Kalian anak keperawatan wajib tau undang undang keperawatan ya ga boleh ga tau ! setelah sekian lama kita berjuang dan akhirnya... nah ini pasti bakalan ada di soal soal cpns skb atau ujikom wkwkwk... Kesehatan sebagai hak asasi manusia yang diakui secara konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hak warga negara dan tanggung jawab negara. Hak asasi bidang kesehatan ini harus diwujudkan melalui pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat dengan menanamkan kebiasaan hidup sehat.
Penyelenggaraan
pembangunan kesehatan diwujudkan melalui pemberian pelayanan kesehatan yang
didukung oleh sumber daya kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga
non-kesehatan. Perawat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan berperan sebagai
penyelenggara Praktik Keperawatan, pemberi Asuhan Keperawatan, penyuluh dan
konselor bagi Klien, pengelola Pelayanan Keperawatan, dan peneliti Keperawatan.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan oleh Perawat didasarkan pada pengetahuan
dan kompetensi di bidang ilmu keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan Klien, perkembangan ilmu pengetahuan, dan tuntutan globalisasi.
Pelayanan kesehatan tersebut termasuk Pelayanan Keperawatan yang dilakukan
secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh Perawat yang telah
mendapatkan registrasi dan izin praktik. Praktik keperawatan sebagai wujud nyata
dari Pelayanan Keperawatan dilaksanakan secara mandiri dengan berdasarkan
pelimpahan wewenang, penugasan dalam keadaan keterbatasan tertentu, penugasan
dalam keadaan darurat, ataupun kolaborasi.
Untuk
menjamin pelindungan terhadap masyarakat sebagai penerima Pelayanan Keperawatan
dan untuk menjamin pelindungan terhadap Perawat sebagai pemberi pelayanan
keperawatan, diperlukan pengaturan mengenai keperawatan secara komprehensif
yang diatur dalam undang-undang. Selain sebagai kebutuhan hukum bagi perawat, pengaturan
ini juga merupakan pelaksanaan dari mutual recognition agreement mengenai
pelayanan jasa Keperawatan di kawasan Asia Tenggara. Ini memberikan peluang
bagi perawat warga negara asing masuk ke Indonesia dan perawat Indonesia
bekerja di luar negeri untuk ikut serta memberikan pelayanan kesehatan melalui
Praktik Keperawatan. Ini dilakukan sebagai pemenuhan kebutuhan Perawat tingkat
dunia, sehingga sistem keperawatan Indonesia dapat dikenal oleh negara tujuan
dan kondisi ini sekaligus merupakan bagian dari pencitraan dan dapat mengangkat
harkat martabat bangsa Indonesia di bidang kesehatan.
Atas
dasar itu, maka dibentuk Undang-Undang tentang Keperawatan untuk memberikan
kepastian hukum dan pelindungan hukum serta untuk meningkatkan, mengarahkan,
dan menata berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan Keperawatan
dan Praktik Keperawatan yang bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Undang-Undang ini
memuat pengaturan mengenai jenis perawat, pendidikan tinggi keperawatan,
registrasi, izin praktik, dan registrasi ulang, praktik keperawatan, hak dan
kewajiban bagi perawat dan klien, kelembagaan yang terkait dengan perawat
(seperti organisasi profesi, kolegium, dan konsil), pengembangan, pembinaan,
dan pengawasan bagi perawat, serta sanksi administratif.
Latar
belakang
Latar
belakang disahkannya UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah :
a. bahwa
untuk memajukan kesejahteraan umum sebagai salah satu tujuan nasional
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pembangunan kesehatan;
b. bahwa
penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui penyelenggaraan
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan;
c. bahwa
penyelenggaraan pelayanan keperawatan harus dilakukan secara bertanggung jawab,
akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki kompetensi,
kewenangan, etik, dan moral tinggi;
d. bahwa
mengenai keperawatan perlu diatur secara komprehensif dalam Peraturan
Perundang-undangan guna memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada
perawat dan masyarakat;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Keperawatan;
Dasar
Hukum
Dasar
hukum pengesahan UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan adalah Pasal 20,
Pasal 21, dan Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Berikut
isi UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan (bukan format asli):
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Keperawatan
adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
2. Perawat
adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
3. Pelayanan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,
baik sehat maupun sakit.
4. Praktik
Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk
Asuhan Keperawatan.
5. Asuhan
Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan lingkungannya
untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam merawat
dirinya.
6. Uji
Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi
Keperawatan.
7. Sertifikat
Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi Perawat yang telah
lulus Uji Kompetensi untuk melakukan Praktik Keperawatan.
8. Sertifikat
Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik Keperawatan yang
diperoleh lulusan pendidikan profesi.
9. Registrasi
adalah pencatatan resmi terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat
Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
10. Surat
Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada Perawat yang telah diregistrasi.
11. Surat
Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Perawat sebagai
pemberian kewenangan untuk menjalankan Praktik Keperawatan.
12. Fasilitas
Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat.
13. Perawat
Warga Negara Asing adalah Perawat yang bukan berstatus Warga Negara Indonesia.
14. Klien
adalah perseorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang menggunakan jasa
Pelayanan Keperawatan.
15. Organisasi
Profesi Perawat adalah wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan
berbadan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
16. Kolegium
Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi Perawat untuk
setiap cabang disiplin ilmu Keperawatan yang bertugas mengampu dan meningkatkan
mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut.
17. Konsil
Keperawatan adalah lembaga yang melakukan tugas secara independen.
18. Institusi
Pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
Keperawatan.
19. Wahana
Pendidikan Keperawatan yang selanjutnya disebut wahana pendidikan adalah fasilitas,
selain perguruan tinggi, yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan
pendidikan Keperawatan.
20. Pemerintah
Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
21. Pemerintah
Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan.
22. Menteri
adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal
2
Praktik
Keperawatan berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. nilai
ilmiah;
c. etika
dan profesionalitas;
d. manfaat;
e. keadilan;
f.
pelindungan; dan
g. kesehatan
dan keselamatan Klien.
Pasal
3
Pengaturan
Keperawatan bertujuan:
a. meningkatkan
mutu Perawat;
b. meningkatkan
mutu Pelayanan Keperawatan;
c. memberikan
pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan
d. meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
BAB
II
JENIS
PERAWAT
Pasal
4
(1) Jenis
Perawat terdiri atas:
a. Perawat
profesi; dan
b. Perawat
vokasi.
(2) Perawat
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. ners;
dan
b. ners
spesialis.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai jenis Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB
III
PENDIDIKAN
TINGGI KEPERAWATAN
Pasal
5
Pendidikan
tinggi Keperawatan terdiri atas:
a. pendidikan
vokasi;
b. pendidikan
akademik; dan
c. pendidikan
profesi.
Pasal
6
(1) Pendidikan
vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a merupakan program diploma
Keperawatan.
(2) Pendidikan
vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling rendah adalah program
Diploma Tiga Keperawatan.
Pasal
7
Pendidikan
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b terdiri atas:
a. program
sarjana Keperawatan;
b. program
magister Keperawatan; dan
c. program
doktor Keperawatan.
Pasal
8
Pendidikan
profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c terdiri atas:
a. program
profesi Keperawatan; dan
b. program
spesialis Keperawatan.
Pasal
9
(1)
Pendidikan Tinggi
Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki izin penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2)
Perguruan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk universitas, institut,
sekolah tinggi, politeknik, atau akademi.
(3)
Perguruan tinggi dalam
menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan
serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi Perawat.
(4)
Penyediaan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui:
a. kepemilikan;
atau
b. kerja
sama.
(5)
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rumah sakit dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang memenuhi persyaratan,
termasuk jejaring dan komunitas di dalam wilayah binaannya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai Wahana Pendidikan
diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan setelah berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal
10
(1)
Perguruan tinggi
Keperawatan diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)
Perguruan tinggi
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tridarma perguruan
tinggi.
Pasal
11
(1)
Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi Keperawatan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan
Keperawatan.
(2)
Standar Nasional Pendidikan
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
(3)
Standar Nasional
Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara
bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi Perawat.
(4)
Standar Nasional
Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Pasal
12
(1)
Dalam rangka menjamin
mutu lulusan, penyelenggara pendidikan tinggi Keperawatan hanya dapat menerima
mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2)
Ketentuan mengenai kuota
nasional penerimaan mahasiswa diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan setelah berkoordinasi
dengan Menteri.
Pasal
13
(1)
Institusi Pendidikan
tinggi Keperawatan wajib memiliki dosen dan tenaga kependidikan.
(2)
Dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:
a. perguruan
tinggi; dan
b. Wahana
Pendidikan Keperawatan.
(3)
Dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(4)
Dosen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
14
(1)
Dosen pada Wahana
Pendidikan Keperawatan memberikan pendidikan serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat dan pelayanan kesehatan.
(2)
Dosen pada Wahana
Pendidikan Keperawatan memiliki kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit yang
memperhitungkan kegiatan pelayanan kesehatan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai kesetaraan, pengakuan, dan angka kredit dosen pada Wahana Pendidikan
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal
15
(1)
Tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat berasal dari pegawai negeri
dan/atau nonpegawai negeri.
(2)
Tenaga kependidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
16
(1)
Mahasiswa Keperawatan
pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi
secara nasional.
(2)
Uji Kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi
bekerja sama dengan Organisasi Profesi Perawat, lembaga pelatihan, atau lembaga
sertifikasi yang terakreditasi.
(3)
Uji Kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(4)
Standar kompetensi kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Organisasi Profesi Perawat dan
Konsil Keperawatan dan ditetapkan oleh Menteri.
(5)
Mahasiswa pendidikan vokasi
Keperawatan yang lulus Uji Kompetensi diberi Sertifikat Kompetensi yang
diterbitkan oleh perguruan tinggi.
(6)
Mahasiswa pendidikan
profesi Keperawatan yang lulus Uji Kompetensi diberi Sertifikat Profesi yang
diterbitkan oleh perguruan tinggi.
(7)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
BAB
IV
REGISTRASI,
IZIN PRAKTIK, DAN REGISTRASI ULANG
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
17
Untuk
melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Perawat, Menteri dan Konsil Keperawatan
bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan mutu Perawat sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
Bagian
Kedua
Registrasi
Pasal
18
(1) Perawat
yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki STR.
(2) STR
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Keperawatan setelah
memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. memiliki
ijazah pendidikan tinggi Keperawatan;
b. memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki
surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan
e. membuat
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) STR
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima)
tahun.
(5) Persyaratan
untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki
STR lama;
b. memiliki
Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi;
c. memiliki
surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat
pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi;
e. telah
mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan
f.
memenuhi kecukupan dalam
kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e
dan huruf f diatur oleh Konsil Keperawatan.
(7) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi ulang diatur dalam
peraturan konsil keperawatan.
Bagian
Ketiga
Izin
Praktik
Pasal
19
(1) Perawat
yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin.
(2) Izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP.
(3) SIPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya.
(4) Untuk
mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus
melampirkan:
a. salinan
STR yang masih berlaku;
b. rekomendasi
dari Organisasi Profesi Perawat; dan
c. surat
pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(5) SIPP
masih berlaku apabila:
a. STR
masih berlaku; dan
b. Perawat
berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP.
Pasal
20
(1) SIPP
hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
(2) SIPP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Perawat paling banyak untuk
2 (dua) tempat.
Pasal
21
Perawat
yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik Keperawatan.
Pasal
22
SIPP
tidak berlaku apabila:
a. dicabut
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. habis
masa berlakunya;
c. atas
permintaan Perawat; atau
d. Perawat
meninggal dunia.
Pasal
23
Ketentuan
lebih lanjut mengenai perizinan diatur dalam Peraturan Menteri
Pasal
24
(1) Perawat
Warga Negara Asing yang akan menjalankan praktik di Indonesia harus mengikuti
evaluasi kompetensi.
(2) Evaluasi
kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. penilaian
kelengkapan administratif; dan
b. penilaian
kemampuan untuk melakukan praktik.
(3) Kelengkapan
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri
atas:
a. penilaian
keabsahan ijasah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan;
b. surat
keterangan sehat fisik dan mental; dan
c. surat
pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Penilaian
kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi kompetensi
dan Sertifikat Kompetensi.
(5) Selain
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perawat Warga Negara Asing harus
memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
25
(1) Perawat
Warga Negara Asing yang sudah mengikuti proses evaluasi kompetensi dan yang
akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR Sementara dan SIPP.
(2) STR
sementara bagi Perawat Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun
berikutnya.
(3) Perawat
Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Praktik
Keperawatan di Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna Perawat Warga
Negara Asing.
(4) Praktik
Perawat Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk
meningkatkan kapasitas Perawat Indonesia.
(5) SIPP
bagi Perawat Warga Negara Asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal
26
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan praktik Perawat Warga Negara Asing
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
27
(1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
paling sedikit terdiri atas:
a. penilaian
keabsahan ijasah oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan;
b. surat
keterangan sehat fisik dan mental; dan
c. surat
pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
(2) Penilaian
kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan melalui Uji Kompetensi sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(3) Perawat
warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan
akan melakukan Praktik Keperawatan di Indonesia memperoleh STR.
(4) STR
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh Konsil Keperawatan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
(5) Perawat
warga negar a Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki SIPP sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini.
(6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara proses evaluasi kompetensi bagi Perawat warga
negara Indonesia lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB
V
PRAKTIK
KEPERAWATAN
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 28
(1) Praktik
Keperawatan dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan tempat lainnya
sesuai dengan Klien sasarannya.
(2) Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Praktik
Keperawatan mandiri; dan
b. Praktik
Keperawatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(3) Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada kode etik,
standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
(4) Praktik
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada prinsip
kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan masyarakat dalam suatu
wilayah.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan dalam
suatu wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian
Kedua
Tugas
dan Wewenang
Pasal
29
(1) Dalam
menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:
a. pemberi
Asuhan Keperawatan;
b. penyuluh
dan konselor bagi Klien;
c. pengelola
Pelayanan Keperawatan;
d. peneliti
Keperawatan;
e. pelaksana
tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
f.
pelaksana tugas dalam
keadaan keterbatasan tertentu.
(2) Tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama ataupun
sendiri-sendiri.
(3) Pelaksanaan
tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan secara
bertanggung jawab dan akuntabel.
Pasal
30
(1) Dalam
menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
perorangan, Perawat berwenang:
a. melakukan
pengkajian Keperawatan secara holistik;
b. menetapkan
diagnosis Keperawatan;
c. merencanakan
tindakan Keperawatan;
d. melaksanakan
tindakan Keperawatan;
e. mengevaluasi
hasil tindakan Keperawatan;
f.
melakukan rujukan;
g. memberikan
tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan kompetensi;
h. memberikan
konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter;
i.
melakukan penyuluhan
kesehatan dan konseling; dan
j.
melakukan penatalaksanaan
pemberian obat kepada Klien sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas
dan obat bebas terbatas.
(2) Dalam
menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan
masyarakat, Perawat berwenang:
a. melakukan
pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat keluarga dan kelompok
masyarakat;
b. menetapkan
permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;
c. membantu
penemuan kasus penyakit;
d. merencanakan
tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
e. melaksanakan
tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
f.
melakukan rujukan kasus;
g. mengevaluasi
hasil tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;
h. melakukan
pemberdayaan masyarakat;
i.
melaksanakan advokasi
dalam perawatan kesehatan masyarakat;
j.
menjalin kemitraan dalam
perawatan kesehatan masyarakat;
k. melakukan
penyuluhan kesehatan dan konseling;
l.
mengelola kasus; dan
m. melakukan
penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif.
Pasal
31
(1) Dalam
menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, Perawat berwenang:
a. melakukan
pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga serta
di tingkat kelompok masyarakat;
b. melakukan
pemberdayaan masyarakat;
c. melaksanakan
advokasi dalam perawatan kesehatan masyarakat;
d. menjalin
kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan
e. melakukan
penyuluhan kesehatan dan konseling.
(2) Dalam
menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan Keperawatan, Perawat
berwenang:
a. melakukan
pengkajian dan menetapkan permasalahan;
b. merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan Keperawatan; dan
c. mengelola
kasus.
(3) Dalam
menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat berwenang:
a. melakukan
penelitian sesuai dengan standar dan etika;
b. menggunakan
sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas izin pimpinan; dan
c. menggunakan
pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika profesi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal
32
(1) Pelaksanaan
tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) huruf e hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga medis kepada
Perawat untuk melakukan sesuatu tindakan medis dan melakukan evaluasi
pelaksanaannya.
(2) Pelimpahan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara delegatif
atau mandat.
(3) Pelimpahan
wewenang secara delegatif untuk melakukan sesuatu tindakan medis diberikan oleh
tenaga medis kepada Perawat dengan disertai pelimpahan tanggung jawab.
(4) Pelimpahan
wewenang secara delegatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat
diberikan kepada Perawat profesi atau Perawat vokasi terlatih yang memiliki
kompetensi yang diperlukan.
(5) Pelimpahan
wewenang secara mandat diberikan oleh tenaga medis kepada Perawat untuk
melakukan sesuatu tindakan medis di bawah pengawasan.
(6) Tanggung
jawab atas tindakan medis pada pelimpahan wewenang mandat sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) berada pada pemberi pelimpahan wewenang.
(7) Dalam
melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Perawat berwenang:
a. melakukan
tindakan medis yang sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan wewenang
delegatif tenaga medis;
b. melakukan
tindakan medis di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat; dan
c. memberikan
pelayanan kesehatan sesuai dengan program Pemerintah.
Pasal
33
(1) Pelaksanaan
tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1) huruf f merupakan penugasan Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat
Perawat bertugas.
(2) Keadaan
tidak adanya tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah tempat
Perawat bertugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan setempat.
(3) Pelaksanaan
tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kompetensi Perawat.
(4) Dalam
melaksanakan tugas pada keadaan keterbatasan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Perawat berwenang:
a. melakukan
pengobatan untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga medis;
b. merujuk
pasien sesuai dengan ketentuan pada sistem rujukan; dan
c. melakukan
pelayanan kefarmasian secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga
kefarmasian.
Pasal
34
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang Perawat diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal
35
(1) Dalam
keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, Perawat dapat melakukan
tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
(2) Pertolongan
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menyelamatkan nyawa
Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(3) Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mengancam
nyawa atau kecacatan Klien.
(4) Keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Perawat sesuai
dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuannya.
(5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB
VI
HAK
DAN KEWAJIBAN
Bagian
Kesatu
Hak
dan Kewajiban Perawat
Pasal
36
Perawat
dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak:
a. memperoleh
pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
b. memperoleh
informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.
c. menerima
imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;
d. menolak
keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar
pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
e. memperoleh
fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Pasal
37
Perawat
dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban:
a. melengkapi
sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan
Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
b. memberikan
Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
c. merujuk
Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang
lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya;
d. mendokumentasikan
Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan
informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai
tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas
kewenangannya;
f.
melaksanakan tindakan
pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi
Perawat; dan g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Klien
Pasal
38
Dalam
Praktik Keperawatan, Klien berhak:
a. mendapatkan
informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang
akan dilakukan;
b. meminta
pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
c. mendapatkan
Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan,
standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan;
d. memberi
persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan
e. memperoleh
keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.
Pasal
39
(1) Pengungkapan
rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf e dilakukan
atas dasar:
a. kepentingan
kesehatan Klien;
b. pemenuhan
permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum;
c. persetujuan
Klien sendiri;
d. kepentingan
pendidikan dan penelitian; dan
e. ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal
40
Dalam
Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban:
a. memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi
nasihat dan petunjuk Perawat;
c. mematuhi
ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan
d. memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB
VII
ORGANISASI
PROFESI PERAWAT
Pasal
41
(1) Organisasi
Profesi Perawat dibentuk sebagai satu wadah yang menghimpun Perawat secara
nasional dan berbadan hukum.
(2) Organisasi
Profesi Perawat bertujuan untuk:
a. meningkatkan
dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika
profesi Perawat; dan
b. mempersatukan
dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang pembangunan kesehatan.
Pasal
42
Organisasi
Profesi Perawat berfungsi sebagai pemersatu, pembina, pengembang, dan pengawas
Keperawatan di Indonesia.
Pasal
43
Organisasi
Profesi Perawat berlokasi di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat
membentuk perwakilan di daerah.
BAB
VIII
KOLEGIUM
KEPERAWATAN
Pasal
44
(1) Kolegium
Keperawatan merupakan badan otonom di dalam Organisasi Profesi Perawat.
(2) Kolegium
Keperawatan bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi Perawat.
Pasal
45
Kolegium
Keperawatan berfungsi mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan dan
standar pendidikan tinggi bagi Perawat profesi.
Pasal
46
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Kolegium Keperawatan diatur oleh Organisasi Profesi
Perawat.
BAB
IX
KONSIL
KEPERAWATAN
Pasal
47
(1) Untuk
meningkatkan mutu Praktik Keperawatan dan untuk memberikan pelindungan serta
kepastian hukum kepada Perawat dan masyarakat, dibentuk Konsil Keperawatan.
(2) Konsil
Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia.
Pasal
48
Konsil
Keperawatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 47 berkedudukan di ibukota negara
Republik Indonesia.
Pasal
49
(1) Konsil
Keperawatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan, dan pembinaan Perawat dalam
menjalankan Praktik Keperawatan.
(2) Dalam
menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsil Keperawatan
memiliki tugas:
a. melakukan
Registrasi Perawat;
b. melakukan
pembinaan Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan;
c. menyusun
standar pendidikan tinggi Keperawatan;
d. menyusun
standar praktik dan standar kompetensi Perawat; dan
e. menegakkan
disiplin Praktik Keperawatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan
fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Konsil Keperawatan.
Pasal
50
Dalam
menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Konsil Keperawatan
mempunyai wewenang:
a. menyetujui
atau menolak permohonan Registrasi Perawat, termasuk Perawat Warga Negara
Asing;
b. menerbitkan
atau mencabut STR;
c. menyelidiki
dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi
Perawat;
d. menetapkan
dan memberikan sanksi disiplin profesi Perawat; dan
e. memberikan
pertimbangan pendirian atau penutupan Institusi Pendidikan Keperawatan.
Pasal
51
Pendanaan
untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Keperawatan dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal
52
(1) Keanggotaan
Konsil Keperawatan terdiri atas unsur Pemerintah, Organisasi Profesi Keperawatan,
Kolegium Keperawatan, asosiasi Institusi Pendidikan Keperawatan, asosiasi
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan tokoh masyarakat.
(2) Jumlah
anggota Konsil Keperawatan paling banyak 9 (sembilan) orang.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, dan
keanggotaan Konsil Keperawatan diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB
X
PENGEMBANGAN,
PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN
Pasal
53
(1) Pengembangan
Praktik Keperawatan dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan
nonformal atau pendidikan berkelanjutan.
(2) Pengembangan
Praktik Keperawatan bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
keprofesionalan Perawat.
(3) Pendidikan
nonformal atau pendidikan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan Keperawatan.
(4) Dalam
hal meningkatkan keprofesionalan Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, pemilik atau pengelola Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus memfasilitasi Perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan.
(5) Pendidikan
nonformal atau pendidikan berkelanjutan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi Perawat, atau lembaga lain yang
terakreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku.
(6) Pendidikan
nonformal atau pendidikan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan Praktik Keperawatan yang didasarkan pada standar
pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional.
Pasal
54
Pendidikan
Keperawatan dibina oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendidikan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal
55
Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi membina dan
mengawasi Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.
Pasal
56
Pembinaan
dan pengawasan Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
diarahkan untuk:
a. meningkatkan
mutu Pelayanan Keperawatan;
b. melindungi
masyarakat atas tindakan Perawat yang tidak sesuai dengan standar; dan
c. memberikan
kepastian hukum bagi Perawat dan masyarakat.
Pasal
57
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan Praktik Keperawatan yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil Keperawatan, dan
Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 diatur dalam Peraturan
Menteri.
BAB
XI
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal
58
(1) Setiap
orang yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal 21, Pasal 24 ayat (1),
dan Pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi
administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran
lisan;
b. peringatan
tertulis;
c. denda
administratif; dan/atau
d. pencabutan
izin.
(3) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
XII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
59
STR
dan SIPP yang telah dimiliki oleh Perawat sebelum Undang-Undang ini diundangkan
dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu STR dan SIPP berakhir.
Pasal
60
Selama
Konsil Keperawatan belum terbentuk, permohonan untuk memperoleh STR yang masih
dalam proses diselesaikan dengan prosedur yang berlaku sebelum Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal
61
Perawat
lulusan sekolah perawat kesehatan yang telah melakukan Praktik Keperawatan
sebelum Undang-Undang ini diundangkan masih diberikan kewenangan melakukan Praktik
Keperawatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini
diundangkan.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
62
Institusi
Pendidikan Keperawatan yang telah ada sebelum Undang-Undang ini diundangkan
harus menyesuaikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 paling lama 3
(tiga) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
63
Konsil
Keperawatan dibentuk paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang- Undang ini
diundangkan.
Pasal
64
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang
mengatur mengenai Keperawatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal
65
Peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal
66
Undang-Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta |
|
|
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, |
Diundangkan di Jakarta |
|
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA |