
struktual (kelainan katup,aneurisme ventrikular).
b. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue akibat turunnya curah
jantung.
c. Kelebihan
volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air
d. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler paru, contoh
pengumpalan cairan didalam area interstial/alveoli.
e. Resiko
tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema, penurunan perfusi
jaringan.
1.
Intervensi
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Curah jantung menurun b.d Perubahan
kontraktilitas miokardial atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi,
irama, konduksi jantung, perubahan struktural. (mis: kelainan katup,
aneurisma ventrikel)
|
Setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan adanya
penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil:
o
Frekuensi jantung
meningkat
o
Status
Hemodinamik stabil
o
Haluaran Urin
adekuat
o
Tidak terjadi
dispnu
o
Akral Hangat
|
Auskultasi nadi apical,kaji
frekuensi,irama jantung.
Catat bunyi jantung.
Palpasi nadi perifer
Pantau tekanan darah.
Pantau keluaran urine, catat
penurunan keluaran, dan kepekatan atau konsentrasi urine.
Kaji perubahan pada sensori
contoh: letargi, bingung, disorientasi, cemas dan depresi.
Berikan istirahat semi recumbent
(semi-fowler) pada tempat tidur.
|
Biasanya
terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitasjantung.
S1 dan s2
lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai aliran ke dalam serambi yaitu
distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
Untuk
mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisan jantung.
Untuk
mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO dan
pengisisanjantung.
Dengan
menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
Menunjukkan
tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
Memperbaiki
insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen dan penurunan
venous return.
Membantu
dalam proses kimia dalam tubuh.
|
Intoleransi
aktivitas b.d Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital, adanya dysritmia,
dyspnea, pucat, berkeringat.
|
Tujuan dan kriteria hasil:
o
Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
o
Memenuhi perawatan diri sendiri
o
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
|
Periksa
tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan
vasodilator, diuretic.
Catat
respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia,
dispnea, berkeringat, pucat
Kaji
penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
Evaluasi
peningkatan intoleransi aktivitas
Berikan
bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode
aktivitas dengan istirahat
Implementasikan
program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
|
Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau
pengaruh fungsi jantung.
Penurunan atau ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung.
Kelemahan adalah efek samping
beberapa obat (beta bloker, traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh
stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri
pasien tanpa mempengaruhi stress miokard.
Peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindarai kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih.
Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi
jantung tidak dapat baik kembali.
|
Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium dan air.
|
Pantau keluaran urin, catat
jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi
Hitung keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran selama 24jam
Berikan posisi kaki lebih
tinggi dari kepala. jam.
Auskultasi bunyi napas, catat
penurunan dan atau bunyi napas tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
Kelebihan cairan sering
menimbulkan kongersti paru.
Berikan makanan yang mudah
dicerna, porsi kecil dan sering.
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi diuetik, cairan dan elektrolit.
Kolaborasi dengan ahli gizi
|
Keluaran urin mungkin sedikit
dan pekat (khususnya selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal
Terapi diuretic dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia)
meskipun edema atau asites masih ada
Pembentukan edema, sirkulasi
melambat, gangguan pemasukan nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang
lama
Gejala edema paru dapat
menunjukkan gagal jantung kiri akut.
Penurunan motilitas gaster
dapat berefek merugikan pada digestif.
Diuretic meningkatkan laju
aliran urin dan dapat menghambat reabsorbsi
Perlu memberikan diet yang
dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
|
|
Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d
Perubahan membrane kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan
cairan ke dalam area interstitialataualveoli.
|
Auskultasi bunyi napas, catat krekels
Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam.
Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai
indikasi.
Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic dan
bronkodilator.
|
Menyatakan
adanya kongesti paru atau pengumpulan secret
Membersihkan
jalan napas dan memudahkan aliran oksigen
Membantu
mencegah atelektasis dan pneumonia.
Menurunkan
konsumsi oksigen atau kebutuhan dan meningkatkan inspaksi paru maksimal.
Meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksia
jaringan.
Menurunkan
kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas, meningkatkan aliran oksigen
dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongestif paru.
|
|
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d
Tirah baring., edema, penurunan perfusijaringan.
|
Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area
sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Pijat area kemerahan
Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan
rentang gerak pasif/aktif.
Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan
Hindarai obat intramuscular
|
Kerana
gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi fisik dan gangguan
status nutrisi.
Meningkatkan
aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
Memperbaiki
sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
Kulit terlalu
kering dan lembab dapat merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
Sepatu
terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen., meningkatkan resiko
tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
Edema
interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit atau terjadinya infeksi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors
and Cardiovascular Risk in Physical Workers and Managers.
Anwar, B. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko
Penyakit Jantung Koroner. www.library.usu.ac.id
Christian Sandi, Saryono, Dian Ramawati. (2013).
Penelitian Tentang Perbedaan Kadar Kolesterol Darah Pada Pekerja Kantoran dan
Pekerja Kasar.
Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku
Patofisiologi, Edisi Revisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem
kardiovaskular. Edisi 1. Jakarta : EGC, 2009.
Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung
Koroner. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan
Mencegah & Mengobati
Penyakit Jantung. Jakarta: Pustaka Swara
Hendriantika, H. (2012), Penelitian Tentang Studi
Komparatif Aktivitas Fisik dengan Faktor Resiko Terjadinya Penyakit jantung
Koroner.
Hermansyah, Citrakesumasari, Aminuddin. (2009).
Aktifitas Fisik dan Kesehatan Mental Terhadap Kejadian Penyakit Jantung
Koroner.
Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas
dengan Beberapa Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner.
Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting
Koroner di Indonesia.
Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and
Coronary Heart Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Marianna Virtanen, (2010). Overtime Work and Incident
Coronary Heart Disease:The Whitehall II Prospective Cohort Study.
Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and
lifestyle risk factors with risk of coronary artery disease: a meta-analysis of
individual participant data.
Tracey C. C. W. Rompas, A. Lucia Panda, Starry H.
Rampengan. (2012), Hubungan Obesitas Umum dan Obesitas Sentral dengan Penyakit
Jantung Koroner
Sallim Annisa Yuliana, (2013), Hubungan Olahraga
dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner.
Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C.,
dan Kimerly, A. 2000. Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51
Tags
Laporan Pendahuluan