Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).Ileus obstruktif adalah kerusakan
parsial atau komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering terjadi karena mempunyai segmen yang paling sempit
(Mansjoer, 2008). Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi
usus sepanjang traktus intestinal. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknyanormal.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran ususyang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanisatau fungsional (Brunner & Sudarth,
2010).
Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di
dalam usus. Kondisi ini dapat menyebabkan peredaran makanan atau cairan di
dalam saluran pencernaan menjadi terganggu. Obstruksi usus bisa terjadi di
dalam usus halus atau besar dan sifatnya bisa parsial (sebagian) atau total.
Pada kasus obstruksi usus parsial, sedikit makanan atau cairan masih bisa
melewati usus. Sedangkan pada kasus obstruksi usus total, tidak ada apa pun
yang bisa melewati usus.
Ileus obstruksi adalah hambatan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik misalnya oleh strangulasi, invaginasi, atau
sumbatan di dalam lumen usus. Terdapat dua jenis obstruksi yaitu, obstruksi
sederhana dan obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana adalah obstruksi yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada obstruksi strangulasi ada
pembuluh darah yang terjepit sehingga bisa terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau ganggren yang ditandai dengan gejala umum berat yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan ganggren (Wim de Jong, 2005).
2.
Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua
bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
a.
Mekanis: Terjadi
obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus:
-
Adhesi, sebagai perlengketan
fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara permukaan peritoneum yang
berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun antara peritoneum viseral
dengan parietal
-
Hernia,
terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
-
Karsinoma, tumor
yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor diluar usus
mendesak dinding usus.
b.
Fungsional:
Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus
-
Massa makanan yang
tidak dicerna
-
Sekumpulan cacing
-
Tinja yang keras.
-
Volvulus,
terplintir atau memutarnya usus.
-
Intussusception,
masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri (Brunner & Sudarth, 2010).
3.
Mekanisme Klinis
Terdapat 4 tanda gejala khas ileus obstruktif (Brunner
& Sudarth, 2010):
a.
Nyeri abdomen
b.
Muntah
c.
Distensi
d.
Kegagalan buang air
besar atau gas (konstipasi).
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk
dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan
respirasi dan peritonitis.Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus
obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa. Nyeri abdomen biasanya
agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder
terhadap kontraksi peristaltik kuat padadinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4
sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit
pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dariileus obstruktif usus halus
demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang
dari ileus obstruktif usus besar biasanyatampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga
gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini
nyeri mereda dan diganti olehpegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen.
Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi,
maka ileusobstruksi strangulata harus dicurigai. Muntah refleks ditemukan
segera setelah mulainya ileus obstruksi yangmemuntahkan apapun makanan dan cairan
yang terkandung, yang juga diikutioleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan
empedu.
4.
Patofisiologi
Ileus non mekanis dapat disebabkan oleh manipulasi
organ abdomen, peritonitis, sepsis dll, sedang ileus mekanis disebabkan oleh
perlengketan neoplasma, benda asing, striktur dll. Adanya penyebab tersebut
dapat mengakibatkan passage usus terganggu sehingga terjadi akumulasi gas dan
cairan dlm lumen usus. Adanya akumulasi isi usus dapat menyebabkan gangguan
absorbsi H20 dan elektrolit pada lumen usus yang mengakibatkan kehilangan H20
dan natrium, selanjutnya akan terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler sehingga
terjadi syok hipovolemik, penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan,
hipotensi dan asidosis metabolik.
Akumulasi cairan juga mengakibatkan distensi dinding
usus sehingga timbul nyeri, kram dan kolik. Distensi dinding usus juga dapat
menekan kandung kemih sehingga terjadi retensi urine. Distensi juga dapat
menekan diafragma sehingga ventilasi paru terganggu dan menyebabkan sulit
bernafas. Selain itu juga distensi dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Selanjutnya terjadi iskemik dinding usus, kemudian terjadi
nekrosis, ruptur dan perforasi sehingga terjadi pelepasan bakteri dan toksin
dari usus yang nekrotik ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistem. Pelepasan
bakteri dan toksin ke peritoneum akan menyebabkan peritonitis septikemia.
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen usus juga dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi komplet sehingga gelombang peristaltik dapat
berbalik arah dan menyebabkan isi usus terdorong ke mulut,keadaan ini akan menimbulkan
muntah-muntah yang akan mengakibatkan dehidrasi. Muntah-muntah yang berlebihan
dapat menyebabkan kehilangan ion hidrogen & kalium dari lambung serta
penurunan klorida dan kalium dalam darah, hal ini merupakan tanda dan gejala
alkalosis metabolik.
5.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan radiologi
-
Foto polos abdomen
Dengan posisi
terlentang dan tegak (lateral dekubitus)memperlihatkan dilatasi lengkung usus
halus disertai adanya batas antaraair dan udara atau gas (air-fluid level) yang
membentuk pola bagaikantangga.
-
Pemeriksaan
radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu
peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium
terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enemabarium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
-
CT – Scan
Pemeriksaan ini
dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT– Scan akan mempertunjukkan secara lebihteliti adanya
kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, danperitoneum. CT– Scan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras ke dalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
-
USG
Pemeriksaan ini
akan mempertunjukkan gambaran dan penyebabdari obstruksi.
b.
Pemeriksaan
laboratorium
Leukositosis
mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin menunjukkan
dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikanasidosis atau alkalosis
metabolic (Brunner & Suddarth, 2010).
6.
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus
obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi,mengatasi peritonitis dan syok bila
ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.
a.
Resusitasi
Dalam resusitasi yang
perlu di perhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan
syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT di gunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b.
Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat
diberikan sebagaiprofilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mualmuntah.
c.
Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi
nasogastrik untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudiandisusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selamalaparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan
untuk dilakukanoperasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atauadhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi stangulasimaka reseksi intestinal sangat diperlukan.
7.
Pathway
B.
Konsep Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a.
Identitas : Biodata klien yang penting meliputi nama,
umur, jenis kelamin,agama, suku dan gaya hidup.
b.
Riwayat Kesehatan
-
Keluhan utama : Pada umumnya akan ditemukan klien
merasakan nyeri pada abdomennyabiasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan
nyeri lepas, abdomen tegang dan kaku.
-
Riwayat kesehatan
sekarang : Mengungkapkan hal-hal
yang menyebabkan klien mencaripertolongan, dikaji dengan menggunakan
pendekatan PQRST.
-
Riwayat kesehatan
dahulu : Apakah klien sebelumnya pernah
mengalami penyakit pada sistempencernaan, atau adanya riwayat operasi pada
sistem pencernaan
-
Riwayat kesehatan
keluarga : Apakah ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit yang samadengan klien.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Kekurangan volume
cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yangtidak adequat dan
ketidakefektifan penyerapan usus halus
b.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi
c.
Ketidak efektifan
pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
3.
Intervensi Keperawatan
a.
Kekurangan volume cairan
dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak adequat dan ketidak
efektifan penyerapan usus halus
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhancairan dan
elektrolit terpenuhi Kriteria hasil :
-
Tanda vital normal
(N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80mmHg)
-
Intake dan output cairan
seimbang
-
Turgor kulit elastic
-
Mukosa lembab
-
Elektrolit dalam batas
normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L)
Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji
kebutuhan cairan pasien
2. Observasi
tanda-tanda vital
3. Observasi
tingkat kesadaran dan tanda-tanda syok
4. Observasi
bising usus pasien tiap 1-2 jam
5. Monitor
intake dan outpusecara ketat
6. Pantau
hasil laboratorium serum elektrolit, hematocrit
7. Beri
penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang dilakukan:
pemasangan NGT dan puasa.
8. Kolaborasi
dengan medik untuk pemberian terapi intravena
|
1. Mengetahui
kebutuhan cairan pasien
2. Perubahan
yang drastis pada tanda-tanda vital merupakan indikasikekurangan cairan
3. kekurangan
cairan dan elektrolit dapatmempengaruhi tingkat kesadaran danmengakibatkan
syok
4. Menilai
fungsi usus
5. Menilai
keseimbangan cairan
6. Menilai
keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Meningkatkan
pengetahuan pasien dankeluarga serta kerjasama antaraperawat-pasien-keluarga
8. Memenuhi
kebutuhan cairan danelektrolit pasien.
|
b.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
-
Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi
-
Berat badan stabil
-
Pasien tidak
mengalami mual muntah.
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Tinjau
faktor-faktor individual yangmempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan,
mis : status puasa,mual, ileus paralitik setelah selang dilepas
2.
Auskultasi
bising usus; palpasi abdomen;catat pasase flatus
3.
Identifikasi
kesukaan/ketidaksukaan dietdari pasien. Anjurkan pilihan makanantinggi
protein dan vitamin C
4.
Observasi
terhadap terjadinya diare;makanan bau busuk dan berminyak
5.
Kolaborasi dalam
pemberian obat-obatansesuai indikasi: Antimetik, mis:proklorperazin
(Compazine). Antasida daninhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet)
|
1.
Mempengaruhi
pilihan intervensi
2.
Menentukan
kembalinya peristaltik ( biasanya dalam 2-4 hari )
3.
Meningkatkan
kerjasama pasiendengan aturan diet. Protein/vitamin Cadalah kontributor utuma
untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.Malnutrisi adalah fator
dalammenurunkan pertahanan terhadapinfeksi
4.
Sindrom
malabsorbsi dapat terjadisetelah pembedahan usus halus,memerlukan evaluasi
lanjut danperubahan diet, mis: diet rendah serat
5.
Mencegah muntah.
Menetralkan ataumenurunkan pembentukan asamuntuk mencegah erosi mukosa
dankemungkinan ulserasi.
|
c.
Ketidak efektifan
pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : Pasien
memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi :18-20x/menit
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Observasi TTV:
P, TD, N,S
2.
Kaji status
pernafasan: pola, frekuensi,kedalaman
3.
Kaji bising usus
pasien
4.
Tinggikan kepala
tempat tidur 40-60derajat
5.
Observasi adanya
tanda-tanda hipoksia jaringan perifer: cyanosis
6.
Monitor hasil
AGD
7.
Berikan
penjelasan kepada keluarga pasiententang penyebab terjadinya distensiabdomen
yang dialami oleh pasien
8.
Laksanakan
program medic pemberianterapi oksigen
|
1.
Perubahan pada
pola nafas akibatadanya distensi abdomen dapatmempengaruhi peningkatan hasil TTV
2.
Adanya distensi
pada abdomen dapatmenyebabkan perubahan pola nafas
3.
Berkurangnya/hilangnya
bising ususmenyebabkan terjadi distensiabdomen sehingga mempengaruhipola
nafas
4.
Mengurangi
penekanan pada paruakibat distensi abdomen
5.
Perubahan pola
nafas akibat adanyadistensi abdomen dapat menyebabkanoksigenasi perifer
terganggu yangdimanifestasikan dengan adanyacianosis
6.
Mendeteksi
adanya asidosisrespiratorik
7.
Meningkatkan
pengetahuan dankerjasama dengan keluarga pasien
8.
Memenuhi
kebutuhan oksigenasi pasien
|
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaandan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Vol. 3. Jakarta : EGC
Price S. A and Wilson
L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process, Second Ed, St
Louis, New York.
Tags
Laporan Pendahuluan